Welcome...Selamat Datang...

Jumat, 03 Agustus 2018

Reaktualisasi Kerendahan Hati


Tajuk tulisan ini mungkin terasa berlebihan, namun di era keterbukaan saat ini kiranya penting untuk menyegarkan kembali makna kerendahan hati. Kebebasan berekspresi yang telah kita raih kembali kadang memunculkan sikap kesombongan yang kebablasan dan cenderung menjadi pongah, merasa paling pintar dan paling benar. Pelecehan, 'pembullyan', pemutarbalikan fakta, fitnah seakan menjadi hal yang biasa dilakukan. Lebih memprihatinkan lagi itu semua justru sering dilakukan oleh mereka yang seharusnya menjadi teladan bagi orang lain.

Kalau kita mendengar kata kerendahan hati, yang biasanya terbayang adalah sikap orang yang tidak berani, cepat-cepat mengalah kalau berhadapan dengan orang yang berkedudukan tinggi, suka menjilat, tidak sanggup mengambil dan membela suatu pendirian, merendahkan diri dan lain sebagainya. Namun, sikap-sikap ini sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan kerendahan hati.

Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri, melainkan bahwa kita melihat diri kita secara apa adanya. Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya. Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya, melainkan juga kekuatannya. 

Tetapi ia tahu bahwa banyak hal yang dikagumi orang lain padanya bersifat kebetulan saja. Ia sadar bahwa kekuatannya dan juga kebaikannya terbatas. Tetapi ia telah menerima diri. Ia tidak gugup atau sedih karena ia bukan seorang manusia super. Maka ia adalah orang yang tahu diri dalam arti yang sebenarnya.

Justru karena itu semua orang yang rendah hati adalah pribadi yang kuat. Ia tidak mengambil posisi berlebihan yang sulit dipertahankan kalau ditekan. Ia tidak perlu takut bahwa kelemahannya 'ketahuan'. Ia sendiri sudah mengetahuinya dan tidak menyembunyikannya.

Dalam bidang moral kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar akan keterbatasan kebaikan kita, melainkan juga bahwa kemampuan kita untuk memberikan penilaian moral terbatas. Jadi bahwa penilaian kita masih jauh dari sempurna karena hati kita belum jernih. Karena itu kita tidak akan memutlakkan pendapat moral kita. Dengan rendah hati kita betul-betul bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat lawan, bahkan untuk seperlunya mengubah pendapat kita sendiri. Kita sadar bahwa kita tidak tahu segala-galanya dan bahwa penilaian moral kita sering digelapkan oleh pengaruh emosi-emosi dan ketakutan-ketakutan yang masih ada dalam diri kita.

Kerendahan hati ini tidak bertentangan dengan keberanian moral, melainkan justru prasyarat kemurniannya. Tanpa kerendahan hati keberanian moral mudah menjadi kesombongan atau kedok untuk menyembunyikan, bahwa kita tidak rela untuk memperhatikan orang lain, atau bahkan bahwa kita sebenarnya takut dan tidak berani untuk membuka diri dalam dialog kritis.

Kerendahan hati menjamin kebebasan dari pamrih dalam keberanian. Tidak pernah kita akan menyesuaikan diri dengan suatu desakan atau tekanan untuk melakukan sesuatu yang kita yakini akan merugikan orang lain atau bertentangan dengan tanggung jawab kita. Tetapi kita sadar bahwa penilaian kita terbatas. Maka kita tidak memutlakkannya. 

Apabila situasinya memang sebenarnya belum begitu jelas, atau dalam hal-hal yang kurang penting atau yang hanya menyangkut diri kita sendiri saja, kita bersedia untuk menerima, menyetujui dan kemudian mendukung pendapat orang lain. Kita tidak merasa kalah, kalau pendapat kita tidak menang.

Justru orang yang rendah hati sering menunjukkan daya tahan yang paling besar apabila betul-betul harus diberikan perlawanan. Orang yang rendah hati tidak merasa diri penting dan karena itu berani untuk mempertaruhkan diri apabila ia sudah meyakini sikapnya sebagai tanggung jawabnya.

Seperti makna pepatah ilmu padi 'semakin besar dan berisi, batang padi semakin merunduk', semakin kita menjadi pribadi yang berkualitas serta hebat kita justru semakin rendah hati. Demikianlah sekedar ulasan kecil untuk sekedar berbagi penyegaran demi peningkatan keharmonisan relasi kita dengan orang lain dalam masyarakat yang semakin bebas dan terbuka. Semoga bisa menjadi sarana kita untuk reaktualisasi kerendahan hati.

Salam damai penuh cinta.

***
Solo, Jumat, 13 Juli 2018
Suko Waspodo 
ilustrasi: dokpri

0 comments:

Posting Komentar