Aksi Damai
puluhan ribu umat Islam di Jakarta pada
hari ini, 4 November 2016 tak bisa lepas
dari peran besar satu orang hebat tahun ini. Dia bukan Habib Rizieq dengan FPI
nya yang sudah kita ketahui selama ini melainkan Buni Yani, seorang dosen yang
mungkin hanya dikenal di tempat dia mengajar saja.
Kita
layak angkat peci atau sorban atas tindakan dosen ini. Setelah dia mengunggah
ulang video pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ,
dimana dia menghilangkan kata ‘pakai’ dalam transkripnya sehingga transkripnya
mengatakan “... dibohongi surat Al Maidah “ padahal ucapan Ahok “.....
dibohongi pakai surat Al Maidah” dan itu mempunyai makna yang sangat berbeda
menurut ilmu bahasa. Maka seperti bola salju unggahan ulang video dengan
transkrip versi Buni Yani itu ditanggapi secara massive dan menimbulkan
kemarahan sebagian umat Islam serta menganggap bahwa telah terjadi penistaan
agama yang dilakukan dengan sengaja oleh Ahok.
Walaupun
Buni Yani sudah meminta maaf atas penghilangan kata ‘pakai’ dalam transkripnya
tetapi bagi kita yang jeli pasti yakin bahwa ketiadaan kata ‘pakai’ tersebut
bukan kelalaian melainkan kesengajaan. Kalau Ahok bisa dianggap sengaja
melakukan penistaan agama, maka kita juga bisa yakin bahwa Buni Yani juga
sengaja menghilangkan kata ‘pakai’ dan lalu mengunggahnya untuk menggerakkan
kemarahan umat Islam.
Sebagai
seorang dosen senior dan bahkan konon katanya juga mantan wartawan, sangat
tidak mungkin bahwa penghilangan kata ‘pakai’ itu bukan kesengajaan. Dia pasti
sangat yakin dan paham bahwa jejaring media sosial dan kemajuan tehnologi
informasi saat ini bisa menjadi senjata yang ampuh untuk mempengaruhi opini dan
menggerakkan masa. Terbukti, sebagian umat islam terpengaruh dengan unggahan
penggalan pidato Ahok oleh dosen cerdas ini.
Pernyataan
permintaan maaf dia di salah satu acara televisi swasta dan di media sosial
hanyalah bentuk kerendahhatian dia agar tidak terlihat sombong karena sudah
berhasil mempengaruhi masa. Sekali lagi kita layak mengakui kehebatan dia dalam
hal ini.
Kita
patut menganugerahi Buni Yani sebagai ‘Man of The Year 2016’. Dari hanya seorang
dosen yang tidak terkenal bisa menjadi orang yang begitu populer menggerakkan
sebagian umat islam untuk marah dan bahkan beringas.
Seandainya
dikemudian hari Buni Yani tidak tercapai menjadi seorang Profesor sebagai
puncak karirnya, paling tidak dia sudah tercatat dalam sejarah perkembangan
demokrasi negeri ini sebagai seorang Provokator. Salut untuk Buni Yani. Mari
kita angkat seluruh jempol kita untuk dia.
***
Solo,
Jumat, 4 November 2016
‘salam
hangat penuh cinta’
Suko
Waspodo
http://www.kompasiana.com/sukowaspodo_99/buni-yani-man-of-the-year-2016_581c99950123bdda78b78f36