Welcome...Selamat Datang...

Kamis, 26 Juli 2018

Kepemimpinan vs Ambisi Kekuasaan


Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles). Teori inilah yang digunakan oleh founding fathers dalam membentuk negeri ini saat kemerdekaan tercapai. Namun dalam perjalanannya, republik ini pernah selama 32 tahun berada dalam situasi dan kondisi dimana kebaikan bersama (rakyat) diabaikan dan justru  hanya kesejahteraan sang penguasa bersama kroninya yang terwujud.

Dalam kontek saat ini dimana negeri ini sudah mengalami reformasi dan sedang terus menata pemerintahan yang lebih baik, tampaknya memang tidak mudah. Perang kepentingan terus berlangsung, ambisi kekuasaan merecoki kepemimpinan yang sah dipilih rakyat dan yang nyata terbukti demi kesejahteraan rakyat.

Kondisi politik negeri ini saat ini ibarat kisah Mahabarata (kalau tak mau disebut Baratayudha), pemerintahan yang sah dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo di satu pihak (trah Pandawa) dan kelompok oposisi tidak konstruktif penuh ambisi kekuasaan di pihak lain (trah Kurawa). Mengapa tidak konstruktif dan penuh ambisi kekuasaan?

Kelompok oposisi hampir tidak pernah melakukan kritik yang membangun tetapi justru hanya terus menerus nyinyir dan bahkan menyebar fitnah. Itulah kekhasan trah Kurawa yang tentu saja semakin lengkap dengan peran Sengkuni, Duryudana, Dursasana dan bahkan Durna. Siapa saja mereka dalam konteks kelompok oposisi? Silahkan anda berimajinasi sendiri.

Presiden Jokowi berulang kali mengatakan bahwa dia beserta pemerintahannya sangat terbuka dan siap terhadap kritik tetapi harus disampaikan secara konstruktif dan beradab. Itulah figur pemimpin sejati negeri ini yang tidak anti kritik. Ambisi Jokowi bukan untuk kekuasaan tetapi untuk kepemimpinan yang beradab demi kesejahteraan rakyat. Berulang kali dia katakan bahwa kebijakan pemerintahannya dan apa yang dikerjakan hanya demi kemajuan NKRI.

Pasukan penyinyir dan pemfitnah senantiasa menilai bahwa siapa pun yang langsung menanggapi pernyataan mereka dianggap sebagai anti kritik dan emosional. Dalam hal ini kita harus berfikir realistis, rakyat yang memilih Jokowi tentu wajar apabila tidak rela pemimpinnya dihina dan difitnah. Joko Widodo yang dipilih langsung oleh rakyat secara sah kenyataannya sudah berusaha mewujudkan kesejahteraan rakyat dan itu sungguh sudah terasakan.

Presiden Jokowi  terus  melakukan perilaku politik yang bersih, pola kepemimpinan yang berpihak kepada rakyat secara keseluruhan dan bukan ambisi kekuasaan demi kepentingan pribadi. Sungguh sangat disayangkan apabila kita memiliki pemimpin yang baik tetapi terus direcoki. Seharusnya para pembenci Jokowi malu, mereka membenci  kepala negaranya sendiri yang justru faktanya banyak dikagumi oleh negara-negara lain.

Kelompok oposisi seharusnya secara konstruktif menyiapkan calon pemimpinnya yang memang nyata berkualitas, kalau memang mereka merasa bisa berbuat lebih baik dari presiden Jokowi. Bukan hanya menyebar fitnah tanpa bukti dan hanya memuji-muji diri sendiri. Pemimpin sejati tentu saja bukan orang yang arogan, picik, penyebar kebencian serta haus kekuasaan. Pemimpin sejati adalah yang sederhana, rendah hati dan senantiasa berorientasi kerja, kerja dan kerja demi rakyat yang semakin sejahtera serta negara yang semakin maju. Republik ini sudah memiliki pemimpin sejati seperti itu saat ini.

Politik memang bisa juga berorientasi pada kekuasaan dan ambisi seseorang tetapi bukan itu yang dibutuhkan oleh negeri ini. Rakyat sudah pernah terlalu lama dikungkung oleh penguasa otoriter berkedok demokrasi di masa lalu, sekarang sedang terus berbenah untuk menata negara menjadi semakin maju dan beradab. Mari kita dukung pemimpin yang berpihak pada kepentingan rakyat. Merdeka!!!

Salam kritis penuh cinta.

***
Solo, Senin, 2 April 2018
Suko Waspodo
ilustrasi: kabarsumbawa.com

0 comments:

Posting Komentar