Pertanyaan pada tulisan ini ini mungkin terasa keras dan menyakitkan,
tetapi layak untuk diungkapkan. Meskipun sebenarnya merupakan situasi
yang aneh. Pejabat negara seharusnya adalah orang yang profesional dan
menguasai bidangnya. Seorang presiden tentu harus memahami dan menguasai
seluruh persoalan serta kebutuhan negara dalam kaitannya untuk
memajukan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat serta mencapai tujuan
negara. Seorang menteri tentu harus menguasai tentang kementerian yang
dipimpinnya. Seorang gubernur pun harus menguasai tentang daerah yang
dipimpinnya serta kebutuhan dan persoalan rakyatnya.
Tetapi inilah
fakta tentang pejabat negara, gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta
saat ini. Mereka dipilih menjadi pejabat negara, gubernur dan wakil
gubernur DKI Jakarta, tetapi ternyata tidak menguasai bidangnya dan
bahkan bertindak tolol. Pejabat negara yang seharusnya bertindak di atas
kepentingan seluruh masyarakat tanpa membeda-bedakan tetapi malah
berpikiran rasis.
Mengapa harus dinilai tolol?
Kebijakan-kebijakannya (kalau layak disebut kebijakan) selalu hanya
sekedar berbeda dari pendahulunya, Ahok-Jarot. Tentu saja tidak masalah
untuk berbeda tetapi masalahnya adalah membuat peraturan-peraturan dan
keputusan baru yang tidak wajar dan merusak tatanan masyarakat yang
sudah ada.
Mulai dari penutupan jalan di Pasar Tanah Abang dan
diperuntukkan PKL, jalan Thamrin yang terbuka kembali untuk pengguna
sepeda motor serta rencana jalur khusus untuk becak di Jakarta. Kita
semua tentu tahu bahwa yang namanya jalan tentu bukan untuk berjualan.
Pelarangan sepeda motor melalui jalan Thamrin adalah bagian dari usaha
untuk mengurai kemacetan. DKI Jakarta sebagai daerah bebas becak juga
sudah merupakan keputusan sejak dahulu kala dan sudah tidak menimbulkan
masalah lagi. Lalu sekarang mau dihidupkan lagi dengan adanya jalur
khusus untuk becak.
Penyediaan rumah dengan DP 0% yang tentu saja
sebagai hal yang mustahil untuk di Jakarta. Penyebutan rumah berlapis
untuk sekedar biar tampak berbeda dari istilah rumah susun. Pembengkakan
anggaran belanja daerah yang merupakan manifestasi dari bancakan uang rakyat. Pembentukan Komite Pencegahan Korupsi DKI Jakarta yang diduga hanya akan overlap dengan kerja KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan bahkan dicurigai akan digunakan untuk bemper
bagi pejabat pemerintahan DKI Jakarta sendiri saat korupsi. Itulah
sedikit contoh dari tindakan pejabat negara yang tidak menguasai
bidangnya alias tolol.
Kembali mengutip pernyataan teman di media
sosial tentang tidak perlunya mengapresiasi para pejabat negara yang
berprestasi dan berpihak kepada rakyat dengan alasan memang mereka sudah
seharusnya bekerja karena digaji dengan uang rakyat, lalu bagaimana
dengan pejabat negara yang tolol dan merusak tatanan berbangsa dan
bernegara? Apakah harus dibiarkan saja? Bukankah mereka juga digaji
dengan uang rakyat?
DPRD DKI Jakarta seharusnya mengambil sikap
dan tindakan. Atau menunggu rakyat DKI Jakarta sendiri yang bertindak
dengan parlemen jalanan? Tampaknya tinggal menunggu waktu yang tepat
saja. Lagipula sudah tersedia sarana lapangan rumput di Monas yang
bebas diinjak-injak untuk demonstrasi serta jalan Thamrin yang bebas
untuk demonstran yang menggunakan sepeda motor. Merdeka !!!
Salam kritis penuh cinta.
***
Solo, Senin, 15 Januari 2018
Suko Waspodo
ilustrasi: chandrachandra doc.
0 comments:
Posting Komentar