Welcome...Selamat Datang...

Sabtu, 05 April 2014

Suara Rakyat Miskin ‘Diabaikan’

Dalam pemilihan umum penduduk miskin tidak mempunyai posisi tawar dalam memperjuangkan nasib mereka karena diperlakukan sebagai komoditas politik belaka, kata pengamat.

Hal tersebut terbukti dari dampak kunjungan para calon anggota legislatif selama masa kampanye ke kampung-kampung kumuh di Jakarta dan daerah-daerah lain di Indonesia. Dalam kunjungan tersebut, para caleg memberikan sumbangan.

"Mereka sadar mereka tidak bisa hanya menjual iklan pengentasan kemiskinan," kata Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya dalam siaran persnya pada Rabu, 2 April 2014.

"Para caleg tidak bisa menarik simpati orang-orang miskin ini hanya dengan memamerkan program. Akhirnya dilakukan pemetaan bagaimana orang-orang miskin ini diberi entah sembako, entah money politics, entah barang-barang yang dianggap itu kemudian bisa mengubah preferensi politik mereka."

Yunarto Wijaya menyebut hal itu sebagai politik transaksional dan menyebabkan golongan miskin apatis.

Uang Muka

"Rakyat miskin melihat kecenderungan pemilu-pemilu tidak banyak mengubah nasib mereka. Mereka cenderung menganggap perilaku korup yang sama saja siapapun yang terpilih," jelasnya.

Yang mampu membedakan antara caleg satu dengan lainnya, lanjutnya, adalah besaran uang muka.

"Manakala ada yang berani memberikan sesuatu di depan mereka tidak peduli terhadap program selama lima tahun caleg yang bersangkutan."

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Surakarta, Jawa Tengah, peneliti sosial dari Lembaga Pemberdayaan Sosial dan Demokrasi, Musni Umar, menyimpulkan adanya politik beli putus.

"Pada saat pemilu politikus membayar dengan uang, memberi sembako tetapi setelah pemilu dia bilang kami sudah bayar," katanya.

Kedua peneliti sependapat mengatakan politik transaksional atau beli putus membuat suara rakyat miskin tidak dipertimbangkan dan cenderung diabaikan.

Sebagai contoh, seorang pemilih di Nusa Tenggara Timur, Mateos Taebenu, menuturkan banyak politikus mendatangi desanya dan menawarkan sejumlah perbaikan. Namun, lanjutnya, mereka tidak kembali ke desa setelah pemilihan untuk mewujudkan janji-janji mereka.

Inilah kenyataan nasib rakyat miskin negeri ini. Dari pemilu ke pemilu, sejak negeri ini merdeka hingga sekarang, mereka tetap berkubang di lumpur kemiskinan. Mereka hanya bisa berharap tampilnya pemimpin baru negeri ini  yang berpihak kepada mereka dan memperbaiki kehidupan mereka. Semoga.

Salam damai penuh cinta.

***
Solo, Sabtu, 5 April 2014
Suko Waspodo
http://politik.kompasiana.com/2014/04/05/suara-rakyat-miskin-diabaikan-644934.html

0 comments:

Posting Komentar