Welcome...Selamat Datang...

Minggu, 15 November 2015

Generasi Muda sebagai Kekuatan Politik


Perhatian pemerintah dan masyarakat kepada generasi muda semakin terasa penting. Bukan saja karena generasi muda sebagai penerus, tetapi di samping itu karena pendapat dan tindakan mereka sangat menentukan arah dan bentuk dari apa yang kelak mereka teruskan.

Sebagai generasi penerus, mereka diharapkan mengetahui dan menghayati apa yang diwarisinya dan dapat mewujudkan keadaan yang lebih baik di masa depan. Sebab tindakan dan pendapatnya sangat menentukan, mereka dipandang sebagai suatu kelompok kekuatan politik. Posisi mereka yang berada pada masa peralihan menyebabkan masyarakat di luar generasi muda selalu berusaha mempengaruhinya. Tindakan ini dimaksudkan agar pendapat dan tindakan mereka dapat mengarah kepada tujuan bersama dari masyarakat secara keseluruhan.

Sebagai suatu golongan kekuatan politik, bobotnya dapat diukur secara kualitas maupun secara kuantitas. Namun berhubung ukuran yang disebut pertama sulit untuk dirumuskan, maka pada umumnya ukuran yang disebut terakhirlah yang digunakan.

Untuk mengetahui bobot generasi muda secara kuantitas dalam politik, pengertian generasi muda sebelumnya perlu dipahami. Memahami pengertian ini pada tingkat pertama merupakan persyaratan mutlak. Karena jika tidak demikian, apa pun permasalahan yang menyangkut dirinya akan menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin dapat dirumuskan.

Pengertian “generasi muda” dalam dirinya merupakan penggolongan. Penggolongan yang membedakan dirinya dari generasi sebelumnya dan sesudahnya. Yang membedakan penggolongannya jelas adalah umur. Pengertian satu generasi seperti yang umumnya diterima adalah 30 tahun. Karena generasi yang dimaksud adalah “muda” maka ia berada dalam generasi pertama dengan “batas atas” umur 30 tahun. Dengan begitu segera terpikir oleh kita, mereka yang sudah berumur di atas 30 tahun tidak dapat digolongkan lagi ke dalam golongan generasi muda. Untuk menentukan “batas bawah” umur generasi muda memang merupakan masalah yang cukup rumit. Tetapi sesuai dengan tujuan tulisan ini, diambil dua macam pilihan yaitu umur 17 tahun dan 15 tahun. Ini didasarkan pada pemikiran, pertama, mereka yang berumur 17 tahun sudah mempunyai hak memilih dalam pemilihan umum dan kedua karena mereka yang berumur 15 tahun pada umumnya sudah digolongkan ke dalam golongan angkatan kerja.

Berdasar pemikiran itu, kita mendapat gambaran bobot generasi muda secara kuantitas dalam bidang politik. Dengan beranggapan, tidak akan terjadi lagi situasi politik seperti jaman Orde Baru, maka suara generasi muda akan selalu menjadi rebutan masing-masing peserta pemilihan umum yang ada.

Apabila hal ini dapat diterima, segera terpikir oleh kita, betapa pentingnya pembinaan generasi muda yang lebih terarah dalam bidang politik.

Kalau kita mencoba memahami kebijaksanaan pembinaan generasi muda yang ada sekarang ini, secara teoritis memang diakui kebutuhan pembinaan generasi muda dalam bidang politik. Namun secara praktis terlihat tekanannya kepada kebutuhan masing-masing golongan yang ada.

Kebijaksanaan seperti ini jelas tidak tepat, baik dilihat dalam jangka pendek, maupun untuk jangka panjang. Meskipun di masa sekarang terlihat keadaan yang stabil, kestabilan ini belum dinamis. Dalam situasi seperti ini kreativitas generasi muda akan tumpul karena mereka terkotak-kotak dalam golongan yang ada.

Pembinaan generasi muda saat ini harus diarahkan bukan hanya menjadikan mereka sebagai politikus. Tetapi menjadi generasi muda yang mengerti politik.

Dengan demikian harus dibedakan secara tegas dan jelas, pembinaan generasi muda secara nasional, dan pembinaan generasi muda secara partial (kaderisasi oleh masing-masing organisasi politik dan organisasi pemuda). Dengan pembedaan kedua hal ini, pada tingkat pertama akan dapat dirumuskan program pembinaan generasi muda dalam bidang politik secara nasional tanpa merugikan organisasi politik dan organisasi pemuda yang ada. Selanjutnya hal yang menyangkut segi pembiayaannya juga harus dibedakan. Biaya kaderisasi yang akan dilakukan oleh masing-masing organisasi politik dan organisasi pemuda harus dibiayai oleh organisasinya sendiri, sedangkan pembiayaan untuk pembinaan generasi muda secara nasional dapat diambil dari anggaran belanja negara. Dalam proses seperti ini dapat diharapkan akan tercipta mekanisme pengawasan sosial dan sistem administrasi yang baik.

Sejarah telah membuktikan kepada kita, kaum muda era 1928 berhasil menjawab tantangan politis pada jamannya berkat adanya suatu faktor pengikat yaitu keinginan untuk mencapai cita-cita bersama tanpa pamrih. Kalau nilai-nilai tersebut hendak diwarisi oleh generasi muda sekarang, maka nilai-nilai tersebut harus diartikan keterikatan secara sadar seluruh generasi muda untuk mencapai cita-cita bangsa yaitu kemakmuran melalui pembangunan yang dilandasi falsafah negara.

Tentu saja jalan yang paling tepat untuk mencapai tujuan ini adalah melalui pendidikan. Dengan pendidikan dalam arti luas generasi muda bukan saja dapat mengerti dan menghayati apa yang akan diwarisinya dan menjadi terikat dalam tujuan bersama, tetapi di samping itu mereka akan dapat melakukan perbandingan atas pengalaman generasi yang mendahuluinya. Sehingga dengan demikian sifat kreativitas selamanya tetap terpelihara.

Dari uraian di atas, kita merasakan adanya kebutuhan untuk menciptakan mata rantai yang tidak terputus dalam bidang sosial politik. Ini berarti perlu semakin ditingkatkan keterlibatan nyata generasi muda di dalam pemerintahan. Karena hanya dengan demikian kepincangan antar generasi dalam pemerintahan tidak akan terjadi atau dapat diatasi tanpa suatu bentuk revolusi yang dapat berwujud revolusi fisik.

Demikianlah paparan sederhana ini sekedar sebagai ungkapan kepedulian terhadap perkembangan serta keterlibatan generasi muda. Semoga bisa bermanfaat untuk kebaikan kita bersama.

Selamat Hari Sumpah Pemuda.

Salam damai penuh cinta.

***
Solo, Rabu, 28 Oktober 2015
Suko Waspodo
antologi puisi suko
ilustrasi: teropongsenayan

0 comments:

Posting Komentar