Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Karanganyar mengusulkan
rancangan peraturan daerah tentang pelestarian budaya lokal. Salah satu
materi muatannya adalah keharusan pemberian nama berunsur Jawa,
sekaligus larangan pemberian nama kebarat-baratan untuk anak yang baru
lahir.
Seperti diwartakan Kompas.com, Rabu (3/1), Ketua DPRD
Karanganyar Sumanto berargumentasi, usulan rancangan peraturan daerah
(raperda) itu adalah wujud upaya pemerintah setempat untuk melestarikan
budaya lokal yang kini hampir tergerus oleh globalisasi. Sontak
kontroversi pun merebak.
Wacana tentang keharusan pemberian nama
berunsur Jawa ini sungguh menggelikan sekaligus mencemaskan. Pemberian
nama adalah hak pribadi orangtua yang memberikan nama dan juga hak dari
pribadi yang memiliki nama tersebut. Memang ada ungkapan yang populer
'apalah artinya sebuah nama'. "What's in a name? That which we call a
rose by any other name would smell as sweet," kata William Shakespeare
(26 April 1564-23 April 1616), pujangga terbesar Inggris, yang artinya
kurang lebih, "Apalah arti sebuah nama? Andaikata kita memberikan nama
lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi." Tetapi
sesungguhnya tidak tepat dan bahkan keliru apa yang disampaikan
Shakespeare tersebut.
Kita pasti sepakat bahwa nama bukanlah
sekedar identitas melainkan mempunyai makna luhur, terutama keinginan
orangtua pada saat memberikan nama tersebut. Nama saya sendiri sangat
kuat kultur Jawa, Suko Waspodo, yang kata orangtua saya
bermakna agar saya menjadi pribadi yang senantiasa senang/bahagia
(suko) namun tetap selalu berhati-hati (waspodo). Meskipun saya orang
Jawa dan nama saya sangat njawani, bukan berarti saya lalu setuju dengan keharusan dan pelarangan dalam wacana di atas.
Nama
mempunyai makna yang sangat kuat serta unik dan sepantasnya menjadi
sesuatu yang membanggakan bagi yang bersangkutan. Saya sendiri sangat
bangga dengan nama saya yang unik, silahkan anda coba browsing
dengan mengetik 'suko waspodo' pasti hampir seluruhnya mengarah pada
identitas saya dan seluruh aktifitas saya yang pernah saya posting di
media digital internet. Bagi saya ini hal yang sangat dahsyat dan saya
sangat berterimakasih pada orangtua saya atas pemberian nama ini.
Peraturan
daerah tentang keharusan pemberian nama berunsur Jawa hanya akan
menjadi lelucon mencemaskan dan menjadi produk peraturan yang
kekanak-kanakan. Apa yang salah dengan pemberian nama berunsur agama
Islam yang notabene pasti sangat kental dengan budaya Arab? Adalah hak kita pribadi untuk memberi atau memiliki nama yang islami dan
tentu bertujuan agar kita menjaga kualitas keislaman kita. Demikian
pula dengan nama baptis yang dimiliki oleh kita yang beragama Katolik,
yang merupakan salah satu dari sakramen, dan tentu saja belum ada nama
baptis yang berunsur Jawa. Apakah harus dilarang?
Pribadi Jawa tetapi memilih nama kebarat-baratan tentu bukan bermaksud untuk melecehkan budaya Jawa. Bernama Rocky mungkin maksudnya agar yang bersangkutan memiliki kepribadian yang kuat sekokoh batu karang. Bayi puteri mungil diberi nama Jasmine mungkin maksud orang tuanya agar anak tersebut kelak menjadi pribadi yang baik dan harum namanya seharum bunga melati.
Seandainya pun ada orang yang berani memberi nama atau memiliki nama Doggy tentu
bukan bermaksud menyamakan diri dengan binatang anjing tetapi mungkin
agar memiliki sifat setia seperti karakter binatang tersebut. Masih
banyak lagi contoh nama kebarat-baratan yang bermakna bagus dan tentu
bukan hak siapa pun untuk melarang menggunakannya.
Menjaga
kelestarian budaya Jawa tidak mesti dengan keharusan memakai nama
berunsur jawa. Pemerintah mungkin bisa mewajibkan setiap sekolah untuk
memiliki seperangkat Gamelan Jawa dan mengharuskan ada pelajaran
Karawitan. Demikian pula pemerintah daerah bisa lebih sering
menyelenggarakan pentas budaya dan kesenian Jawa.
Disamping untuk menjaga kelestarian budaya Jawa, event
tersebut juga sekaligus sebagai sarana pariwisata budaya yang pasti
sangat menarik para wisatawan asing. Tentu saja masih banyak unsur
budaya Jawa lain lagi yang bisa kita gali dan hidupkan kembali tanpa
harus mengganggu hak asasi pribadi dalam pemberian dan pemakaian nama
diri.
Semoga sharing kecemasan ini bisa membuat DPRD
Kabupaten Karanganyar sadar dan kemudian mengurungkan niatnya dengan
wacana bodoh tentang peraturan pemberian nama di atas. Ojo grusa-grusu lan waton suloyo. Jangan bertindak gegabah dan asal-asalan.
Salam kritis penuh cinta dari pecinta budaya Jawa.
***
Solo, Jumat, 12 Januari 2018
Suko Waspodo
ilustrasi: damadu doc.
0 comments:
Posting Komentar