Tajuk tulisan ini mungkin terasa berlebihan, namun di era keterbukaan
saat ini kiranya penting untuk menyegarkan kembali makna kerendahan
hati. Kebebasan berekspresi yang telah kita raih kembali kadang
memunculkan sikap kesombongan yang kebablasan dan cenderung menjadi
pongah, merasa paling pintar dan paling benar. Pelecehan, 'pembullyan',
pemutarbalikan fakta, fitnah seakan menjadi hal yang biasa dilakukan.
Lebih memprihatinkan lagi itu semua justru sering dilakukan oleh mereka
yang seharusnya menjadi teladan bagi orang lain.
Kalau kita
mendengar kata kerendahan hati, yang biasanya terbayang adalah sikap
orang yang tidak berani, cepat-cepat mengalah kalau berhadapan dengan
orang yang berkedudukan tinggi, suka menjilat, tidak sanggup mengambil
dan membela suatu pendirian, merendahkan diri dan lain sebagainya.
Namun, sikap-sikap ini sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan
kerendahan hati.
Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita
merendahkan diri, melainkan bahwa kita melihat diri kita secara apa
adanya. Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai
dengan kenyataannya. Orang yang rendah hati tidak hanya melihat
kelemahannya, melainkan juga kekuatannya.
Tetapi ia tahu bahwa
banyak hal yang dikagumi orang lain padanya bersifat kebetulan saja. Ia
sadar bahwa kekuatannya dan juga kebaikannya terbatas. Tetapi ia telah
menerima diri. Ia tidak gugup atau sedih karena ia bukan seorang manusia
super. Maka ia adalah orang yang tahu diri dalam arti yang sebenarnya.
Justru
karena itu semua orang yang rendah hati adalah pribadi yang kuat. Ia
tidak mengambil posisi berlebihan yang sulit dipertahankan kalau
ditekan. Ia tidak perlu takut bahwa kelemahannya 'ketahuan'. Ia sendiri
sudah mengetahuinya dan tidak menyembunyikannya.
Dalam bidang
moral kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar akan
keterbatasan kebaikan kita, melainkan juga bahwa kemampuan kita untuk
memberikan penilaian moral terbatas. Jadi bahwa penilaian kita masih
jauh dari sempurna karena hati kita belum jernih. Karena itu kita tidak
akan memutlakkan pendapat moral kita. Dengan rendah hati kita
betul-betul bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat
lawan, bahkan untuk seperlunya mengubah pendapat kita sendiri. Kita
sadar bahwa kita tidak tahu segala-galanya dan bahwa penilaian moral
kita sering digelapkan oleh pengaruh emosi-emosi dan ketakutan-ketakutan
yang masih ada dalam diri kita.
Kerendahan hati ini tidak
bertentangan dengan keberanian moral, melainkan justru prasyarat
kemurniannya. Tanpa kerendahan hati keberanian moral mudah menjadi
kesombongan atau kedok untuk menyembunyikan, bahwa kita tidak rela untuk
memperhatikan orang lain, atau bahkan bahwa kita sebenarnya takut dan
tidak berani untuk membuka diri dalam dialog kritis.
Kerendahan
hati menjamin kebebasan dari pamrih dalam keberanian. Tidak pernah kita
akan menyesuaikan diri dengan suatu desakan atau tekanan untuk melakukan
sesuatu yang kita yakini akan merugikan orang lain atau bertentangan
dengan tanggung jawab kita. Tetapi kita sadar bahwa penilaian kita
terbatas. Maka kita tidak memutlakkannya.
Apabila situasinya
memang sebenarnya belum begitu jelas, atau dalam hal-hal yang kurang
penting atau yang hanya menyangkut diri kita sendiri saja, kita bersedia
untuk menerima, menyetujui dan kemudian mendukung pendapat orang lain.
Kita tidak merasa kalah, kalau pendapat kita tidak menang.
Justru
orang yang rendah hati sering menunjukkan daya tahan yang paling besar
apabila betul-betul harus diberikan perlawanan. Orang yang rendah hati
tidak merasa diri penting dan karena itu berani untuk mempertaruhkan
diri apabila ia sudah meyakini sikapnya sebagai tanggung jawabnya.
Seperti
makna pepatah ilmu padi 'semakin besar dan berisi, batang padi semakin
merunduk', semakin kita menjadi pribadi yang berkualitas serta hebat
kita justru semakin rendah hati. Demikianlah sekedar ulasan kecil untuk
sekedar berbagi penyegaran demi peningkatan keharmonisan relasi kita
dengan orang lain dalam masyarakat yang semakin bebas dan terbuka.
Semoga bisa menjadi sarana kita untuk reaktualisasi kerendahan hati.
Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Jumat, 13 Juli 2018
Suko Waspodo
ilustrasi: dokpri
0 comments:
Posting Komentar