Welcome...Selamat Datang...

Padi organik petani hasil pendampingan kami

Padi Rojolele organik

Lokomotif tua di kota kecil Cepu, Blora

Lokomotif tua yang sekarang kadang-kadang digunakan untuk kereta wisata di lingkunagn perhutani Cepu-Blora.

SATE BUNTEL KHAS SOLO

Lezat dan bikin kita ketagihan.

Jajanan khas Jawa

Jajanan khas Jawa ini sekarang sering disajikan dalam acara formal maupun informal. Lengkap, rasanya bervariasi dan sehat.

Para peserta LDK di Tawangmangu

Latihan Dasar Kepemimpinan diikuti oleh sekitar 30 mahasiswa Surakarta di Tawangmangu pada tahun 2011.

Di Tanah Lot Bali

Refreshing di Bali pada tahun 2010, bersama teman-teman dosen.

Jumat, 31 Agustus 2018

Penolakan Merupakan Kewajaran


Gelombang penolakan masyarakat terhadap gerakan #2019GantiPresiden beserta acara-acara pengumpulan massanya terus membesar dan meluas di seluruh Indonesia.  Hal ini merupakan situasi yang wajar, dan perlu kita sikapi secara positif.

Kewajaran itu bisa kita lihat dari beberapa aspek. Yang pertama adalah pelanggaran hukum. Kebebasan menyampaikan pendapat memang dijamin dan dilindungi oleh undang-undang namun tidak serta merta lalu kita boleh seenaknya sendiri.

Masa kampanye pemilihan presiden belum dimulai tetapi sudah menyerukan ajakan untuk ganti presiden, ini jelas melanggar undang-undang. Bahkan bila terkait ajakan mengganti kepala negara yang sah dan masih memimpin negara secara berdaulat jelas bisa dikategorikan tindakan makar.

Kedua, dalam skala yang mungkin dianggap lebih kecil, sekelompok orang yang mencintai seseorang (apalagi di sini adalah seorang presiden yang sah), berhak untuk membela orang yang dicintainya dari penghinaan. Bisa diibaratkan juga anggota keluarga satu rumah tangga pasti tidak rela apabila kepala rumah tangganya dilecehkan.

Selanjutnya, masyarakat Riau, Bangka Belitung, Surabaya, Solo dan mungkin beberapa tempat yang lain menyusul, pasti sah-sah saja kalau tidak rela tempat tinggalnya kedatangan tamu yang akan membikin rusuh. Sebagai tuan rumah tentu berhak untuk menolak tamu yang akan datang, apalagi berpotensi menimbulkan kerusuhan dan permusuhan.

Tuduhan para penggerak gerakan #2019GantiPresiden terhadap aparat keamanan yang dianggap melakukan persekusi sungguh tidak masuk akal. Aparat keamanan di mana pun pasti wajib menjaga wilayah tugasnya untuk tetap aman dan kondusif. 

Manakala acara pengumpulan massa berpotensi menimbulkan gangguan keamanan maka sudah selayaknya kalau dilarang atau dicegah agar tidak berlangsung.

Para pendukung #2019GantiPresiden mestinya menyadari bahwa cara-cara mereka sudah keliru dan melewati batas kewajaran dan bahkan melanggar undang-undang. Di lain pihak masyarakat yang tidak setuju dengan kelompok #2019GantiPresiden sebaiknya tidak perlu terlalu menanggapinya dengan keras dan amarah, biarlah aparat penegak hukum yang menyelesaikannya.

Sementara itu ada yang meniupkan pandangan bahwa pelarangan terhadap kelompok #2019GantiPresiden ini  menunjukkan bahwa Jokowi merusak demokrasi dan berlaku otoriter. Hal ini tentu berlebihan dan mengada-ada.

Di negara mana pun kita tahu dan paham bahwa demokrasi tidak serta merta lalu menjadi mimbar bebas untuk menghina kepala negara dan mengarah kepada makar. Apalagi dalam hal ini Jokowi tidak melakukan pelanggaran hukum.

Berdemokrasi secara santun dan cerdas tentu harus selalu kita pelihara. Kekerasan dan pemaksaan kehendak justru hanya akan menunjukkan bahwa pelakunya adalah orang-orang yang tidak beradab.

Mari kita jaga kualitas demokrasi kita yang baik. Menyampaikan pendapat dan berbeda pendapat pasti tidak dilarang tetapi tentunya dengan tetap menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Merdeka!

***
Solo, Selasa, 28 Agustus 2018
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko

Sajak Kaum Buruh Urban













inilah kami yang tak lagi memiliki lahan sendiri
sawah ladang hanya tinggal bisa kami pandangi
tatkala tak mungkin lagi melanjutkan luhur tradisi
mengais remah-remah kota terpaksa kami jalani

bukan kami tidak ingin bertahan di indahnya desa
tak jua kami menolak bertanam padi atau palawija
apa daya sarana untuk bertani sudah tiada punya
tanah warisan terbagi untuk berteduh sederhana

menjadi buruh kasar sarana tuk dapat sesuap nasi
sedikit yang tersisa bagi kebutuhan anak dan istri
tak pernah sempat cemas tentang hari esok kami
tatkala kelelahan selalu menyita waktu kami hari ini
hanya langkah kepasrahan yang senantiasa menyertai
biarlah hari esok selalu tiada pasti menjadi milik kami


***
Solo, Selasa, 28 Agustus 2018. 10:03 am
'salam hangat penuh cinta'
Suko Waspodo
antologi puisi suko
kompasiana
pepnews
ilustr: Kukuh Nuswantoro 

Pentingnya Jati Diri yang Jelas Tentang Para Penulis Kritik dan Politik


Tulisan kritis Kompasianer Giri Lumakto dengan tajuk "Ujaran Kebencian di Jagat Maya dan Potensi Konflik dalam Masyarakat", mengerucutkan keprihatinan saya tentang pemanfaatan citizen media secara tidak tepat.

Di sini secara spesifik tentang karya tulisan atau artikel yang bertujuan kritik atau penyampaian pandangan politik.

Sebelum tulisan ini, saya kemarin menulis tentang pemanfaatan media sosial sebagai sarana penyampaian kritik dan pandangan politik dengan tajuk "Karya Tulisan sebagai Media Kritik dan Politik".

Terkait dengan itu saat ini memang semakin banyak orang yang menggunakan blog rame-rame, sebagai contoh Kompasiana, untuk sarana penympaian kritik dan pandangan politik, hanya sayangnya banyak sekali yang menggunakan identitas tidak jelas dan nama fiktif yang aneh-aneh.

Fenomena seperti ini sungguh berbahaya, apalagi di tahun politik ini dan di mana masih banyak warga kita yang memiliki kesadaran politik yang belum dewasa.

Orang yang tidak jelas jatidirinya menulis kritik secara tidak jelas atau bisa dikatakan juga sebagai fitnah. Selain itu ada juga penulis dengan akun abal-abal yang gencar menyampaikan pandangan politik yang ngawur dan nyinyir.

Menyikapi situasi yang cukup membahayakan ini mungkin ada baiknya citizen media, secara khusus Kompasiana, untuk menertibkan para Kompasianer yang tidak jelas jatidirinya. Lebih mendekati prosedur penulisan seperti media mainstream mungkin lebih baik.

Artinya, Kompasianer yang tidak jelas identitasnya, tidak menyertakan scan KTP alias belum terverifikasi sebaiknya dibatasi dalam penyampaian tulisan kritik atau pandangan politik yang nyrempet panas.

Memang, admin Kompasiana sudah melakukan 'screening' terhadap tulisan yang 'berpotensi membuat keruh' tetapi saya kira perlu diperhatikan juga tentang fenomena kompasianer abal-abal yang 'berbahaya' ini.

Usulan saya di atas pasti akan mengundang protes dari beberapa Kompasianer.

Tetapi bagi sebagian besar Kompasianer yang selama ini sudah secara ksatria dalam menulis kritik atau pandangan politik, artinya akunnya sudah terverifikasi, saya yakin akan setuju dengan usulan saya ini.

Bagi yang masih memiliki akun belum terverifikasi tetapi tidak berkenan dengan usulan saya ini mungkin bisa menulis artikel yang terkait dengan keberatannya serta alasannya menyembunyikan jatidirinya.

Tulisan ini hanya sekadar usulan bukan untuk mengundang polemik.

Bagi saudari-saudaraku Kompasianer, yang selama ini sudah menulis kritik serta pandangan politik secara santun dan positif tetapi belum terverifikasi, saya mohon maaf apabila hal ini membuat anda kurang berkenan dan bahkan marah.

Semoga saudari-saudaraku yang akun Kompasiananya belum terverifikasi segera melengkapi persyaratannya agar bisa segera terverifikasi dan jelas jati dirinya. Semua ini demi kebaikan kita bersama dan demi pendidikan politik kita semua. Merdeka !

***
Solo, Senin, 27 Agustus 2018
'salam hormat penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko

Karya Tulisan sebagai Media Kritik dan Politik


Karya tulisan memang media yang efektif untuk politik. Jauh sebelum media audio visual ditemukan, propaganda politik selain disampaikan lewat pamflet atau poster, juga banyak disampaikan lewat media karya tulisan. Kita bisa mengambil contoh mulai dari yang tidak terkesan politik "Habis Gelap Terbitlah Terang" tulisan R.A. Kartini, "Max Havelaar" karya Multatuli hingga "Di Bawah Bendera Revolusi" serta buku lainnya karya Bung Karno yang kuat nuansa politiknya.

Kemudian di media tulisan sastra juga banyak sekali buku-buku yang bernuansa politik yang kental. Contohnya  novel "Siti Nurbaya" karya Marah Rusli dan "Salah Asuhan" karya Abdul Muis adalah karya yang menampilkan kritik yang tajam terhadap adat istiadat yang kolot. Tentu saja yang paling fenomenal adalah karya-karya Pramoedya Ananta Toer, sebut saja contohnya "Bumi Manusia", "Panggil Aku Kartini Saja", "Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer" dan masih banyak lagi. Pramoedya merupakan sastrawan politik yang sangat penting.

Selanjutnya tentu saja karya tulisan berbentuk puisi. Karya puisi sangat efektif untuk menyampaikan kritik atau pesan-pesan politik. Chairil Anwar menciptakan puisi bernuansa politik pada jamannya, misalnya "Aku", "Kepada Kawan", "Persetujuan dengan Bung Karno" dan sebagainya. Si Burung Merak, nama beken WS Rendra juga mempunyai banyak karya puisi kritik politik, 3 contoh puisinyanya yang populer adalah "Sajak Orang Kepanasan", "Orang-Orang Miskin"  dan "Sajak Sebatang Lisong". Di era Orde Baru juga ada seorang penulis puisi yang sangat kritis, meskipun mungkin belum dianggap satrawan, yakni Wiji Thukul. Karya puisi kritiknya yang dianggap keras antara lain, "Puisi untuk Adik", Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu"  dan "Peringatan".

Karya tulisan memang kadang dianggap berbahaya pada zamannya, "Max Havelaar" kita tahu menjadi buku yang sangat dilarang pada zaman penjajahan Belanda, demikian pula "Habis Gelap Terbitlah Terang". Buku-buku tulisan Bung Karno dan Pramoedya juga tak luput menjadi momok bagi rezim Orde Baru yang otoriter dan anti kritik karena dianggap bisa membangkitkan semangat perlawanan rakyat kepada penguasa waktu itu, sehingga dilarang terbit lagi dan beredar bahkan ada ancaman hukuman bagi yang menyimpannya.

Wiji Thukul juga menjadi korban kekejaman rezim Orde Baru akibat puisi-puisi kritisnya. Karya-karyanya tak boleh beredar serta dibaca dan bahkan dia sendiri  sejak reformasi 1998 sampai sekarang hilang tak tentu rimbanya. Ada yang menduga Wiji Thukul sudah dibunuh oleh penguasa keji waktu itu.

Karya tulisan fiksi maupun non fiksi tentu tak bisa lepas dari realitas kehidupan. Karya fiksi memang dianggap paling efektif untuk menyampaikan pesan kritik atau politik. Tokoh-tokohnya yang meskipun fiktif bisa diidentikkan dengan tokoh-tokoh nyata di dalam masyarakat, politisi atau penguasa.

Tulisan kritik dalam bentuk karya fiksi memang lebih banyak dipilih karena dianggap lebih bebas dari aturan penulisan ilmiah layaknya karya non-fiksi. Tidak harus melibatkan penelitian dan pengumpulan secara ilmiah. Namun demikian bukan berarti lalu karya fiksi bermuatan kritik lalu boleh ngawur, mengumbar kritik tanpa berdasarkan fakta. Sebagai contoh karya-karya Pramoedya atau Wiji Thukul meskipun itu fiksi tetapi pasti berdasarkan pengalaman nyata atau pengamatan terhadap realitas kehidupan sehari-hari. Kalau tidak menyentuh realitas kehidupan pastilah tidak akan menarik pembacanya.

Di era kebebasan berekspresi dan kemajuan media informasi saat ini, sesungguhnya sangat memungkinkan bagi kita untuk menggunakan karya tulisan sebagai sarana menyampaikan pandangan politik atau kritik. Media sosial yang berkembang pesat merupakan arena yang efektif untuk hal-hal tersebut. Namun kadang hanya digunakan dalam bentuk-bentuk ekspresi sederhana di postingan Facebook atau Twitter, padahal sebenarnya kita bisa menggunakan media blog rame-rame, seperti Kompasiana, atau blog pribadi untuk menulis dalam bentuk karya non fiksi atau fiksi yang lebih serius dan terkesan lebih formal.

Tatkala media mainstream begitu sulit untuk ditembus, mengapa tidak kita gunakan blog rame-rame atau blog pribadi serta media sosial sebagai sarana kita menyampaikan kritik dan pandangan politik kita. Sebagai citizen journalist atau jurnalis warga juga merupakan aktifitas yang efektif dan bermanfaat. Banyak teman-teman kita yang bermula hanya sebagai netizen yang aktif sekarang telah menjadi jurnalis media mainstream. Selamat berkreasi dalam tulisan kritis di media sosial. Merdeka!

***
Solo, Minggu, 26 Agustus 2018
'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko
ilustrasi: dictio community 

Kunikmati Kehangatanmu












dingin malam menyelimuti kesendirianku
tatkala kususuri keheningan terasa sendu
rembulan bersembunyi  di punggung awan
menambah kangenku akan wangi kecupan

desakan hasrat seakan tak mampu kuhambat
dahaga kehangatan membawa aku mendekat
harummu kian membangkitkan gairahku kuat
dirimu kian bermakna ketika kunikmati hangat

kukulum manismu dalam kekenyalan memesona
bulatan-bulatan indah ronde kugigit mesra terasa
pedas hangat jahe mengaliri tubuh tak dingin lagi
kolang-kaling dan kacang memberi khas sensasi

wedang dongo solo niscaya membuat ketagihan
nuansa tradisi leluhur senantiasa kian berkesan


***
Solo, Minggu, 26 Agustus 2018. 6:56 am
'salam nikmat penuh cinta'
Suko Waspodo
antologi puisi suko
kompasiana
pepnews
ilustr: Tribun Style 

Kehilangan Senyummu















awan putih berarak melukis kanvas cakrawala
membelai kebiruan rindu yang semakin meraja
mungkinkah kerontang siang menghapus tulus
tatkala sesal tak lagi bermakna salah terhapus

angin kemarau membawa debu kegalauan
menaburkan pekat di relung dalam kepedihan
masih mampukah usap kata menghapus gelisah
apabila kekhilafan telah menghadirkan amarah

rumput kering semakin merana menangis
saat terik mentari terasa kian perih mengiris
laksana gembala meronta di padang gersang
bahkan ilalang pun seakan geram meradang

perputaran waktu senantiasa tiada menentu
ketika asaku kan mampu kembalikan senyummu
berharap goresan luka tidak semakin menganga
pinta maafku kusertakan dalam setiap khusuk doa

***
Solo, Sabtu, 25 Agustus 2018. 3.01 pm
'salam hangat penuh cinta'
Suko Waspodo
antologi puisi suko
kompasiana
pepnews
ilustr: La Alfabeta 

Selasa, 28 Agustus 2018

Ratna Sarumpaet yang 'Ascot' dan TV One yang Memang Beda


TV One memang beda, itulah kenyataannya. Berita yang disampaikan , khususnya politik, sering tidak independen. Acara andalannya sepertinya hanya Indonesian Lawyer Club (ILC) dan inilah yang menunjukkan keberbedaannya. Keberbedaan yang bermutu namun rendah.

Awalnya agak males membahas tentang kebusukan acara ini, namun begitu melihat apa yang disampaikan oleh Ratna Sarumpaet pada ILC dengan tagar #ILCPerangSocmed Selasa lalu membuat saya gemas untuk menuliskannya di sini. 

Mengapa baru saya ulas sekarang? Jujur karena pada awalnya saya tidak mau peduli dengan acara yang satu ini tetapi karena menyinggung tentang hubungan Joko Widodo, kepala negara yang sangat saya hormati, dengan ibundanya maka saya akan mempermasalahkannya. Dengan melalui permenungan beberapa hari, akhirnya akan saya paparkan kegelisahan saya terhadap peristiwa acara tersebut di tulisan ini.

Apa urgensinya Ratna Sarumpaet meminta agar dicocokkan DNA presiden Jokowi dengan ibundanya? Pertama, tema acara tersebut adalah perang media sosial tetapi mengapa dia mempermasalahkan  hubungan Jokowi dengan ibundanya. Ini sungguh out of topic dan keterlaluan. Kemudian apa haknya dia menyoal masalah DNA seseorang, apalagi ini tentang seorang presiden dari negara berdaulat yang sah dipilih oleh rakyat melalui pemilu.

Seandainya kebencian Ratna Sarumpaet kepada Jokowi begitu mendalam, mengapa mesti dia ungkapkan di acara tersebut. Apakah karena acara tersebut mungkin ditonton oleh jutaan orang lalu dia mengunakan kesempatan tersebut untuk mengumbar kebencian? Sungguh sinting dan kurang kerjaan perempuan yang satu ini.

Lalu apa masalahnya dengan DNA atau hubungan darah antara Jokowi dengan ibundanya? Seandainya Jokowi tidak mempunyai hubungan darah dengan ibundanya, apa persoalannya? Seandainya Jokowi hanya anak pungut dan yatim piatu atau tidak jelas asal keturunannya, apakah juga perlu dipersoalkan?

Ratna Sarumpaet yang justru harus dipertanyakan apakah dia masih waras dan layak sebagai narasumber. Nara sumber suatu acara talk show politik, yang kadang dipakai bahan perbincangan orang awam, seharusnya bukan orang yang 'ascot', asal mbacot.  Ratna Sarumpaet sebagai nara sumber yang 'ascot' harus mempertanggungjawabkan apa yang dia katakan.

Karni Ilyas dan secara khusus TV One juga harus bertanggung jawab dengan masalah ini. Karni Ilyas sejujurnya pernah menjadi wartawan idola saya saat dia masih di majalah Tempo dan Forum. Ulasannya selalu tajam namun independen. Tetapi sejak dia menjadi moderator ILC dan memasuki tahun politik kali ini, dia menjadi seorang pengadu domba. Nara sumber yang  nyerocos ngomong busuk dan ngaco tidak dihentikan, dibiarkan mengumbar kebohongan dan fitnah.

Era kebebasan pers memang sudah dinikmati oleh berbagai media, termasuk televisi, namun bukan berarti lalu boleh seenaknya sendiri membunuh karakter seseorang, apalagi seorang presiden. Andai ucapan yang disampaikan Ratna Sarumpaet terjadi di era orde baru atau Jokowi seorang yang pemarah pasti Ratna Sarumpaet sudah habis dan dibui atau hilang dari muka bumi. Demikian pula Karni Ilyas akan selesai karirnya dan TV One akan dicabut ikin siarannya.

Sungguh dalam hal ini saya berharap  Komisi Penyiaran Indonesia memberi sanksi kepada TV One, khususnya keberlangsungan acara ILC. Semoga hukum yang berlaku juga dikenakan pada siapa pun yang memfitnah atau menghina presiden. Tetapi harapan hanya tinggal harapan, entah apa yang akan terjadi selanjutnya.

***
Solo, Sabtu, 25 Agustus 2018
'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko
ilustrasi: youtube

Menikmati Sate Buntel Khas Solo


Kita semua pasti tak asing dengan makanan sate, kuliner khas Indonesia. Pasti yang paling dikenal adalah Sate Kambing, tetapi kita juga memiliki beberapa sate jenis lain, tergantung dari bahan daging dan bumbunya. 

Ragam sate kita antara lain, Sate Ayam Ponorogo, Sate Ayam Madura, Sate Daging Sapi khas Padang, Sate Lilit khas Bali, Sate Sapi khas Ungaran, Sate Kerbau khas Kudus, Sate Ayam atau Sapi khas Blora, Sate Babi, Sate Gukguk khas Solo (dulu disebut Sate Jamu), Sate Kere khas Solo dan Sate Buntel yang akan kita coba resepnya di tulisan ini.

Sate Buntel, yang merupakan sate khas Solo ini pada awalnya hanya dari daging kambing pilihan, namun saat ini juga banyak yang membuatnya dari daging sapi atau babi. 

Bagi anda yang ingin menikmatinya tanpa harus membuat sendiri, anda bisa mampir bersantap ke warung atau restoran khusus sate kambing yang banyak kita jumpai di Solo (dan juga kota lain) yang biasanya juga menyediakan menu Sate Buntel. Namun apabila anda ingin mencoba membuat sendiri, cara mengolahnya juga tidak sulit. 

Anda akan merasakan sensasi rasa sate yang unik dan lezat. Keunikan dan kelezatannya kita peroleh karena cara membuatnya dagingnya bukan dipotong-potong kecil seperti biasanya melainkan dicincang halus serta dicampur dengan bumbu rempah-rempah.

Mungkin anda membayangkan sulitnya menusuk sate yang dicincang halus, tetapi jangan salah, dalam hal ini daging bukan ditusuk melainkan direkatkan ke tusuk sate serta kemudian dibuntel (dibungkus) dengan lemaknya. Nah, apabila anda sudah tidak sabar ingin mencoba memasak dan menikmati kuliner Sate Buntel ini, silahkan mencoba resepnya berikut ini.

Resep Sate Buntel Khas Solo

Bahan
  • tusuk sate
  • 1 kg daging kambing atau sapi (bisa juga babi) yang sudah digiling
  • bagian lemak daging secukupnya
  • 1 butir telur
  • kecap manis
Bumbu yang dihaluskan
  • 90 gram gula jawa merah haluskan
  • 7 butir bawang merah
  • 4 siung bawang putih
  • 1/2 sendok teh jintan serbuk
  • 2 sendok makan air perasan asam
  • garam secukupnya
  • penyedap secukupnya
  • merica bubuk secukupnya
  
Cara Membuat
  1. Siapkan daging kambing atau sapi yang telah dicincang halus, selanjutnya campurkan bumbu yang telah dihaluskan, tambahkan telur ayam dan kecap manis, aduk-aduk adonan hingga tercampur merata semua.
  2. Siapkan tusuk sate yang akan digunakan, selanjutnya ambil adonan yang sudah diaduk tadi kurang lebih 2 sendok makan, kemudian rapatkan adonan ke tusuk sate hingga berbentuk seperti pemukul lonjong dengan dibungkus lemak tipis, ukuran sedang, lakukan hingga adonan habis
  3. Simpan sate yang sudah direkati daging berbumbu tadi ke tusuk sate diatas panci atau bahan lainnya untuk mengukus, tunggu sampai daging benar-benar matang lalu angkat dan tiriskan
  4. Selanjutnya tinggal proses pembakaran sate, silahkan bakar sate di atas bara sambil sesekali dibolak-balik dan diberi olesan bumbu kecap manis di atasnya, lakukan sampai sate benar-benar berubah warna menjadi kuning kecoklatan
  5. Angkat sate yang sudah matang, dan sajikan di atas wadah atau piring yang sudah disiapkan.
Cara menyajikannya tidak selalu harus beserta tusuknya, bisa juga dengan cara sate dilepas dari tusuknya dan dibelah di atas piring lalu ditambahkan sambal kecap dan merica bubuk sesuai selera. Untuk memberi rasa segar bisa dilengkapi dengan irisan kol, bawang merah dan tomat. Selamat menikmati Sate Buntel khas Solo. Yummy...!

***
Solo, Sabtu, 25 Agustus 2018
'salam lezat penuh cinta'
Suko Waspodo
antologi puisi suko
ilustrasi: dokpri
 

Saatnya Mengukir Sejarah Indah bukan Serakah


"Yen wis ora kudu mikir babagan jenang, ganti mikir babagan jeneng" itu petuah para sesepuh dalam bahasa Jawa yang sangat bermakna. Bila diterjemahkan artinya, jika sudah tidak bermasalah dengan apa yang bisa dimakan, saatnya berbuat untuk mengukir nama baik alias membuat sejarah yang berguna. Tentu sungguh sangat bermakna juga, meskipun masih berkutat dengan masalah kebutuhan makan tetapi juga terus berusaha menjaga nama baik dan bahkan membuat sejarah yang positif.

Petuah tersebut selalu mengiang di telinga dan menyentuh batin saya setiap kali mengetahui para pejabat yang tertangkap tangan KPK atau aparat terkait karena korupsi dan selanjutnya dipenjara. Apa yang sesungguhnya yang menjadi visi dan misi hidup mereka?

Sebagai seorang rakyat kecil yang hingga pensiun (guru swasta) masih terus 'mikir babagan jenang (bubur)', jujur kadang cemburu dengan para ASN, terlebih para pejabat, yang tak bisa disangkal pasti gaji, tunjangan serta fasilitasnya besar. Dengan keberadaannya seperti itu pasti mereka sudah tidak perlu 'mikir babagan jenang' alias tidak bermasalah dengan apa yang harus mereka makan setiap harinya.

Manakala sudah tidak bermasalah dengan urusan kebutuhan makan mestinya saatnya untuk 'mikir babagan jeneng (nama), tentunya yang baik dan bahkan harum. Apakah yang dicari selanjutnya dalam hidup? Apakah mengejar kekayaan (kalau tak mau disebut serakah) harus mengalahkan segalanya hingga harus tak perlu menjaga nama baik atau bahkan membuat sejarah indah? Harta memang menggiurkan dan siapa yang tak ingin kaya? Semua pasti menginginkan itu tetapi tentunya tak perlu harus melampaui batas kewajaran.

Harta kekayaan sampai tujuh turunan pastilah yang ada di pikiran para koruptor. Sebegitu picik kah pemikiran mereka? Keserakahan membutakan pikiran dan akal sehat. Materi duniawi telah membunuh nurani. Nama baik dan sejarah indah tak diberi ruang, yang ada di pikiran hanya uang, uang dan uang.

Sesungguhnya manusia memiliki ukuran kebutuhan hidup yang sudah ditakar oleh Sang Pencipta. Sebanyak apa pun makanan enak dan mewah yang tersaji di hadapan saya, toh saya tidak mungkin mampu makan seluruhnya, sepiring saja cukup dan bahkan kalau dipaksakan melebihi daya tampung perut malah sakit. 

Sebanyak apa pun pakaian indah dan mewah yang saya miliki, tidak mungkin juga saya mengenakan lebih dari satu stel pakaian dalam satu saat pemakaian. Sebanyak apa pun rumah atau kendaraan yang saya miliki, juga tidak mungkin saya menggunakan atau menempatinya dalam saat yang sama.

Apabila saya merenungkan lebih dalam pasti akan sampai pada bayangan tentang ujung kehidupan dimana saya hanya akan berkalang tanah di kuburan atau bahkan mungkin saja mayat saya hanya dibuang, toh saya tidak bisa memilih. Harta kekayaan juga tak mungkin bisa dibawa mati, malah ada kemungkinan bisa menjadi masalah diantara anak cucu. Banyak riwayat tragis yang sudah membuktikan itu.

Kemudian  saya sampai pada angan-angan atau lamunan yang melambung tinggi. Seandainya saya boleh mengalami kehidupan yang serba lebih dan bahkan mewah seperti para pejabat, saya membayangkan bisa membuat sejarah yang lebih besar serta bisa bermanfaat untuk banyak orang daripada sekadar sebagai guru. Tentu sebagai guru juga bukan sejarah yang kecil tetapi seandainya bisa lebih dari itu.

Pengin lebih banyak lagi berguna bagi orang lain pasti bukan keserakahan, kan?  Atau jangan-jangan kalau saya menjadi pejabat dengan berbagai fasilitas justru terjerat nafsu serakah? Tetapi sudahlah, ini kan hanya lamunan seorang rakyat jelata yang masih 'mikir babagan jenang', biarlah sejarah saya buat semampu saya dan seturut kehendak Sang Pencipta.

Inilah refleksi pribadi saya yang mungkin tak bermutu dan sekadar ingin tersalur lewat tulisan. Tak lebih dari itu.

***
Solo, Jumat, 24 Agustus 2018
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko
ilustrasi: Tiyok 

Bersikap Baik tanpa Melanggar Prinsip Keadilan


Pada umumnya kita memahami tentang kesadaran moral yang menunjukkan bahwa kita hendaknya jangan merugikan siapa saja. Jadi bahwa sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap yang positif dan baik. 

Kita harus  mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat mungkin  mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan kita bagi siapa saja yang terkena olehnya. Hal ini hanya mungkin terjadi apabila kita bersedia bersikap baik terhadap orang lain, kecuali ada alasan-alasan khusus.

Namun, apakah prinsip sikap baik adalah satu-satunya prinsip moral dasar? Banyak kasus dan peristiwa menunjukkan bahwa sering terjadi dengan alasan demi sikap baik kemudian keadilan dilanggar atau diabaikan. Sebuah proyek jalan tol harus segera diselesaikan dengan alasan demi kelancaran transportasi untuk kepentingan masyarakat banyak namun di sisi lain sebagian warga yang terkena penggusuran akibat proyek itu tidak mendapat ganti rugi yang layak. 

Seseorang atau sekelompok kecil masyarakat terganggu atas kebisingan malahan dihukum dengan alasan pelecehan karena kebisingan itu untuk kepentingan orang banyak. Dengan pembenaran demi sikap baik terhadap mayoritas lalu keadilan terhadap minoritas diabaikan.

Sesungguhnya sikap baik tidak sama dengan keadilan. Untuk memahami hal ini kita bisa mengambil contoh sebagai berikut: demi memberikan makanan kepada seorang ibu gelandangan yang menggendong anaknya yang menangis kelaparan, apakah saya boleh mengambil sekaleng susu dari sebuah mini market tanpa membayar, dengan pertimbangan bahwa kerugian bagi mini market itu amat kecil (dan adanya pencurian bahkan sudah termasuk dalam kalkulasi untung rugi} sedangkan bagi ibu itu sekaleng susu dapat berarti banyak. 

Tetapi kecuali kalau sama sekali tidak ada jalan lain untuk menjamin bahwa anak ibu itu dapat makan, kiranya kita harus mengatakan bahwa dengan segala maksud baik itu kita tetap tidak boleh mencuri.

Hal yang sama dapat juga dirumuskan dengan lebih teoritis: Prinsip kebaikan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa saja. Namun kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas. Itu tidak hanya berlaku bagi benda-benda yang dibutuhkan orang; uang yang telah diberikan kepada seorang pengemis tidak dapat dibelanjakan bagi anak-anaknya sendiri; melainkan juga dalam hal perhatian dan cinta kasih, kemampuan untuk memberikan hati kita juga terbatas. 

Maka secara logis dibutuhkan prinsip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan yang merupakan barang langka itu harus dibagi. Prinsip itu prinsip keadilan.

Apa yang dimaksud dengan keadilan? Dalam hal ini kita tidak dapat memasuki diskusi falsafi tentang keadilan yang sangat intensif. Kita juga tidak perlu memerincikan keadilan. Perincian seperti itu lebih tepat dilakukan dalam rangka etika-etika khusus, jadi berhubungan dengan bidang yang sedang dibahas. Misalnya filsafat sosial bicara tentang keadilan sosial, etika ekonomi tentang upah yang adil, etika profesi tentang keadilan dalam penilaian orang dan sebagainya.

Di sini kita dapat (dan sebenarnya harus) mengandaikan bahwa semua orang sudah tahu apa itu adil. Hanya orang yang yang sudah tahu apa itu keadilan, dapat belajar tentang keadilan. Hal itu kelihatan kontradiktif.  

Tetapi kiranya jelas bahwa orang yang sama sekali tidak dapat memahami apa yang dimaksud dengan keadilan, percuma kita dekati agar ia bertindak lebih adil. Kita hanya dapat mempersoalkan apa yang adil dalam bidang tertentu, misalnya dalam penilaian hasil ujian, apabila kita sebelumnya sudah tahu apa itu adil.

Maka dalam hal ini suatu paham keadilan yang sederhana harus mencukupi. Adil pada hakikatnya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Dan karena pada hakikatnya semua orang sama nilainya sebagai manusia, maka tuntutan paling mendasar keadilan adalah perlakuan yang sama terhadap semua orang, tentu dalam situasi yang sama.

Misalnya, kalau pemerintah membagikan beras di daerah kurang pangan, semua kepala keluarga berhak atas bagian beras yang sama, dengan memperhitungkan jumlah warga keluarga, tetapi penduduk yang cukup mampu atau yang tidak membutuhkan bantuan, tidak berhak untuk dibantu.

Jadi, prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Suatu perlakuan yang tidak sama adalah tidak adil, kecuali dapat diperlihatkan mengapa ketidaksamaan dapat dibenarkan (misalnya karena orang itu tidak membutuhkan bantuan). 

Suatu perlakuan yang tidak sama selalu perlu dibenarkan secara khusus, sedangkan perlakuan yang sama dengan sendirinya betul kecuali terdapat alasan-alasan khusus. Secara singkat keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan-tujuan, termasuk yang baik, dengan melanggar hak seseorang.

Tulisan sederhana ini bukan bermaksud menasihati apalagi menggurui namun sekedar sharing pemahaman tentang bagaimana bersikap baik tanpa melanggar prinsip keadilan. Semoga bisa menambah wawasan kita dalam hidup bermasyarakat.

***
Solo, Jumat, 24 Agustus 2018
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko
ilustrasi: sesawi.net 

Sabtu, 25 Agustus 2018

Perumusan Judul yang Baik serta Penulisannya yang Benar



Perumusan Judul yang Baik

Sungguh tidak mudah bagi seseorang untuk dapat merumuskan judul karangan atau tulisan yang sedang dibuatnya. Bukan saja bagi para penulis pemula, bagi para penulis yang sudah berpengalaman sekalipun, merumuskan judul yang baik dan tepat bukanlah persoalan yang sederhana. Pengalaman menunjukkan bahwa merumuskan judul yang baik perlu melewati tahapan-tahapan tertentu.

Adakalanya juga, perumusan judul itu harus dilakukan berulang-ulang, sambil proses menulis itu selesai dilakukan. Bahkan bisa terjadi pula, setelah seseorang selesai menulis atau mengarang dan siap untuk dipublikasikan, ternyata judul karangan harus diubah kembali setelah melewati sejumlah perenungan. Tentu saja hal demikian ini wajar dan boleh-boleh saja. dilakukan karena memang merumuskan judul yang tepat sama sekali bukanlah persoalan yang mudah dan sederhana.

Beberapa hal berikut ini kiranya baik untuk dicermati, sekalipun tidak dapat dipandang sebagai resep yang jitu untuk merumuskan judul karangan:

  • Harus setali dengan tema karangan, maka harus kelihatan benang merahnya.
  • Harus sesuai dengan isi karangan, maka dalam karangan ilmiah ini mutlak, dalam karangan naratif tidak.
  • Harus dirumuskan dalam bentuk frasa, bukan kalimat melainkan frasa yang menantang.
  • Harus dirumuskan dengan jelas sehingga akan dapat membantu mengendalikan variabel dan membantu merumuskan ancangan, membantu pengukuran.
  • Harus dirumuskan dengan singkat, mudah ditangkap oleh indra, mudah dilihat (eye-catching), tidak mengunakan kiasan.
Namun harus dicatat baik-baik bahwa perumusan judul yang baik akan dapat dilakukan oleh seorang penulis atau pengarang setelah dia melewati beberapa tahapan perumusan, bahkan setelah tahapan pengendapan tertentu.

Penulisan Judul yang Benar

Judul yang tepat dan penulisan yang benar tidak hanya membutuhkan rangkaian kalimat yang unik, menarik, dan kontekstual, tetapi juga rapi dan sesuai kaidah. Tata penulisan yang amburadul hanya akan membuat calon pembaca merasa penulis tidak memiliki kemampuan yang terpercaya, sehingga jangankan lanjut membaca, melirik lagi saja belum tentu berkenan.

Supaya terhindar dari kesalahan tersebut, mari kita cermati dan pahami  penjelasan cara penulisan judul yang tepat menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia  berikut:

1. Setiap Huruf di Awal Kata Ditulis Dengan Huruf Kapital

Ada beberapa ragam cara penulisan judul, di antaranya adalah menulis keseluruhan huruf dengan huruf kapital, contoh: BADAI PASTI BERLALU. Cara itu tidak salah, tetapi menimbang dari segi kerapian, banyak orang yang lebih memilih cara konvensional. Cara penulisan judul yang benar adalah menulis setiap awal kata dengan huruf kapital, terutama huruf pada kata paling depan perhatikan contoh judul ini: Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi, Burung-Burung Manyar, Hujan Kepagian, Ronggeng Dukuh Paruk. Aturan ini berlaku untuk hampir semua jenis kata termasuk nama, tempat, sifat, keterangan. Namun, ada beberapa pengecualian yang akan dijelaskan pada poin-poin berikut.

2. Gunakan Huruf Kecil untuk Preposisi, Konjungsi, dan Interjeksi 

Yang dimaksud dengan preposisi adalah kata depan yang diikuti oleh kata lainnya. Dilihat dari fungsinya, kata ini memiliki fungsi untuk menjelaskan dan memberikan kesinambungan antara kata sebelum dan kata selanjutnya. Yang termasuk dalam preposisi adalah: di, ke, pada, dalam, yaitu, kepada, daripada, untuk, bagi, ala, bak, tentang, mengenai, sebab, secara, terhadap, dst. Berikut ini contoh judul menggunakan preposisi:
  • Kreativitas dalam Karya Seni Puisi
  • Nyanyian dari Blora
  • Cintaku di Kampus Biru
Sedangkan konjungsi adalah nama lain dari kata sambung. Kata ini memiliki fungsi untuk menghubungkan kata-kata, kalimat-kalimat, dan ungkapan-ungkapan dan tidak memiliki makna khusus jika berdiri sendiri. Kata-kata yang termasuk konjungsi  yaitu dan, atau, tetapi, ketika, seandainya, supaya, pun, seperti, oleh, karena, sehingga, bahwa, kalau, untuk, kemudian. Inilah contoh konjungsi dalam suatu judul:
  • Kota Solo Tidak Punya Laut tetapi Punya Selat
  • Sepeda Motor Seharusnya Tidak untuk Mengangkut
Terakhir, interjeksi, adalah istilah lain untuk kata seru yang mengungkapkan isi hati dari si pembicara. Kata ini relatif jarang ditemui pada judul karya-karya tulis serius, tetapi banyak menjadi pilihan untuk narasi yang bersifat ekspresif. Contoh interjeksi adalah Alhamdulillah, duh, ih, cih, yuk, wah, wow, amboi, ah, lho, dan lain-lain. Perhatikan judul-judul berikut:
  • Nasi Liwet Solo Enak Banget, lho!
  • Jalan-Jalan ke Malioboro, yuk!
Meskipun demikian, ketiga jenis kata partikel tersebut harus tetap ditulis dengan huruf kapital apabila letaknya di kata pertama sebuah judul, sesuai dengan kaidah awal. Kita bisa menjadikan sejumlah karya besar sebagai contoh pengecualian ini,  termasuk Dari Ave Maria sampai Jalan Lain ke Roma, Kalau Tak Untung, atau judul-judul berita yang sering kita lihat seperti: Wow, Lihat Nasib Artis Ini Sekarang!

3. Perhatikan Kaidah Huruf Kapital pada Kata Ulang

Terkadang, kita menemukan kata ulang pada judul yang akan kita gunakan. Untuk mengetahui cara penulisannya, pertama-tama kita harus mengenali bentuk kata ulang tersebut. Pada dasarnya, kata ulang bisa didefinisikan sebagai kata yang telah mengalami pengulangan (reduplikasi) pada kata dasarnya. Kata ulang murni (dwilingga) dan kata ulang semu harus ditulis dengan huruf kapital di setiap awal kata karena sifatnya yang bisa dibilang tidak mengalami perubahan apapun. Seperti contoh-contoh berikut:
  • Cara Menyembelih Biri-Biri di Hari Raya Kurban
  • Kehidupan Si Kupu-Kupu Malam
  • Sayap-Sayap Patah
  • Kecil-Kecil Jadi Pengantin
Sedangkan bentuk kata ulang sebagian, kata ulang berimbuhan, kata ulang dwipurwa, dan kata ulang perubahan—semua yang sederhananya sudah mengalami perubahan bentuk—hanya ditulis kapital pada huruf pertama kata ulang. Perhatikan pada judul-judul berikut ini:
  • Kapoltabes Surakarta: Gerak-gerik Ibu Korban Mencurigakan
  • Berjalan-jalan di Kota Solo
  • Cerai-berai Negeriku
4. Penggunaan Tanda Petik pada Kata Bahasa Asing atau Bahasa Daerah

Sering kita jumpai judul tulisan atau karangan yang menggunakan kata bahasa asing atau bahasa daerah, untuk itu penulisannya harus menggunakan tanda petik. Berikut ini contohnya:

  • Jokowi "Man of The Year 2012"
  • Politik ala "Wong Jawa"
  • "Sepi ing Pamrih" atau Kemurnian Hati

Secara umum, dalam membuat sebuah judul kita harus memerhatikan bentuk dan tata kalimat untuk menentukan mana saja kata yang harus kita beri huruf kapital. Hal ini penting untuk membuat susunan kata yang elok dipandang dan terasa rapi, juga menarik.

Nah, demikian paparan mengenai cara perumusan judul yang baik serta penulisannya yang benar. Semoga bermanfaat dan selamat berkarya.

***
Solo, Jumat, 24 Agustus 2018
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo

Perilaku Para Kampreter dan Cebonger


Genderang kompetisi politik pilpres semakin riuh ditabuh. Masing-masing kubu saling sengit menyerang dan mengelak. Jurus-jurus diplomasi dan taktik adu eksistensi gencar dilakukan. Seringkali terlihat overdosis, padahal masa kampanye resmi belum dimulai. Tetapi inilah riil politik praktis negeri ini.

Salah satu pihak menyerang dengan kampanye negatif tanpa data, dibalas sengit pihak lainnya dengan memamerkan bukti nyata hasil kerja. Satu pihak mengumbar janji, pihak yang lain menebar bukti. Inilah 'tontonan' tahun politik yang kian memanas.

Sebagai pelawan, kubu Prabowo memang harus jeli melihat kelemahan atau kekurangan pemerintahan Jokowi. Harus lihai menggoreng persoalan yang ada di masyarakat. Jangan hanya asal mengumbar nyinyir apalagi fitnah yang tentu saja tanpa fakta.

Prabowo memiliki beberapa rekam jejak yang kurang harum di masa lalu, ini menjadi PR yang tidak mudah bagi para 'kampreter' maupun tim suksesnya sekali pun. Meski Sandiaga Uno relatif muda dan terkesan milenial, tidak otomatis mampu menarik suara pemilih muda, apalagi yang tinggal di luar Jawa. Apabila dia dianggap sebagai sosok yang sukses sebagai pengusaha, belum tentu dia mampu menangani ekonomi makro sekaliber Sri Mulyani. 

Para kampreter jangan berharap isu ekonomi mampu menggantikan isu agama, yang tampaknya agak sulit digaungkan lagi seperti saat pilkada DKI yang lalu. Isu ekonomi kubu Prabowo baru sebatas janji dan mungkin juga ilusi.

Di kubu Joko Widodo, sebagai petahana jangan hanya bersikap defensif tetapi harus ofensif juga. Tim sukses Jokowi, secara khusus para 'cebonger', jangan terpancing dengan kampanye negatif pihak seberang. Jangan berperilaku beringas dan cepat panas dalam menanggapi kegarangan kubu lawan.

Dipilihnya  Ma'ruf Amin sebagai cawapres Jokowi harus disikapi secara bijaksana. Memang dia relatif tidak muda lagi dalam usia, terkesan kurang milenial, namun merupakan pilihan yang tepat untuk meredam isu agama yang mungkin ditiupkan lagi oleh pihak Prabowo.

Para cebonger meski dituntut untuk ofensif namun juga harus senantiasa bersikap sabar, sederhana dan lembut hati seperti sikap presiden Jokowi. Berprinsip seperti pepatah jawa 'menang tanpa ngasorake', menang tanpa harus dengan mempermalukan pihak lawan.

Sebagai pihak petahana, para cebonger semestinya memelihara suasana kondusif. Para juru bicara yang sudah dipersiapkan harus secara bijak menyikapi dengan lembut situasi yang kian memanas. Menunjukkan hasil kerja petahana tidak dengan kepongahan tetapi dengan kerendahan hati.

Media sosial harus digunakan secara optimal dan jangan meyebar hoax. Informasi bohong dan menyesatkan masyarakat hanya akan menjadi bumerang apabila diterapkan. Berbagi perilaku bijak dan merangkul rakyat lewat media apa pun akan menjadi sarana yang efektif untuk meraih simpati.

Selamat berkompetisi secara santun dan bijak, para cebonger dan kampreter. Masa depan bangsa dan negara ini jangan dibuat permainan.  Merdeka !

***
Solo, Kamis, 23 Agustus 2018
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko
ilustrasi: twitter.com/shiezhi 

Menolak Jujur


tatkala dunia penuh kemunafikan ... mengungkap fakta kadang menakutkan ... kejujuran seakan menjadi suatu kelangkaan ... saat kebusukan tak lagi bisa disembunyikan ... tak punya malu dianggap sebagai kewajaran

haruskah keterbukaan lalu disalahkan ... dan berlagak sok menghargai hak asasi ... terlucuti kepalsuan diri memang menyakitkan ... lalu berlindung seakan menjadi diri yang terzolimi

kerukunan dalam kebejatan sungguh keji ... perbedaan demi kebenaran itu keniscayaan ... ketika harga diri tidak ingin ternodai ... hanya mungkin terjadi lewat keutamaan

kehidupan akan terasa kejam mencekam ... apabila senantiasa diri menolak jujur ... kebersamaan akan berlangsung tenteram ... apabila diri senantiasa bertafakur dan bersyukur

kalimat bijak kadang bikin tersedak ... bagi siapa pun yang selalu menolak ... koreksi diri kadang tak cukup dengan bujuk ... seringkali harus dengan perihnya cambuk

***
Solo, Kamis, 23 Agustus 2018. 10:46 am
'salam hangat penuh cinta'
Suko Waspodo
antologi puisi suko
kompasiana
pepnews
ilustr: javadesindo art 

Apa Jadinya















apa jadinya ...
jika seorang kepala negara
pernah terserang stroke

jalan kaki diseret miring
cenderung akan jatuh menungging
sungguh tak manis wajah tak simetris
pidato kenegaraan sambil meringis
akibat rusaknya otak nan kritis
suatu saat pasti akan kambuh
dan negara pasti akan gaduh
rakyat hanya mampu riuh mengaduh
partai pendukung bermandi dingin peluh
meski pernah tiga kali jalani cuci otak
tak menjamin kestabilan berpihak
keberingasan pasti akan menyeruak

apa jadinya ...
jika seorang kepala negara
adalah seorang pengidap psikopat

penyakit kejiwaan yang teramat gawat
negara terancam kondisi darurat
apalagi jika para pembantunya pejabat bejat
maka kisah fiksi bisa nyata terjadi
negeri ini tak lagi tegak berdiri
akibat pemimpin sakit jiwa nan ngeri

maka ...
kita semestinya penuh waspada
mencermati tes kesehatan mereka
para calon kepala negara kita
tim dokter mesti jujur sampaikan fakta
berpegang pada kode etik senantiasa
jangan mengeluarkan diagnosis dusta
mengorbankan masa depan bangsa dan negara

***
Solo, Rabu, 22 Agustus 2018. 4:05 pm
'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
antologi puisi suko
kompasiana
pepnews
ilustr: merdeka.com 

Jumat, 24 Agustus 2018

Berkurban















inilah ungkapan nyata cinta sejati
saat mengabaikan kepentingan diri
ketika sesama insan saling peduli


sapi atau kambing hanyalah lambang
sepotong daging hanya sesaat kenyang
namun termaknai sungguh kasih sayang


kerelaan berbagi adalah keniscayaan
bila kita sadari hidup adalah kebersamaan
memahami perbedaan ungkapan iman


talenta dan karunia kita tak pernah sama
sang pencipta memahami sepenuh kuasa
apa yang semestinya kita nikmati dan terima


menyangkal keakuan memang tiada mudah
menghargai seluruh ciptaan adalah anugerah
berkurban adalah ungkapan syukur berserah


***
Solo, Rabu, 22 Agustus 2018. 1:04 pm
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo 
antologi puisi suko
kompasiana
pepnews
ilustr: Peter Dranitsin 

Untukmu Belahan Jiwaku yang Tak di Pelukanku



















kembali kulewati malam tanpa engkau di pelukanku
namun bayang molek asmaramu senantiasa kucumbu
menghangatkan mimpi mesra kita senantiasa syahdu
pesona menyatu dalam belaian gairah nan menggebu

ibarat kembang engkau melekat di pohon kemilau
aku menjadi kumbang menyesap madu manis engkau
padu raga kita memang tak pernah mudah terjangkau
jika saat tiba sentuhan manja membuat kita terpukau

laksana rusa haus membutuhkan mata air nan bening
rinduku padamu tulus meski tak senantiasa bersanding
ikatan cinta sejati membuat kita tiada hendak berpaling
meski  rintangan dan godaan kadang menusuk runcing

persada tak akan selalu didera kemarau yang panjang
akan tiba saatnya indah rinai hujan membasuh datang
ijinkan aku untuk setia dalam penantian nan panjang
hingga engkau dan aku satu dalam kasih dan sayang

***
Solo, Rabu, 22 Agustus 2018. 8:33 am
'salam hangat penuh cinta'
Suko Waspodo
antologi puisi suko
kompasiana
pepnews
ilustr: Helena Wierzbicki 

Harga Diri



















kemarau panjang mengeringkan hari
rindu embun pagi membasuh hati
haruskah ambisi membunuh nurani
lalu abaikan naluri menjaga harga diri

wangi kembang pun berlalu terbang
merdu tembang dianggap sumbang
ketulusan tiada lagi layak dipandang
kebencian menindas kasih sayang

rumput tak senantiasa segar menghijau
dedaunan meranggas tak harus galau
roda kehidupan berputar senantiasa
selaras perpaduan gerak abadi semesta

aneka rupa ciptaan mozaik keindahan
musim silih berganti adalah keniscayaan
apakah perbedaan harus saling meniadakan
kepentingan mestinya tak abai persaudaraan

iri hati selalu hanya akan melahirkan dengki
kecemburuan akan menciptakan permusuhan
fitnah sesungguhnya bukti ketidakmampuan diri
menebar kebohongan upaya penuh kelicikan
menghargai ungkapan nyata tuk saling mencintai
peradaban sejati tercapai dalam kebersamaan

***
Solo, Selasa, 21 Agustus 2018. 8:48 am
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
antologi puisi suko
kompasiana
pepnews
ilustr: WikiArt

Rabu, 15 Agustus 2018

Revitalisasi (Pendidikan) Pramuka


Setiap tanggal 14 Agustus kita senantiasa diingatkan tentang eksistensi (pendidikan) pramuka, maka rasanya sangat pantas kalau kita membahasnya di tulisan kali ini. Pramuka yang selama ini hanya dianggap sebagai kegiatan ekstra kurikuler, sesungguhnya sangat berperan dalam membentuk kepribadian bangsa.

Terkait dengan pendidikan karakter yang saat ini semakin digalakkan, alangkah baiknya kita merevitalisasi pramuka sebagai bagian dari pendidikan  karakter. Pramuka semestinya dimasukkan dalam pelajaran intra kurikuler seperti mata pelajaran olah raga.

Pendidikan pramuka sesungguhnya bisa menjadi media kaderisasi kaum muda untuk mempersiapkan diri sebagai calon pemimpin bangsa. Pemerintah, secara khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sebaiknya menyusun kurikulum khusus untuk pendidikan pramuka sebagai bagian dari pelajaran utama, bukan lagi hanya sebagai kegiatan ekstra kurikuler.

Selama ini kegitan pramuka terkesan kurang diminati oleh para pelajar atau siswa-siswi karena terkesan monoton alias itu-itu saja kegitannya.  Biasanya hanya diisi dengan pengetahuan tentang tali-temali, berbagai sandi dan kegiatan perkemahan yang berlangsung dalam bentuk persami (perkemahan sabtu minggu di sekolah) atau perkemahan di luar sekolah  yang berlangsung di bumi perkemahan.  Kadang ada juga yang sedikit beruntung bisa terlibat dalam jambore daerah atau jambore nasional.

Untuk merevitalisasi, sudah saatnya (pendidikan) pramuka dimasukkan dalam pelajaran utama, dalam seminggu mungkin bisa diberi jatah 2 jam pelajaran.  Sebagai bentuk kaderisasi,  pendidikan pramuka sebaiknya muatannya berjenjang sesuai dengan usia dan tahap perkembangan para pelajar atau siswa-siswi. Karena masuk dalam mata pelajaran utama maka secara otomatis semua pelajar atau siswa-siswi harus menempuh pendidikan ini.

Pendidikan pramuka idealnya dimulai pada kelas 4 Sekolah Dasar. Pada jenjang pendidikan kelas 4-6 SD, pelajaran bisa diisi dengan pengetahuan dasar pramuka, memperkenalkan sejarah pramuka, memaknai visi dan misinya serta menanamkan kecintaan pada pramuka. Sebagai pendidikan ketrampilannya bisa diisi dengan pengetahuan dan praktek tentang tali-temali, berbagai macam sandi dan tehnik dasar kegiatan perkemahan, di dalamnya tentu diisi juga dengan kegiatan refreshing bermain dan bernyanyi seperti yang selama ini dilakukan dalam kegiatan ekstra kurikuler. Sebagai praktek nyata kegiatan berkemah untuk tahap ini bisa dilakukan persami dulu di halaman atau lapangan sekolah.

Pada jenjang kelas 7-9 (SMP), pendidikan pramuka bisa dilanjutkan dengan ketrampilan berorganisasi. Para siswa-siswi mulai dilatih tehnik diskusi, rapat, debat dan pidato (public speaking) yang baik dan benar.  Tak ketinggalan pula latihan untuk dinamika kelompok, pemecahan masalah (problem solving) dan notulensi.  Untuk jenjang ini sudah mulai banyak kegitan yang dilakukan di luar sekolah, misalnya hiking dan atau camping di bumi perkemahan.

Selanjutnya bagi jenjang kelas 10-12 (SMA/SMK), pendidikan berlanjut dalam bentuk lebih banyak kegitan luar sekolah, yakni terjun dalam masyarakat. Kegiatan bisa dalam bentuk Kemah Bakti Sosial di pedesaan, Live In (satu siswa/i tinggal bersama satu keluarga di desa) selama 2 atau 3 hari atau kegiatan sosial kemasyarakatn yang lain khususnya di desa. Bagi sekolah-sekolah yang lokasinya memang sudah di desa dan siswa/i nya juga berasal dari desa setempat maka kegiatan sosial kemasyrakatan bisa dilakukan di kota.

Bagaimana dengan pendidikan pramuka di jenjang Perguruan Tinggi, apakah masih perlu? Tentu saja masih diperlukan. Dalam tahap ini mahasiswa/i dilatih tehnik penulisan untuk media massa. Bisa dalam bentuk untuk mengisi buletin kampus dan media massa mainstream (surat kabar atau majalah cetak) atau di media massa on-line yang sekarang semakin mudah dan efisien. Sedangkan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan bisa dilaksanakan lagi kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN), yang mana sejak era reformasi kegiatan ini hanya tinggal dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi tertentu saja. KKN bisa dilaksanakan 1 atau 2 bulan dengan lokasi terutama desa-desa tertinggal di luar Jawa. Selain itu mahasiswa/i juga bisa berlatih dan terlibat dalam kegiatan Team SAR.

Demikianlah sedikit sumbangsaran sederhana dalam rangka revitalisasi (pendidikan) pramuka. Semoga bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pihak-pihak terkait dalam rangka ikut mendukung pendidikan karakter demi kemajuan bangsa kita.

Salam pramuka penuh cinta.

***
Solo, Selasa 14 Agustus 2018
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko
ilustrasi: parokimbk 

Perang Kata-Kata











saat ambisi berkuasa menjerat diri
kepongahan membunuh suci nurani
memuji diri sendiri nan setinggi langit
mencela perbedaan sengit menggigit

seakan tak perlu menjaga martabat lagi
saling menghujat abaikan kerendahan hati
melupakan hakikat indah kasih persaudaraan
hanya demi saling berebut serakah kekuasaan

memfitnah untuk menjatuhkan martabat saingan
mengumbar dusta janji untuk memperoleh dukungan
inilah ironis politik praktis berkedok demokrasi kian semu
mestinya saling beradu prestasi bukan perang kata-kata palsu

waspadalah akan tebaran pesona atau kebencian kampanye belaka
tatkala ketulusan tergerus oleh kuat nafsu durjana serta angkara murka
jangan sampai wariskan sengsara serta duka nestapa untuk anak cucu kita

***
Solo, Selasa, 14 Agustus 2018. 8:09 am
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
antologi puisi suko
kompasiana
pepnews
ilustr: colourbox.com 

Jumat, 10 Agustus 2018

Terbuai Indah Gamelan Cinta















kuning keemasan kemilau tubuhmu merona
hadirkan naluriku untuk selalu engkau kupuja
mendengarkan alunan nadamu ibarat mantra
membawaku terbang di keagungan para dewa

irama lembut membawa hati kian bersambut
oleh belaian mesra keindahan nan memagut
dentang membahana membuatku terpesona
betapa dahsyat karya leluhur hiasi mayapada

tatkala kucoba memeluk dan mencumbumu
getaran sakral mengalir dalam permainanku
rasa damai membelai ketika engkau kumanja
gejolak membadai saat kusentak bergelora

tembang indah pesinden menggugah nurani
akan kebeningan sentuhan pujangga sejati
ditingkah gemulai pesona cantik para penari
laksana aku bercengkerama dengan bidadari

inilah karunia karya seni nan luapkan bangga
betapa kaya khasanah budaya asli nusantara
mencintaimu niscaya kehangatan tersendiri
memilikimu senantiasa rinduku kian lestari

***
Solo, Jumat, 10 Agustus 2018. 5:05 pm
'salam hangat penuh cinta'
Suko Waspodo
antologi puisi suko
kompasiana
pepnews
ilustr: Auke Sonnega