Media komunikasi dan informasi berkembang demikian pesatnya sehingga
berdampak sangat dahsyat dalam peradaban masyarakat modern saat ini.
Sarana informasi yang dimulai dengan sangat primitif lewat
tulisan-tulisan di batu atau daun lontar telah berubah menjadi media
informasi digital yang seolah tanpa batas. Disebabkan kemajuan tersebut
informasi dalam berbagai bentuk begitu mudah diperoleh atau pun
disebarkan. Informasi yang benar maupun hoax begitu massive membanjiri media informasi saat ini.
Hampir
setiap individu yang telah mampu menguasai sarananya bisa menjadi
"wartawan", dalam istilah media informasi modern disebut "citizen
journalist" atau diterjemahkan "pewarta warga". Selanjutnya yang menjadi
persoalan apakah para pewarta warga menyadari tanggungjawabnya manakala
berperan sebagai wartawan atau insan pers. Meskipun para pewarta warga
bukan insan pers yang sejati, karena bukan wartawan media mainstream,
tak ada salahnya apabila mereka memahami dan melaksanakan 'etos
kebenaran pers'. Hal ini penting, paling tidak agar masyarakat tidak
semakin diracuni oleh informasi yang menyesatkan dan mengacaukan.
Fungsi
utama pers dalam masyarakat adalah yang paling fundamental menyajikan
informasi. Supaya semua anggota masyarakat dapat mengorientasikan diri,
mereka memerlukan informasi yang lengkap, teliti dan tepat. Itulah
informasi yang diharapkan dari pers dan demikian pula sebaiknya dari
pewarta warga.
Harapan itu dapat kita rumuskan sebagai tuntutan
dasar etika pers dalam kalimat: tanggung jawab pers yang paling
fundamental adalah tanggung jawab terhadap kebenaran.
Rumusan ini
barangkali kedengaran kolot atau kadaluwarsa. Manusia di zaman sekarang
tidak begitu suka akan kata-kata luhur seperti 'kebenaran'. Namun jika
apa yang pernah dituangkan dalam kata-kata luhur tersebut semakin
digerogoti oleh segala macam kepentingan yang berkepentingan dengan apa
saja kecuali dengan kebenaran, maka kita merasa perlu untuk merumuskan
kembali pandangan itu dengan tegas.
Kita semua pasti sependapat
bahwa tanggung jawab dasar pers adalah menyajikan kebenaran. Etos dasar
pers tidak lain adalah etos kebenaran. Apa pun yang disajikan pers harus
benar. Pers harus merasa terlibat terhadap kebenaran. Pers mempunyai
dan boleh mempunyai bermacam tujuan dan harapan, namun tak pernah tujuan
dan harapan itu boleh dikejar dengan menyampingkan kebenaran. Kebenaran
adalah prasyarat etis bagi segala usaha pers.
Semua harapan dan
tujuan lain seperti agar pers mendukung perkembangan masyarakat,
menggelorakan semangat pengabdian, mempertebal rasa tanggung jawab
masyarakat, menyebarluaskan kebudayaan nasional, dan sebagainya adalah
baik dan penting serta sangat perlu ditegaskan kembali, tetapi hanya
dapat mempertahankan martabat moralnya kalau dijalankan sesuai dengan
etos dasar pers: pers wajib untuk menyajikan kebenaran, seluruh kebenaran, selalu, dengan sebenar-benarnya.
Tanpa
didasari etos kebenaran segala maksud baik yang ingin dicapai melalui
pers terkena kanker korupsi mental karena dirusak oleh kebodohan. Itulah
sebabnya, kita sependapat, bahwa pers pertama-tama bertanggung jawab
terhadap kebenaran.
Kebenaran berarti: memberitakan keadaan yang
sebenarnya. Kebenaran, pengetahuan tentang keadaan yang sebenarnya,
adalah salah satu nilai paling vital dan oleh sebab itu paling
fundamental bagi manusia. Berhubung aparatur instingual manusia sangat
lemah, maka ia harus mencari jalannya sendiri dalam dunia. Maka
pengetahuan yang tepat tentang realitas daripadanya ia harus hidup,
merupakan kebutuhan dasar manusia. Titik tolak segala usaha rasional
manusia adalah pengetahuannya yang tepat tentang apa yang ada.
Hormat
terhadap kebenaran berarti hormat terhadap manusia sendiri. Dan tidak
menghormati kebenaran berarti menghina manusia. Seratus kalimat bagus
tentang tanggung jawab pers tidak akan menghilangkan rasa jijik kalau
dengan kata-kata itu ditutup dosa terhadap kebenaran. Siapa yang
menggerogoti kebenaran berarti menggerogoti martabat manusia sebagai
makhluk yang berakal budi.
Kesanggupan untuk memahami kebenaran
merupakan mahkota manusia yang membedakannya dari makhluk-makhluk lain.
Hormat terhadap kebenaran sekaligus menunjukkan suatu etos kebebasan.
Karena dengan menyajikan kebenaran kita menghormati kesanggupan manusia
untuk mengambil sikap sendiri terhadap realitas. Kita memperlakukan dia
sebagai manusia yang dewasa.
Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa
menutup-nutupi kebenaran dengan kedok melindungi orang atau demi
lepentingan dia itu sendiri, merupakan manipulasi terhadap martabat
manusia sebagai makhluk yang oleh Sang Pencipta dikaruniai akal budi.
Mengelak dari kebenaran, tidak menyajikan apa yang benar, melainkan
dengan sengaja memberi gambaran yang miring, yang telah dipermak, juga
tidak dihalalkan apabila dijalankan dengan tujuan yang baik. Tujuan
tidak menghalalkan sarana. Maksud baik tidak menghalalkan kebohongan.
Sikap
itu adalah semacam paternalisme, seakan-akan pers mempunyai hak untuk
menentukan apa yang boleh diketahui oleh masyarakat dan apa yang tidak.
Sikap "kami memilih untuk anda" dan we know best what's good for the people
bagi kita itu menunjukkan pandangan rendah terhadap pembaca, pandangan
rendah mana juga merendahkan yang memandang demikian itu sendiri.
Masyarakat
berhak untuk menentukan sendiri sikapnya terhadap realitas. Masyarakat
berhak atas kebenaran yang enak dan yang tidak enak, yang sesuai dengan
harapannya dan yang tidak, yang menunjang apa yang dianggap sebagai
pendapat umum dan yang bertentangan dengannya.
Nah, dengan paparan
sederhana di atas kiranya jelas harus bagaimanakah perilaku pers. Tak
terkecuali dalam hal ini juga para pewarta warga. Kemajuan media
informasi modern serta kebebasannya tidak dengan serta merta
menyampingkan kebenaran. Semoga.
Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Sabtu, 9 Juni 2018
Suko Waspodo
ilustrasi: PortalBerita
0 comments:
Posting Komentar