(Sebuah Renungan)
Begitu banyak orang merasa
tersinggung, demikian juga aku, manakala agama atau simbol-simbol keagamaan
dilecehkan atau seolah-olah direndahkan. Apakah yang sesungguhnya terjadi
dengan diriku? Mengapa aku harus tersinggung? Mengapa aku harus marah-marah dan
mengancam siapa pun yang melakukannya? Apakah kualitasku sebagai manusia yang
mengaku beriman menjadi berkurang apabila agamaku dilecehkan? Lalu, benarkah aku harus bertindak bengis dengan alasan bahwa
pelecehan itu berarti sama dengan melecehkan Tuhan?
Aku mencoba merenung dan
mengendapkan diri terhadap apa yang aku alami. Benarkah aku membela Tuhan?
Bukankah apa yang terjadi adalah ungkapan emosi terhadap kesombonganku,
keegoisanku belaka. Kalau aku marah, bukankah itu menunjukkan bahwa keimananku
masih dangkal. Aku masih belum bisa rendah hati dan pemaaf.
Padahal Tuhan sungguh pemaaf dan
murah hati. Apakah Tuhan akan terhina kalau agamaku dilecehkan? Setelah aku
renungkan, aku yakin Tuhan tetap Maha Pengasih. Tuhan tidak butuh dibela. Dia
terlalu Maha Kuasa untuk aku bela. Penghinaan terhadap agamaku, pastilah bukan
suatu yang penting bagi Dia. Dia mengajarkan cinta kasih dan kedamaian. Mengapa
aku harus tersulut kemarahan, padahal Tuhan sendiri tidak pernah marah.
Mestinya aku sadar bahwa tidak
akan ada kerendahan hati tanpa penghinaan. Aku belum rendah hati kalau aku
masih belum bisa menahan diri terhadap penghinaan.
Ampuni aku Tuhan karena aku
justru telah melecehkan Engkau dengan memusuhi sesama ciptaan-Mu. Selama ini
aku selalu sok pahlawan dengan menganggap diri sebagai pembela-Mu. Aku terlalu
sombong dan menganggap Engkau lemah dan butuh dibela. Betapa bodoh dan piciknya
aku.
Tuhan jadikanlah aku pembawa
damai.
***
Solo, Jumat, 4 Nopember 2016
‘salam damai penuh cinta’
Suko Waspodo
antologi puisi sukokompasiana
pepnews
0 comments:
Posting Komentar