Tanggal 17 Agustus 2018 semakin dekat, batas waktu pendaftaran bakal
capres 2019, PS belum juga mendeklarasikan dirinya sebagai calon
presiden. Bahkan bila dikaitkan dengan rakornas partainya bulan April
ini, dia buru-buru menyatakan bahwa dia belum ada niat untuk mencalonkan
diri. "Belum ada tiket.." katanya.
PS tampaknya semakin galau,
ketika partai koalisi permanennya, bukannya membangun citra dirinya
dengan tagar #PSpresiden2019, tetapi justru malah memviralkan tagar
#gantipresiden.
Situasi ini menunjukkan partai koalisinya sendiri
ragu dengan dia dan ada kemungkinan memisahkan diri dari koalisi meski
juga tidak tahu harus mencalonkan siapa nanti.
Untuk lebih mengetahui penyebab selengkapnya dari situasi galau PS ini ada baiknya kita ikuti wawancara imajiner berikut ini:
Wartawan:
"Mengapa partai bapak belum mendeklarasikan bapak sebagai capres 2019 nanti?"
PS:
"Persoalan
terberatnya, hasil survey selama ini selalu menempatkan nama saya di
bawah Jokowi. Meski saya sudah mencoba mencuri perhatian dengan membaca
novel fiksi, tapi tetap saya tidak mampu menyalip Jokowi."
Wartawan:
"Bagaimana dengan peran partai koalisi bapak?"
PS:
"Partai
koalisi permanen dan partai anti Jokowi, sepertinya melihat bahwa tidak
ada masa depan dengan terus mendukung saya. Mereka sekarang fokus pada
hasil survey yang menunjukkan ada 20 sampai 30 persen responden yang
belum menentukan pilihan presiden atau masih merahasiakan siapa calon
pemimpin mereka. Itulah yang ingin disasar koalisi dan partai pembenci
Jokowi sambil mencari siapa yang tepat untuk melawan Jokowi."
Wartawan:
"Apakah benar kabar yang beredar bahwa bapak atau pun partai bapak sudah kehabisan biaya?"
PS:
"Sesungguhnya
memang begitu. Sebelum ini, partai koalisi melihat adik saya sebagai
pendana utama partai. Dia, pernah dinobatkan oleh majalah Forbes tahun
2012, sebagai salah satu pria terkaya di Asia dengan nilai kekayaan 8,5
triliun rupiah. Namun permasalahan bisnis terus mendera adik, apalagi
pada tahun 2014 lalu, dia sudah mengeluarkan begitu banyak dana untuk
mencoba memenangkan saya yang akhirnya kalah. Kita tahu bahwa untuk
pemilihan presiden di negeri ini, untuk memenangkan capres, bisa
menghabiskan dana triliunan rupiah. Bahkan ada seorang pengamat
menghitung sampai 7 triliun rupiah."
Wartawan:
"Tetapi
bukankah adik bapak pernah mengatakan bahwa kesehatan dan logistik jadi
pertimbangan untuk menjadikan bapak sebagai capres? Meskipun beliau
kemudian buru-buru meralat bahwa logistik sudah siap dan aman."
PS:
"Aaahh...
tidak begitu kenyataannya. Jujur inilah yang membuat saya dan partai
saya galau. Saya dengar kegalauan ini menular ke satu partai koalisi
permanen saya. Bahkan sampai berantem di internal partai."
Wartawan:
"Lalu, bagaimana dengan pernyataan-pernyataan kontroversial anda selama ini?"
PS:
"Saya
pikir wajar kan kalau sebagai oposisi kami mengkritik pemerintah saat
ini, banyak yang mengira kami mencoba mencari gara-gara.
Pernyataan-pernyataan provokatif saya yang keluar di media massa adalah
untuk memancing keluar Jokowi dari sarangnya. Mulai dengan pernyataan
ada korupsi di proyek infrastruktur sampai pengibulan masalah pembagian
sertifikat tanah."
Wartawan:
"Sampai sebegitunya ya? Lalu bagaimana tanggapan presiden Joko Widodo?"
PS:
"Yaaahh
....itulah Jokowi, dia anteng saja. Bahkan cenderung mengejek saya
dengan menyuruh para penerima sertifikat untuk melambaikan sertifikat
yang dibagikan bersama-sama."
Wartawan:
"Baiklah
bapak, kami pikir cukup untuk wawancara eksklusif kali ini. Semoga usaha
bapak segera menemukan jalan terang. Dan terlebih lagi semoga
pemberitaan tidak diisi terus menerus dengan pernyataan-pernyataan
nyinyir partai bapak beserta koalisinya. Tetap semangat, bapak. Terima
kasih untuk waktunya."
PS:
"Sama-sama."
Demikianlah
sedikit wawancara imajiner yang bisa kita cermati. Mudah-mudahan bisa
menjadi gambaran yang semakin jelas tentang kualitas PS beserta
partainya serta partai koalisinya.
Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Jumat, 6 April 2018
Suko Waspodo
ilustrasi: solopos.com
0 comments:
Posting Komentar