Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara
konstitusional maupun inkonstitusional. Di samping itu politik juga
dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain: politik
adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama (teori klasik Aristoteles).
Lalu bagaimanakah politik ala
"wong Jawa"? Memang belum populer istilah ini. Namun apabila kita
cermati manuver politisi Indonesia, khususnya presiden Joko Widodo dan
para mantan presiden yang berasal dari suku Jawa (minus Habibie yang
bukan orang Jawa), akan terasa kekhasannya.
Pengaruh perilaku
orang Jawa yang sedikit tertutup, kalau tidak mau mengatakan tidak
ingin menyombongkan diri dan rendah hati, memang sangat spesifik. Cara
orang jawa membawa Keris yang disisipkan di ikat pinggang tetapi di
bagian punggung sehingga tidak terlihat dari depan menunjukkan
kerendahhatian sikap. Senjata tidak perlu dipamerkan karena tidak ingin
mengundang permusuhan atau perilaku kekerasan.
Diplomasi politik
selalu dilakukan dengan prinsip persaudaraan. Kebijakan politik tidak
perlu dilakukan secara pongah dan meledak-ledak. Menyikapi perbedaan
pandangan politik dengan sabar, prinsip tidak adigang adigung adiguna.
Tidak memposisikan diri sebagai yang paling penting dan melecehkan
orang lain. Kebaikan bersama harus diraih dengan kelemahlembutan,
kerendahhatian dan kekeluargaan.
Bung Karno memang tidak terlalu
kuat gaya Jawanya,masih banyak kena pengaruh perilaku politisi barat.
Ini mungkin karena dia tumbuh dalam alam penjajahan barat. Selain itu
juga pengaruh dari pendidikan ala barat serta pemikiran para tokoh besar
dari banyak buku yang dia baca. Kita tahu Soekarno adalah seorang kutu
buku. Namun demikian pendekatan kerakyatan dia sangat khas orang Jawa
yang 'andhap asor' alias rendah hati.
Soeharto, meski berlatar
belakang militer, namun memiliki karakter yang sedikit tertutup.
Kebijakan-kebijakan politiknya tidak meledak-ledak. 'Keris', kekuasaan,
baru digunakan pada saat yang tepat. Suka tidak suka Soeharto adalah
contoh politisi Jawa yang hebat.
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur juga memiliki gaya politik wong
Jawa. Walau pun berlatar belakang pesantren yang sangat kuat tetapi
pendekatan politik dengan gaya bercandanya yang khas sungguh dicintai
rakyat. Sayang dia hanya sebentar memimpin negeri ini, meskipun demikian
banyak perubahan yang dilakukan sehingga mencerminkan terjadinya
reformasi di pemerintahan negeri ini.
Megawati, sebagai presiden
wanita pertama negeri ini memiliki pendekatan kerakyatan yang sangat
khas orang Jawa. Semangat mahaenisme yang diwarisi dari bapaknya sampai
saat ini sangat kental membekas. Gaya memimpin keibuan mewarnai kekhasan
politik Jawa yang ada.
Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY juga
memiliki manuver politik yang sangat khas jawa. Hanya sayangnya adalah
perilaku orang jawa yang kurang positif, yakni 'adol welas'. Adol welas
adalah perilaku minta dikasihani seolah-olah sedang dizolimi, padahal
sesungguhnya adalah gerak-gerik untuk menutupi kebusukan.
Joko Widodo atau yang populer dipanggil Jokowi adalah contoh politisi dan bahkan negarawan yang hampir sepenuhnya khas wong
Jawa. Dalam setiap kesempatan dia terkesan menghindari pembicaraan
politik praktis, dia lebih senang berbicara tentang kerja, kerja dan
kerja. Sikap sederhananya tercermin dari sikap politiknya yang tidak
banyak gembar-gembor. Para pengamat politik menyebutnya gaya politik
senyap. Namun dibalik sikapnya yang tidak banyak kata tersimpan
pemikiran yang waskita, cerdas dan starategis, yang selanjutnya
terwujud dalam keputusan-keputusan serta pelaksanaan tugas
kepemimpinannya yang sangat pro rakyat kecil.
Gaya kepemimpinan dan politik Jokowi adalah kombinasi sempurna para presiden wong Jawa
pendahulunya. Joko Widodo merupakan seorang negarawan sejati yang
lengkap. Sederhana, rendah hati, semangat bekerja serta mencintai dan
dicintai rakyat.
Politik ala wong Jawa memang bukan yang
terbaik, namun setidaknya sampai saat ini merupakan cara yang paling pas
untuk mengelola negeri yang multi etnis dan multi kultur ini. Merdeka !
Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Senin, 23 Juli 2018
Suko Waspodo
ilustr: manaberita.com
0 comments:
Posting Komentar