Situasi intoleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini
memang sungguh semakin mencemaskan. Sedikit saja terjadi perbedaan cara
bersosialisasi, perbedaan pendapat, perbedaan penafsiran maupun
perbedaan sudut pandang dalam menyikapi persoalan bisa berimbas pada chaos.
Kemarahan
gampang tersulut dan selanjutnya pengerahan massa menjadi cara
melampiaskannya. Mayoritas kebengisan menjadi senjata untuk memaksakan
kehendak dan memusuhi perbedaan.
Apabila kita sudah merasa menjadi
diri yang hidup beradab semestinya pemaksaan kehendak tidak perlu
terjadi. Akibat dari hal ini sebegitu parah dan mencemaskan, hingga
banyak pihak serta komunitas perlu mengingatkan kembali tentang
pentingnya menghargai perbedaan dan keberagaman.
Pendidikan mulai
dari tingkat dasar secara terencana mengadakan aksi kunjungan ke
rumah-rumah ibadat dari berbagai agama yang hidup di negeri ini.
Menggalakkan kesadaran untuk menghargai kehidupan beragama, khususnya
peribadatan yang dijalankan oleh masing-masing umat agama yang ada.
Sungguh kegiatan yang bagus demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Terkait
ritual ibadatnya, masing-masing aktifitas keagamaan sampai-sampai harus
membuat tema khusus untuk mengingatkan pentingnya menghargai perbedaan
dan keberagaman. Haruskah sampai sedemikian sibuk dan ribetnya? Bahkan
pemerintah pun sampai harus mengeluarkan peringatan pelarangan
penggunaan rumah ibadat untuk kegiatan berpolitik praktis.
Sesungguhnya
sikap mempermasalahkan perbedaan alias intoleransi tidak harus terjadi
di negeri ini. Semenjak negeri ini dibentuk kita semua tahu bahwa
keberagaman menjadi pondasinya. Dasar negara Pancasila dan semboyan
Bhineka Tunggal Ika sudah final menjadi kesepakatan kita bersama dalam
rangka menjaga keutuhan NKRI.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang
paling sempurna sesungguhnya kita menyadari bahwa perbedaan adalah
sebuah keniscayaan yang tak bisa kita sangkal atau kita tolak. Tuhan
menciptakan kita dengan keunikan pribadi kita masing-masing sesuai
dengan kehendak-Nya. Tak ada satupun dari kita yang diciptakan sama
persis dalam ujud diri, talenta maupun karakternya. Yang pasti dan jelas
sama adalah bahwa kita menghirup udara yang sama dan tinggal di bumi
yang sama. Itulah yang dihayati dan diimani oleh semua pemeluk agama apa
pun yang ada di dunia ini.
Tuhan memang memberi manusia satu
karunia yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh ciptaan-Nya yang lain,
yakni kehendak bebas. Namun dengan karunia kehendak bebas inilah manusia
lalu sering bertindak seenaknya. Jika demikian, apakah lalu kita
menyalahkan Sang Pecipta atas karunia itu? Tentu saja tidak.
Kita
tidak bisa membayangkan hidup kita seandainya tanpa karunia kehendak
bebas, kita akan menjadi seperti robot-robot yang tak memiliki jatidiri
dan tidak mampu bertindak menurut keputusan kita sendiri. Jadi kita
wajib mensyukuri karunia itu dan itulah yang memunculkan keberagaman
dalam kehidupan.
Di sisi lain, karunia kehendak bebas memunculkan
sikap egois mau menang sendiri. Dengan kebebasannya sebagian manusia
terus berusaha meraih ambisinya, secara khusus ambisi kekuasaan. Ambisi
kekuasaan inilah yang menimbulkan sikap intoleransi berkembang di
masyarakat kita.
Dengan penyelewengan dalam memaknai politik,
ambisi kekuasaan semakin berkembang. Agama digunakan sebagai kendaraan
politik. Perbedaan tidak dikembangkan sebagai sesuatu yang dihargai dan
diterima sebagai keniscayaan melainkan justru dipersoalkan demi meraih
kekuasaan kelompok tertentu. Perbedaan dan keberagaman digunakan oleh
para politisi busuk berorientasi kekuasaan sebagai sarana untuk mengadu
domba dan kemudian berlagak sebagai pahlawan penyelamat.
Jadi,
sesungguhnya yang bermasalah bukanlah para generasi muda dan lalu harus
dibuat repot untuk ikut berkampanye gerakan menghargai perbedaan seperti
tersebut di atas. Karena sesungguhnya dalam pendidikan mereka sejak
awal sudah dibukakan wawasannya tentang perbedaan.
Pemahaman
tentang perbedaan dan keberagaman berlangsung dalam pendidikan karakter
dan juga dalam kehidupan beragama masing-masing. Memang dalam perjalanan
hidup kita, faktanya para politisi busuklah yang menebar racun
intoleransi.
Dengan kondisi yang seperti ini maka seharusnya gerakan kita sebaiknya justru lebih terfokus memerangi secara massive para politisi busuk. Kita harus peka terhadap hasutan-hasutan yang intoleran dan memecah belah bangsa.
Ambisi
kekuasaan para politisi busuk harus kita hadapi dengan sikap kritis,
terus menerus mendidik diri dengan tidak mudah tersulut emosi dan
terpecah belah. Mendukung pemerintah yang sah yang sudah nyata berusaha
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta semakin memperbaiki
kesejahteraan rakyat.
Perbedaan, keberagaman dan kebebasan harus
kita maknai dan hayati sebagai karunia yang luar biasa. Kita mesti
bersyukur dengan keberagaman yang ada. Keberagaman sesungguhnya menjadi
dasar terbentuknya mozaik indah kehidupan. Merdeka!!!
***
Solo, Senin, 16 April 2018
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
ilustrasi: satuislam.org
0 comments:
Posting Komentar