Welcome...Selamat Datang...

Kamis, 26 Juli 2018

Inilah Nasib Prabowo Subianto


*Sebuah Obrolan Imajiner*

Seperti biasanya, setiap waktu luang dan ingin santai, si Mukidi sama si Poltak sering nongkrong bareng di warung wedangan mbah Darmo. Dalam kesempatan seperti itu selalu saja ada bahan obrolan, mulai dari yang hal-hal sederhana tentang nyinyiran politik yang bertebaran di medsos hingga hal-hal penting yang dikerjakan oleh pemerintahan presiden Jokowi.

Kemarin malam ada obrolan yang cukup menarik yang aku sempatkan untuk mengupingnya. Kebetulan aku juga lagi menikmati segelas wedang teh jahe gepuk kegemaranku di warung itu.

Mukidi: "Bro, aku dengar kabar Partai Gerindra lagi ada masalah internal dan ada gerjala terjadi perpecahan ya?"

Poltak: (sambil menyeruput kopinya) "Yuuups... "Naga-naganya terbelah menjadi dua kubu. Kubu pertama adalah kubu Fadli Zon, yang berharap Prabowo tetap mencalonkan diri. Sedangkan kubu kedua adalah kubu Desmond J. Mahesa, yang mendukung Gerindra mencalonkan Gatot Nurmantyo sebagai Capres."

Mukidi: "Waahh...menarik ini. Bagaimana bisa begitu?"

Poltak: "Sejak awal, Desmond selalu berbicara di depan pers bahwa Prabowo merasa sudah tua, kurangnya elektabilitas dan lain-lain. Sedangkan Fadli Zon tetap bersikukuh bahwa Prabowo masih siap bertarung di Pilpres. Lalu situasi ini juga semakin diperkeruh oleh PKS, yang terlihat ingin Gatot menjadi Capres koalisi Gerindra-PKS. Itulah kenapa mereka sibuk dengan tagar #GantiPresiden daripada #PrabowoPresiden."

Mukidi: "Mengapa PKS bersikap seperti itu?"

Poltak: " Kamu tidak perlu heran bro. Kita semua tahu PKS selalu ijo matanya kalau urusan fulus. Hal ini berkaitan dengan logistik, yang menurut bisik-bisik tetangga, Gatot lebih kuat."

Mukidi: (sambil menyantap nasi kucing) "Lalu bagaimana nasib si Wowo?"

Poltak: "Posisi Prabowo memang dilematis. Gerindra memang tidak bisa bermain sendirian, mereka hanya punya 73 kursi di DPR, sedangkan syarat untuk mencalonkan Presiden haruslah 112 kursi. Nah, dengan PKS yang 40 kursi sebenarnya sudah cukup koalisi ini untuk mengusung Capres. Situasi ini dimanfaatkan PKS yang merasa diatas angin untuk menekan Prabowo supaya mundur saja. Tentu ada iming-iming yang membuat geleng-geleng kepala. Prabowo maju mundur dalam situasi ini.Mencalonkan diri sendiri tidak mungkin, karena PKS pasti berpaling."

Mukidi: "Wooow, pecah ndase..."

Poltak: "Aku pikir juga begitu. Dalam hal ini yang paling cemas tentu Fadli Zon, karena tanpa Prabowo dia bukanlah apa-apa, malah bisa ditendang oleh Desmond keluar arena."

Mukidi: "Kasihan si Fadli Zon, padahal sudah capek-capek nyocot dimana-mana demi Prabowo dan ambisinya."

Poltak: (nyeruput lagi kopinya sambil terkekeh) "Nanti dulu, tidak sesederhana itu.  Pada situasi yang membingungkan ini, datanglah LBP sebagai dewa penolong. Pertemuan keduanya di Grand Hyatt Jakarta kemarin menunjukkan bahwa ada kesamaan pikiran, jika Prabowo lah yang harus maju."

Mukidi: "Bagaimana caranya, bro?"

Poltak: "Inilah dunia politik praktis. Caranya harus mengawinkan Gerindra versi Prabowo dengan partai lain selain PKS. Naaahh, kan ada PKB, dimana Cak Imin sudah ngebet banget jadi Cawapres. Bermodal PKB 47 kursi, bila digabungkan dengan Gerindra, cukuplah bisa mencalonkan Prabowo dan Cak Imin sebagai Capres dan Cawapres 2019. Akhirnya cita-cita cak Imin jadi Cawapres akan terlaksana. Aku yakin pasti senang dia."

Mukidi: "PKS gigit jari dong?"

Poltak: "Nggak laaah... PKS akan gigit celana dalam. Mereka akan sibuk mencari koalisi selain Gerindra. Namun kita tahu itu berat karena dengan PAN tidak akan cukup kursi. PKS dan Demokrat juga tidak cukup, kecuali mereka gabung bertiga. Tetapi dengar-dengar nih, Demokrat sudah akan gabung ke Jokowi".

Mukidi: "Koq jadi seperti permainan catur begitu?"

Poltak: "Memang, kalau permainan catur ini berhasil, maka lawan tanding Pilpres 2019 tetap Jokowi vs Prabowo. Sedangkan Gatot harus mundur teratur dulu karena tidak cukup suara untuk diatur. PKS akan semakin terbelah di internal karena pihak Anis Matta semakin punya bukti bahwa PKS di tangan Shohibul Iman semakin lemah. Begitulah politik, tak ada pertemanan abadi."

Mukidi: "Lalu siapa yang paling kecewa dan menangis darah kalau ini terjadi, brotha?"

Poltak: (sambil menghabiskan kopinya) "Yaa.. yang di Saudi. Dia penginnya gagah muncul di 2019 nanti. Namun apa daya, dia mungkin sedang merobek-robek boneka Barbie sambil teriak dan menangis guling-guling, Lalu membayangkan diri terus sembunyi di sana sambil menikmati kencing onta sampai lima tahun berikutnya."

Semakin menarik saja situasi politik negeri ini. Tidak rugi nguping obrolan mereka, meski terkesan ringan dan santai tetapi ternyata membuat kita bertambah pemahaman terhadap situasi negeri ini. Merdeka !!!

***

Solo, Rabu, 11 April 2018
#2019TetapJokowi
Suko Waspodo
ilustrasi: Tribunnews.com

0 comments:

Posting Komentar