*Sebuah Obrolan Imajiner*
Seperti biasanya, setiap waktu luang
dan ingin santai, si Mukidi sama si Poltak sering nongkrong bareng di
warung wedangan mbah Darmo. Dalam kesempatan seperti itu selalu saja ada
bahan obrolan, mulai dari yang hal-hal sederhana tentang nyinyiran
politik yang bertebaran di medsos hingga hal-hal penting yang dikerjakan
oleh pemerintahan presiden Jokowi.
Kemarin malam ada obrolan yang
cukup menarik yang aku sempatkan untuk mengupingnya. Kebetulan aku juga
lagi menikmati segelas wedang teh jahe gepuk kegemaranku di warung itu.
Mukidi: "Bro, aku dengar kabar Partai Gerindra lagi ada masalah internal dan ada gerjala terjadi perpecahan ya?"
Poltak:
(sambil menyeruput kopinya) "Yuuups... "Naga-naganya terbelah menjadi
dua kubu. Kubu pertama adalah kubu Fadli Zon, yang berharap Prabowo
tetap mencalonkan diri. Sedangkan kubu kedua adalah kubu Desmond J.
Mahesa, yang mendukung Gerindra mencalonkan Gatot Nurmantyo sebagai
Capres."
Mukidi: "Waahh...menarik ini. Bagaimana bisa begitu?"
Poltak:
"Sejak awal, Desmond selalu berbicara di depan pers bahwa Prabowo
merasa sudah tua, kurangnya elektabilitas dan lain-lain. Sedangkan Fadli
Zon tetap bersikukuh bahwa Prabowo masih siap bertarung di Pilpres.
Lalu situasi ini juga semakin diperkeruh oleh PKS, yang terlihat ingin
Gatot menjadi Capres koalisi Gerindra-PKS. Itulah kenapa mereka sibuk
dengan tagar #GantiPresiden daripada #PrabowoPresiden."
Mukidi: "Mengapa PKS bersikap seperti itu?"
Poltak:
" Kamu tidak perlu heran bro. Kita semua tahu PKS selalu ijo matanya
kalau urusan fulus. Hal ini berkaitan dengan logistik, yang menurut
bisik-bisik tetangga, Gatot lebih kuat."
Mukidi: (sambil menyantap nasi kucing) "Lalu bagaimana nasib si Wowo?"
Poltak:
"Posisi Prabowo memang dilematis. Gerindra memang tidak bisa bermain
sendirian, mereka hanya punya 73 kursi di DPR, sedangkan syarat untuk
mencalonkan Presiden haruslah 112 kursi. Nah, dengan PKS yang 40 kursi
sebenarnya sudah cukup koalisi ini untuk mengusung Capres. Situasi ini
dimanfaatkan PKS yang merasa diatas angin untuk menekan Prabowo supaya
mundur saja. Tentu ada iming-iming yang membuat geleng-geleng kepala.
Prabowo maju mundur dalam situasi ini.Mencalonkan diri sendiri tidak
mungkin, karena PKS pasti berpaling."
Mukidi: "Wooow, pecah ndase..."
Poltak:
"Aku pikir juga begitu. Dalam hal ini yang paling cemas tentu Fadli
Zon, karena tanpa Prabowo dia bukanlah apa-apa, malah bisa ditendang
oleh Desmond keluar arena."
Mukidi: "Kasihan si Fadli Zon, padahal sudah capek-capek nyocot dimana-mana demi Prabowo dan ambisinya."
Poltak:
(nyeruput lagi kopinya sambil terkekeh) "Nanti dulu, tidak sesederhana
itu. Pada situasi yang membingungkan ini, datanglah LBP sebagai dewa
penolong. Pertemuan keduanya di Grand Hyatt Jakarta kemarin menunjukkan
bahwa ada kesamaan pikiran, jika Prabowo lah yang harus maju."
Mukidi: "Bagaimana caranya, bro?"
Poltak:
"Inilah dunia politik praktis. Caranya harus mengawinkan Gerindra versi
Prabowo dengan partai lain selain PKS. Naaahh, kan ada PKB, dimana Cak
Imin sudah ngebet banget jadi Cawapres. Bermodal PKB 47 kursi,
bila digabungkan dengan Gerindra, cukuplah bisa mencalonkan Prabowo dan
Cak Imin sebagai Capres dan Cawapres 2019. Akhirnya cita-cita cak Imin
jadi Cawapres akan terlaksana. Aku yakin pasti senang dia."
Mukidi: "PKS gigit jari dong?"
Poltak:
"Nggak laaah... PKS akan gigit celana dalam. Mereka akan sibuk mencari
koalisi selain Gerindra. Namun kita tahu itu berat karena dengan PAN
tidak akan cukup kursi. PKS dan Demokrat juga tidak cukup, kecuali
mereka gabung bertiga. Tetapi dengar-dengar nih, Demokrat sudah akan
gabung ke Jokowi".
Mukidi: "Koq jadi seperti permainan catur begitu?"
Poltak:
"Memang, kalau permainan catur ini berhasil, maka lawan tanding Pilpres
2019 tetap Jokowi vs Prabowo. Sedangkan Gatot harus mundur teratur dulu
karena tidak cukup suara untuk diatur. PKS akan semakin terbelah di
internal karena pihak Anis Matta semakin punya bukti bahwa PKS di tangan
Shohibul Iman semakin lemah. Begitulah politik, tak ada pertemanan
abadi."
Mukidi: "Lalu siapa yang paling kecewa dan menangis darah kalau ini terjadi, brotha?"
Poltak:
(sambil menghabiskan kopinya) "Yaa.. yang di Saudi. Dia penginnya gagah
muncul di 2019 nanti. Namun apa daya, dia mungkin sedang merobek-robek
boneka Barbie sambil teriak dan menangis guling-guling, Lalu
membayangkan diri terus sembunyi di sana sambil menikmati kencing onta
sampai lima tahun berikutnya."
Semakin menarik saja situasi politik negeri ini. Tidak rugi nguping
obrolan mereka, meski terkesan ringan dan santai tetapi ternyata
membuat kita bertambah pemahaman terhadap situasi negeri ini. Merdeka
!!!
***
Solo, Rabu, 11 April 2018
#2019TetapJokowi
Suko Waspodo
ilustrasi: Tribunnews.com
0 comments:
Posting Komentar