Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles). Teori inilah yang digunakan
oleh founding fathers dalam membentuk negeri ini saat
kemerdekaan tercapai. Namun dalam perjalanannya, republik ini pernah
selama 32 tahun berada dalam situasi dan kondisi dimana kebaikan bersama
(rakyat) diabaikan dan justru hanya kesejahteraan sang penguasa
bersama kroninya yang terwujud.
Dalam kontek saat ini dimana
negeri ini sudah mengalami reformasi dan sedang terus menata
pemerintahan yang lebih baik, tampaknya memang tidak mudah. Perang
kepentingan terus berlangsung, ambisi kekuasaan merecoki kepemimpinan
yang sah dipilih rakyat dan yang nyata terbukti demi kesejahteraan
rakyat.
Kondisi politik negeri ini saat ini ibarat kisah
Mahabarata (kalau tak mau disebut Baratayudha), pemerintahan yang sah
dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo di satu pihak (trah Pandawa)
dan kelompok oposisi tidak konstruktif penuh ambisi kekuasaan di pihak
lain (trah Kurawa). Mengapa tidak konstruktif dan penuh ambisi
kekuasaan?
Kelompok oposisi hampir tidak pernah melakukan kritik
yang membangun tetapi justru hanya terus menerus nyinyir dan bahkan
menyebar fitnah. Itulah kekhasan trah Kurawa yang tentu saja semakin
lengkap dengan peran Sengkuni, Duryudana, Dursasana dan bahkan Durna.
Siapa saja mereka dalam konteks kelompok oposisi? Silahkan anda
berimajinasi sendiri.
Presiden Jokowi berulang kali mengatakan
bahwa dia beserta pemerintahannya sangat terbuka dan siap terhadap
kritik tetapi harus disampaikan secara konstruktif dan beradab. Itulah
figur pemimpin sejati negeri ini yang tidak anti kritik. Ambisi Jokowi
bukan untuk kekuasaan tetapi untuk kepemimpinan yang beradab demi
kesejahteraan rakyat. Berulang kali dia katakan bahwa kebijakan
pemerintahannya dan apa yang dikerjakan hanya demi kemajuan NKRI.
Pasukan
penyinyir dan pemfitnah senantiasa menilai bahwa siapa pun yang
langsung menanggapi pernyataan mereka dianggap sebagai anti kritik dan
emosional. Dalam hal ini kita harus berfikir realistis, rakyat yang
memilih Jokowi tentu wajar apabila tidak rela pemimpinnya dihina dan
difitnah. Joko Widodo yang dipilih langsung oleh rakyat secara sah
kenyataannya sudah berusaha mewujudkan kesejahteraan rakyat dan itu
sungguh sudah terasakan.
Presiden Jokowi terus melakukan
perilaku politik yang bersih, pola kepemimpinan yang berpihak kepada
rakyat secara keseluruhan dan bukan ambisi kekuasaan demi kepentingan
pribadi. Sungguh sangat disayangkan apabila kita memiliki pemimpin yang
baik tetapi terus direcoki. Seharusnya para pembenci Jokowi malu, mereka
membenci kepala negaranya sendiri yang justru faktanya banyak dikagumi
oleh negara-negara lain.
Kelompok oposisi seharusnya secara
konstruktif menyiapkan calon pemimpinnya yang memang nyata berkualitas,
kalau memang mereka merasa bisa berbuat lebih baik dari presiden Jokowi.
Bukan hanya menyebar fitnah tanpa bukti dan hanya memuji-muji diri
sendiri. Pemimpin sejati tentu saja bukan orang yang arogan, picik,
penyebar kebencian serta haus kekuasaan. Pemimpin sejati adalah yang
sederhana, rendah hati dan senantiasa berorientasi kerja, kerja dan
kerja demi rakyat yang semakin sejahtera serta negara yang semakin maju.
Republik ini sudah memiliki pemimpin sejati seperti itu saat ini.
Politik
memang bisa juga berorientasi pada kekuasaan dan ambisi seseorang
tetapi bukan itu yang dibutuhkan oleh negeri ini. Rakyat sudah pernah
terlalu lama dikungkung oleh penguasa otoriter berkedok demokrasi di
masa lalu, sekarang sedang terus berbenah untuk menata negara menjadi
semakin maju dan beradab. Mari kita dukung pemimpin yang berpihak pada
kepentingan rakyat. Merdeka!!!
Salam kritis penuh cinta.
***
Solo, Senin, 2 April 2018
Suko Waspodo
ilustrasi: kabarsumbawa.com
0 comments:
Posting Komentar