Welcome...Selamat Datang...

Minggu, 15 Juli 2018

Memaknai Kejujuran


Kejujuran merupakan dasar dari setiap usaha untuk menjadi pribadi kuat secara moral. Tiada kejujuran, kita sebagai manusia tidak akan mungkin mampu untuk maju selangkah pun karena kita belum berani menjadi diri kita sendiri. Tidak jujur berarti tidak seia-sekata dan itu berarti bahwa kita belum sanggup untuk mengambil sikap yang lurus. 

Pribadi yang tidak lurus tidak mengambil dirinya sebagai titik tolak, melainkan apa yang diperkirakan diharapkan oleh orang lain. Ia bukan tiang, melainkan bendera yang mengikuti arah angin.

Tanpa kejujuran, keutamaan-keutamaan moral lain akan kehilangan nilainya. Bersiakap baik kepada orang lain, namun tanpa kejujuran, adalah kemunafikan dan bahkan sering beracun. 

Begitu pula sikap-sikap terpuji seperti sepi ing pamrih, rame ing gawe hanya menjadi sarana kelicikan dan penipuan manakala tidak berakar dalam kejujuran yang jernih. Hal yang sama berlaku pula untuk sikap tenggang rasa dan mawas diri; tanpa kejujuran dua sikap itu tidak lebih dari sikap berhati-hati dengan tujuan supaya tidak ketahuan maksud yang sebenarnya.

Bersikap jujur terhadap orang lain memiliki dua makna, yakni terbuka dan fair. Pertama, terbuka dalam hal ini bukan berarti bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau bahwa orang lain berhak untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita. Kita berhak terhadap diri kita. 

Melainkan yang dimaksud terbuka ialah bahwa kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri. Sesuai dengan keyakinan kita. Kita tidak menyembunyikan wajah kita yang sebenarnya. 

Kita tidak menyesuaikan kepribadian kita dengan harapan atau keinginan orang lain. Memang dalam segala sikap dan tindakan kita hendaknya tanggap terhadap kebutuhan, kepentingan dan hak orang-orang yang berhadapan dengan kita. Kita tidak bersikap egois belaka. Kita seperlunya bersedia untuk mengorbankan suatu kepentingan kita demi orang lain. 

Tetapi kita melakukannya bukan sekedar untuk menyesuaikan diri, karena malu atau takut, melainkan sebagai diri kita sendiri, karena kita sendiri - dengan sikap moral yang otonom - menilai bahwa memang wajar dan tepat kalau kita memberikan pengorbanan itu. Kita tidak lari dan tidak perlu pula pasang kedok, kemudian apabila perlu kita menolak permintaan orang lain dengan tenang. Singkatnya, terbuka berarti orang boleh tahu siapa kita ini.

Kedua, terhadap orang lain pribadi jujur bersikap wajar atau fair; dia memperlakukannya menurut ukuran-ukuran yang diharapkannya dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Dia menghormati hak orang lain, dia selalu akan memenuhi janji yang diberikan, juga terhadap orang yang tidak dalam posisi untuk menuntutnya. 

Dia tidak pernah akan bertindak bertentangan dengan suara hati atau keyakinannya. Keselarasan yang berdasarkan kepalsuan, ketidakadilan serta kebohongan akan dihindari atau bahkan dilawannya.

Namun perlu kita sadari bahwa kita hanya dapat bersikap jujur terhadap orang lain, jika kita jujur terhadap diri kita sendiri. Dengan kata lain, kita terutama harus berhenti membohongi diri kita sendiri. Kita harus berani melihat diri secara apa adanya. Kita harus berhenti bersandiwara, bukan hanya terhadap orang lain, melainkan juga terhadap diri kita sendiri. 

Kita harus melawan kecondongan untuk berasionalisasi, menghindari show dan pembawaan berlebihan. Pribadi jujur tidak perlu mengkompensasikan perasaan minder dengan menjadi otoriter dan menindas orang lain.

Sesungguhnya pribadi yang tidak jujur senantiasa berada dalam pelarian; dia lari dari orang lain yang ditakuti sebagai ancaman, dan dia lari dari dirinya sendiri karena tidak berani menghadapi kenyataannya yang sebenarnya. Maka kejujuran membutuhkan keberanian. Keberanian untuk berhenti melarikan diri dan selanjutnya menjadi diri sendiri. 

Berani untuk melepaskan kedok-kedok yang kita pasang dan untuk menunjukkan diri kita apa adanya. Begitu kita berani berpisah dari kebohongan, perisai ketakutan kita, kita akan mengalami sesuatu yang amat menggairahkan; kekuatan batin kita bertambah. Meskipun lemah, kita tahu bahwa kita kuat. Dipermalukan pun kita tidak patah atau menyerah. Maka sungguh penting agar kita mulai menjadi pribadi yang jujur.

Salam hangat penuh cinta.

***
Solo, Jumat, 5 Januari 2018
Suko Waspodo
https://www.kompasiana.com/sukowaspodo_99/5a4f2d7d16835f1917045722/memaknai-kejujuran
Ilustrasi: navrasyaskia

0 comments:

Posting Komentar