Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2018 sudah berlalu dan
hasilnya sudah kita ketahui. Secara keseluruhan hasilnya mengalami
penurunan. Beberapa pihak mengatakan bahwa tingkat kesulitan soal
terlalu tinggi, pihak yang lain lagi mengatakan materi yang yang
diujikan belum diajarkan di sekolah. Secara singkat terkesan bahwa pihak
guru tidak mau disalahkan.
Kita semua mengetahui bahwa semenjak
reformasi gaji Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk para guru,
mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Secara khusus para guru dan
dosen yang memenuhi kualifikasi, dibuktikan dengan sertifikasi guru dan
dosen, juga memperoleh tambahan tunjangan kesejahteraan yang cukup
besar nilai rupiahnya.
Sertifikasi dimaksudkan awalnya adalah
untuk meningkatkan kualitas guru dan dosen. Hal ini ditunjukkan dengan
keterlibatan mereka dalam seminar-seminar, penelitian, penulisan ilmiah
dan pengabdian masyarakat. Untuk memenuhi itu semua tentu saja cukup
menyita waktu serta tenaga, dan akibatnya waktu untuk pengajaran dan
pendampingan siswa-siswi berkurang.
Seharusnya sertifikasi
guru/dosen akan meningkatkan kualitas peserta didik (guru dan siswa),
guru mengajar semakin bermutu dan kualitas belajar siswa semakin baik,
tetapi faktanya hanya meningkatkan kesejahteraan (finansial) guru
tetapi kualitas belajar siswa menurun. Itu bisa kita lihat dari nilai
UNBK yang menurun drastis.
Penurunan kualitas hasil belajar
siswa-siswi ini diamati sebagai akibat dari kualitas kegiatan belajar
mengajar yang menurun. Para guru sibuk mengejar sertifikasi sedangkan
para siswa terbengkalai. Motivasi kerja para guru bukan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan tetapi hanya untuk meningkatkan
kesejahteraan pribadi.
Semua itu bisa kita lihat dari kegiatan belajar mengajar yang tidak tepat. Tidak terjadi transfer of knowledge
karena para guru tidak mau menjelaskan secara detail materi pelajaran
yang mereka ampu dan memaksa para siswa untuk belajar sendiri.
Siswa-siswi belum menguasai kemampuan dasar tetapi sudah dipaksa untuk
berimprovisasi. Para guru beralasan bahwa inilah penerapan student active learning
padahal sesungguhnya mereka merasa capek untuk mengajar karena pikiran
dan tenaga sudah terkuras untuk memenuhi tuntutan syarat sertifikasi.
Para
siswa belum saatnya untuk secara penuh menganalisis mata pelajaran
mereka. Secara psikologis belum saatnya usia para siswa SD sampai dengan
SMA/K dituntut belajar dengan sistem seperti di perguruan tinggi.
Memang
seharusnya melaksanakan penelitian, penulisan ilmiah, keterlibatan
dalam seminar-seminar serta pengabdian masyarakat adalah kewajiban
profesi pengajar, tanpa harus diiming-imingi dengan tunjangan
sertifikasi. Memang tidak mudah, tetapi itulah konsekwensi profesi ini.
Jangan menyamakannya dengan profesi lain yang hanya melulu profit oriented , kalau tidak mau disebut matre.
Kenyataan
menunjukkan pula bahwa banyak pemenuhan syarat sertifikasi hanya
terpenuhi di atas kertas. Penulisan ilmiah sering bukan karya sendiri,
penelitian hanya abal-abal, seminar diselengarakan tidak tepat guna dan
pengabdian masyarakat juga hanya seadanya. Hasil yang nyata terlihat
adalah peningkatan barang konsumtif para guru, antara lain mampu membeli
mobil, motor baru, rumah baru dan bahkan (maaf) isteri baru. Ironis,
para guru semakin sejahtera, para siswa merana.
Sebaiknya
peningkatan kualitas para guru melalui sertifikasi ini ditinjau kembali.
Peningkatan kesejahteraan melaui kenaikan gaji atau tunjangan tentu
saja baik dan bermanfaat tetapi harus disertai peningkatan kualitas
guru yang utama dalam kegiatan belajar mengajar. Para siswa-siswi tidak
boleh menjadi korban.
Tulisan sederhana ini pasti tidak
mengenakkan hati para guru, khususnya penerima tunjangan sertifikasi,
tetapi pasti kita semua sepakat bahwa para guru adalah ujung tombak
peningkatan kualitas pendidikan. Pendikan yang berkualitas niscaya
menjadi kunci utama kemajuan bangsa ini.
Memang kenyataannya
berat tugas para guru. Oleh sebab itu bagi siapa pun yang merasa
terlanjur dan merasa berat menjadi guru, sebaiknya berganti profesi lain
saja. Masih banyak diantara kita yang mau dan sanggup menjadi guru
sejati demi kemajuan para siswa-siswi khususnya serta kemajuan negeri
ini pada umumnya. Merdeka !
Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Rabu, 30 Mei 2018
Suko Waspodo
ilustrasi: infonawacita.com
0 comments:
Posting Komentar