Dalam buku The World of Silence (Dunia Keheningan), Picard
mengamati bahwa dalam keheningan kita terhubung dengan generasi masa
lalu dan generasi masa depan. Mungkin kita juga paham dengan peribahasa
'diam adalah emas'. Ada pula yang mengatakan bahwa diam adalah nilai
keutamaan manusia yang penting. Dan menurut masyarakat Afrika, salah
satu hal penting yang perlu diupayakan manusia adalah kemampuan untuk
berbicara secukupnya agar terbukalah kesempatan bagi keheningan yang
berguna bagi semua orang.
Diam, bagi orang Afrika asli bukanlah
sesuatu yang pasif atau vakum, juga bukan suatu keadaan tanpa kata dan
pembicaraan, melainkan suatu suara yang aktif dan positif yang mendorong
pemikiran dan refleksi yang dapat meningkatkan mutu pembicaraan
selanjutnya. Dalam diamlah, refleksi konstruktif tentang diri sendiri,
nilai dan makna hidup dimungkinkan.
Sementara itu, suara dianggap
sebagai kebalikan. Suara membuat kita mengabaikan kesulitan yang sedang
kita hadapi dan milik kita yang paling berharga, yaitu waktu dan diri
kita yang sejati. Memang, menghadapi ini kebenaran diri sendiri dan
menjadi jujur terhadap diri sendiri itu seringkali menyakitkan. Itulah
sebabnya kita kemudian mencari pelarian pada suara-suara untuk keluar
dari ketakutan menemukan kedalaman dari kekosongan kita. Singkatnya,
kita takut akan keheningan. Kita begitu takut untuk hanya bersama diri
sendiri dan merasuk pada diri yang terdalam.
Dalam kebijaksanaan
Aborigin Afrika, ada beberapa tingkatan nilai keheningan. Pertama,
disposisi untuk tetap diam menunjukkan kemampuan seseorang untuk
mengendalikan mulutnya dan kecenderungannya berbicara. Seseorang yang
telah dewasa haruslah mampu mengendalikan mulutnya, terutama ketika
sedang marah dan emosi.
Misalnya, kita haruslah diam ketika teman
kita sedang berbicara dalam kemarahan dan tak terkendali. Saatnya untuk
diam juga ketika kita sedang marah dan emosi tidak stabil. Secara
singkat, kebijaksanaan ini mengajak semua orang mengembangkan kemampuan
untuk tetap diam pada saat yang tepat. Ada saatnya untuk berbicara dan
ada saatnya untuk diam.
Kedua, diam pada tingkatan yang lain
adalah suatu kondisi yang sangat baik untuk mendengarkan dengan seksama.
Seorang pendengar yang baik adalah harta karun. Di zaman sekarang,
kemauan untuk mendengarkan dengan sungguh-sungguh jarang kita temukan.
Padahal, ini adalah nilai yang sangat penting bagi kita.
Kata-kata
yang diucapkan membutuhkan telinga yang mendengarkan, sama seperti
kata-kata yang tertulis membutuhkan mata yang membacanya. Mendengarkan
dalam keheningan sangat penting bagi hubungan antarmanusia. Pembicara
yang baik adalah ia yang menyediakan waktu hening juga ketika berbicara.
Jeda hening inilah yang mengandung kesempatan untuk berfikir dan
berefleksi.
Lebih lanjut, hening adalah unsur penting dari semua
praktik agama. Dalam pencarian akan Dia yang Mahabesar, pencapaian
spiritual yang sejati hanya bisa dicapai melalui introspeksi, yang
dilakukan dalam hening. Hanya dalam keheningan, hati seseorang bisa
berhadap-hadapan dengan dirinya dan berefleksi tentang
pertanyaan-pertanyaan penting, seperti Siapakah aku?
Maharai,
seorang komentator mistik abad ke-16, menjelaskan bahwa kegiatan
berbicara itu adalah aspek fisik manusia. Karena itulah, ketika
berbicara, aspek fisik lah yang mengendalikan kita. Diam, memungkinkan
dimensi spiritual kita mengambil alih kendali itu kembali.
Dari
sini kita mengambil kesimpulan bahwa kehidupan spiritual kita lebih
didorong oleh keheningan daripada pembicaraan. Oleh karena itu, tidak
ada hal yang lebih baik bagi tubuh kita selain keheningan.
Orang-orang
yang mau bertekun dalam kehidupan spiritual perlu melihat nilai
keheningan sebagai gladi bagi jiwa kita. Kendaraan kebijaksanaan adalah
keheningan, seperti yang dikatakan oleh Salomo, "Di dalam banyak bicara
pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal
budi."
Selain itu, Socrates juga mengingatkan kita, kehidupan yang
tidak direfleksikan tidaklah berarti untuk dijalani. Menyediakan waktu
khusus untuk bersama diri sendiri dan pikiran akan membantu kita untuk
menjajaki dunia diri kita yang terdalam. Inilah saat kita menembus diri
kita yang lebih dalam dan menempatkannya pada perspektif yang benar.
Dikatakan bahwa doa yang benar bukanlah ketika seseorang banyak
berbicara kepada Tuhan tetapi seseorang banyak mendengarkan Tuhan.
***
Solo, Jumat, 27 April 2018
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
ilustrasi: Lucie Ernestova
0 comments:
Posting Komentar