Perhatian pemerintah dan
masyarakat kepada generasi muda semakin terasa penting. Bukan saja karena
generasi muda sebagai penerus, tetapi di samping itu karena pendapat dan
tindakan mereka sangat menentukan arah dan bentuk dari apa yang kelak mereka
teruskan.
Sebagai generasi penerus, mereka
diharapkan mengetahui dan menghayati apa yang diwarisinya dan dapat mewujudkan
keadaan yang lebih baik di masa depan. Sebab tindakan dan pendapatnya sangat
menentukan, mereka dipandang sebagai suatu kelompok kekuatan politik. Posisi
mereka yang berada pada masa peralihan menyebabkan masyarakat di luar generasi
muda selalu berusaha mempengaruhinya. Tindakan ini dimaksudkan agar pendapat
dan tindakan mereka dapat mengarah kepada tujuan bersama dari masyarakat secara
keseluruhan.
Sebagai suatu golongan kekuatan
politik, bobotnya dapat diukur secara kualitas maupun secara kuantitas. Namun
berhubung ukuran yang disebut pertama sulit untuk dirumuskan, maka pada umumnya
ukuran yang disebut terakhirlah yang digunakan.
Untuk mengetahui bobot generasi
muda secara kuantitas dalam politik, pengertian generasi muda sebelumnya perlu
dipahami. Memahami pengertian ini pada tingkat pertama merupakan persyaratan
mutlak. Karena jika tidak demikian, apa pun permasalahan yang menyangkut
dirinya akan menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin dapat dirumuskan.
Pengertian “generasi muda” dalam
dirinya merupakan penggolongan. Penggolongan yang membedakan dirinya dari
generasi sebelumnya dan sesudahnya. Yang membedakan penggolongannya jelas
adalah umur. Pengertian satu generasi seperti yang umumnya diterima adalah 30
tahun. Karena generasi yang dimaksud adalah “muda” maka ia berada dalam
generasi pertama dengan “batas atas” umur 30 tahun. Dengan begitu segera terpikir
oleh kita, mereka yang sudah berumur di atas 30 tahun tidak dapat digolongkan
lagi ke dalam golongan generasi muda. Untuk menentukan “batas bawah” umur
generasi muda memang merupakan masalah yang cukup rumit. Tetapi sesuai dengan
tujuan tulisan ini, diambil dua macam pilihan yaitu umur 17 tahun dan 15 tahun.
Ini didasarkan pada pemikiran, pertama, mereka yang berumur 17 tahun sudah
mempunyai hak memilih dalam pemilihan umum dan kedua karena mereka yang berumur
15 tahun pada umumnya sudah digolongkan ke dalam golongan angkatan kerja.
Berdasar pemikiran itu, kita
mendapat gambaran bobot generasi muda secara kuantitas dalam bidang politik.
Dengan beranggapan, tidak akan terjadi lagi situasi politik seperti jaman Orde
Baru, maka suara generasi muda akan selalu menjadi rebutan masing-masing
peserta pemilihan umum yang ada.
Apabila hal ini dapat diterima,
segera terpikir oleh kita, betapa pentingnya pembinaan generasi muda yang lebih
terarah dalam bidang politik.
Kalau kita mencoba memahami
kebijaksanaan pembinaan generasi muda yang ada sekarang ini, secara teoritis
memang diakui kebutuhan pembinaan generasi muda dalam bidang politik. Namun
secara praktis terlihat tekanannya kepada kebutuhan masing-masing golongan yang
ada.
Kebijaksanaan seperti ini jelas
tidak tepat, baik dilihat dalam jangka pendek, maupun untuk jangka panjang.
Meskipun di masa sekarang terlihat keadaan yang stabil, kestabilan ini belum
dinamis. Dalam situasi seperti ini kreativitas generasi muda akan tumpul karena
mereka terkotak-kotak dalam golongan yang ada.
Pembinaan generasi muda saat ini
harus diarahkan bukan hanya menjadikan mereka sebagai politikus. Tetapi menjadi
generasi muda yang mengerti politik.
Dengan demikian harus dibedakan
secara tegas dan jelas, pembinaan generasi muda secara nasional, dan pembinaan
generasi muda secara partial (kaderisasi oleh masing-masing organisasi politik
dan organisasi pemuda). Dengan pembedaan kedua hal ini, pada tingkat pertama
akan dapat dirumuskan program pembinaan generasi muda dalam bidang politik secara
nasional tanpa merugikan organisasi politik dan organisasi pemuda yang ada.
Selanjutnya hal yang menyangkut segi pembiayaannya juga harus dibedakan. Biaya
kaderisasi yang akan dilakukan oleh masing-masing organisasi politik dan
organisasi pemuda harus dibiayai oleh organisasinya sendiri, sedangkan
pembiayaan untuk pembinaan generasi muda secara nasional dapat diambil dari
anggaran belanja negara. Dalam proses seperti ini dapat diharapkan akan
tercipta mekanisme pengawasan sosial dan sistem administrasi yang baik.
Sejarah telah membuktikan kepada
kita, kaum muda era 1928 berhasil menjawab tantangan politis pada jamannya
berkat adanya suatu faktor pengikat yaitu keinginan untuk mencapai cita-cita
bersama tanpa pamrih. Kalau nilai-nilai tersebut hendak diwarisi oleh generasi
muda sekarang, maka nilai-nilai tersebut harus diartikan keterikatan secara
sadar seluruh generasi muda untuk mencapai cita-cita bangsa yaitu kemakmuran
melalui pembangunan yang dilandasi falsafah negara.
Tentu saja jalan yang paling tepat
untuk mencapai tujuan ini adalah melalui pendidikan. Dengan pendidikan dalam
arti luas generasi muda bukan saja dapat mengerti dan menghayati apa yang akan
diwarisinya dan menjadi terikat dalam tujuan bersama, tetapi di samping itu
mereka akan dapat melakukan perbandingan atas pengalaman generasi yang
mendahuluinya. Sehingga dengan demikian sifat kreativitas selamanya tetap
terpelihara.
Dari uraian di atas, kita
merasakan adanya kebutuhan untuk menciptakan mata rantai yang tidak terputus
dalam bidang sosial politik. Ini berarti perlu semakin ditingkatkan
keterlibatan nyata generasi muda di dalam pemerintahan. Karena hanya dengan
demikian kepincangan antar generasi dalam pemerintahan tidak akan terjadi atau
dapat diatasi tanpa suatu bentuk revolusi yang dapat berwujud revolusi fisik.
Demikianlah paparan sederhana ini
sekedar sebagai ungkapan kepedulian terhadap perkembangan serta keterlibatan
generasi muda. Semoga bisa bermanfaat untuk kebaikan kita bersama.
Selamat Hari Sumpah Pemuda.
Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Rabu, 28 Oktober 2015
Suko Waspodo
antologi puisi suko
ilustrasi: teropongsenayan