TV One memang beda, itulah kenyataannya. Berita yang disampaikan ,
khususnya politik, sering tidak independen. Acara andalannya sepertinya
hanya Indonesian Lawyer Club (ILC) dan inilah yang menunjukkan
keberbedaannya. Keberbedaan yang bermutu namun rendah.
Awalnya
agak males membahas tentang kebusukan acara ini, namun begitu melihat
apa yang disampaikan oleh Ratna Sarumpaet pada ILC dengan tagar
#ILCPerangSocmed Selasa lalu membuat saya gemas untuk menuliskannya di
sini.
Mengapa baru saya ulas sekarang? Jujur karena pada awalnya
saya tidak mau peduli dengan acara yang satu ini tetapi karena
menyinggung tentang hubungan Joko Widodo, kepala negara yang sangat saya
hormati, dengan ibundanya maka saya akan mempermasalahkannya. Dengan
melalui permenungan beberapa hari, akhirnya akan saya paparkan
kegelisahan saya terhadap peristiwa acara tersebut di tulisan ini.
Apa
urgensinya Ratna Sarumpaet meminta agar dicocokkan DNA presiden Jokowi
dengan ibundanya? Pertama, tema acara tersebut adalah perang media
sosial tetapi mengapa dia mempermasalahkan hubungan Jokowi dengan
ibundanya. Ini sungguh out of topic dan keterlaluan. Kemudian
apa haknya dia menyoal masalah DNA seseorang, apalagi ini tentang
seorang presiden dari negara berdaulat yang sah dipilih oleh rakyat
melalui pemilu.
Seandainya kebencian Ratna Sarumpaet kepada Jokowi
begitu mendalam, mengapa mesti dia ungkapkan di acara tersebut. Apakah
karena acara tersebut mungkin ditonton oleh jutaan orang lalu dia
mengunakan kesempatan tersebut untuk mengumbar kebencian? Sungguh
sinting dan kurang kerjaan perempuan yang satu ini.
Lalu apa
masalahnya dengan DNA atau hubungan darah antara Jokowi dengan
ibundanya? Seandainya Jokowi tidak mempunyai hubungan darah dengan
ibundanya, apa persoalannya? Seandainya Jokowi hanya anak pungut dan
yatim piatu atau tidak jelas asal keturunannya, apakah juga perlu
dipersoalkan?
Ratna Sarumpaet yang justru harus dipertanyakan
apakah dia masih waras dan layak sebagai narasumber. Nara sumber suatu
acara talk show politik, yang kadang dipakai bahan perbincangan orang
awam, seharusnya bukan orang yang 'ascot', asal mbacot. Ratna Sarumpaet sebagai nara sumber yang 'ascot' harus mempertanggungjawabkan apa yang dia katakan.
Karni
Ilyas dan secara khusus TV One juga harus bertanggung jawab dengan
masalah ini. Karni Ilyas sejujurnya pernah menjadi wartawan idola saya
saat dia masih di majalah Tempo dan Forum. Ulasannya selalu tajam namun
independen. Tetapi sejak dia menjadi moderator ILC dan memasuki tahun
politik kali ini, dia menjadi seorang pengadu domba. Nara sumber yang
nyerocos ngomong busuk dan ngaco tidak dihentikan, dibiarkan mengumbar
kebohongan dan fitnah.
Era kebebasan pers memang sudah dinikmati
oleh berbagai media, termasuk televisi, namun bukan berarti lalu boleh
seenaknya sendiri membunuh karakter seseorang, apalagi seorang presiden.
Andai ucapan yang disampaikan Ratna Sarumpaet terjadi di era orde baru
atau Jokowi seorang yang pemarah pasti Ratna Sarumpaet sudah habis dan
dibui atau hilang dari muka bumi. Demikian pula Karni Ilyas akan selesai
karirnya dan TV One akan dicabut ikin siarannya.
Sungguh dalam
hal ini saya berharap Komisi Penyiaran Indonesia memberi sanksi kepada
TV One, khususnya keberlangsungan acara ILC. Semoga hukum yang berlaku
juga dikenakan pada siapa pun yang memfitnah atau menghina presiden.
Tetapi harapan hanya tinggal harapan, entah apa yang akan terjadi
selanjutnya.
***
Solo, Sabtu, 25 Agustus 2018
'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko
ilustrasi: youtube
0 comments:
Posting Komentar