Welcome...Selamat Datang...

Jumat, 15 November 2013

Tangan Kanan Berbagi, Tangan Kiri Mencuri

Inilah fenomena yang saat ini sering terjadi, seseorang, komunitas atau partai tertentu dalam aktifitasnya melakukan tindakan karitatif,  berbagi kebutuhan bagi rakyat tapi ternyata semuanya adalah hasil manipulasi dan korupsi. Itulah yang terjadi  di negeri ini hingga saat ini.

Pada era Orde Baru sungguh tak terbilang pejabat yang melakukan korupsi dan tidak diadili atau mengembalikan uang hasil korupsinya. Tetapi anehnya justru banyak yang mengelu-elukan mereka  manakala mereka menyembunyikan perilaku busuknya dengan mendirikan yayasan-yayasan sosial dan membagi-bagikan beasiswa. Cermati yayasan-yayasan yang dimiliki oleh mantan pejabat-pejabat Orde Baru yang  korup pada saat mereka masih menjabat.

Demikian pula di era Reformasi ini, korupsi semakin menggurita baik secara perorangan pejabat maupun secara berjamaah di lingkup partai dan bahkan di departemen agama yang seharusnya menjadi penjaga moral. Korupsi dilakukan secara massive tetapi ditutupi dengan gerakan-gerakan karitatif perorangan atau kolektif partai. Partai-partai tertentu berkedok agamis dan melakukan kegiatan yang katanya untuk kesejahteraan rakyat tetapi ternyata melakukan tindakan korupsi dan manipulasi. Contoh yang masih aktual adalah Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Terkait masalah ini menarik apa yang disampaikan oleh Paus Fransiskus tentang perilaku korupsi oleh umat Katolik. Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma ini menyampaikan kutipan yang ada dalam Injil Lukas di Perjanjian Baru, “Yesus berkata  'Lebih baik jika batu gerinda dikalungkan ke leher mereka, lalu lemparkan mereka ke lautan',". Tegas sekali pernyataannya bahwa korupsi tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Paus asal Argentina itu mengingatkan bahwa umat Katolik yang mendonasikan uangnya untuk gereja tetapi di saat bersamaan mencuri uang negara, tetap dianggap berdosa dan harus dihukum.

Tanpa menyebut langsung korupsi yang menggerogoti Gereja Katolik, Paus, dalam khotbahnya itu, menggambarkan, jika dilihat dari penampilannya, para koruptor itu terlihat sangat baik. Namun, di dalamnya penuh kebusukan.

Paus juga mengkritik para orangtua yang mendapatkan penghasilan dari hasil korupsi. Paus menyebut mereka sudah kehilangan harga diri. "Orangtua yang mendapatkan penghasilan dari korupsi, sudah kehilangan harga diri dan memberi 'roti kotor' untuk anak-anak mereka," ujar Paus.

Paus bahkan menyamakan suap dan korupsi seperti obat-obatan terlarang yang membuat orang kecanduan melakukannya.

Pernyataan Paus ini tentu menarik jika dikaitkan dengan kondisi Indonesia saat ini. Korupsi sudah demikian akut  dan mewabah di negeri ini. Entah berapa ribu orang yang mesti dikalungi batu gerinda di lehernya dan kemudian dilempar ke laut.

Perilaku korupsi tidak bisa ditutupi dengan perilaku karitatif. Tangan kiri mencuri, tangan kanan berbagi. Tindakan karitatif harus dilakukan dari hasil perilaku halal. Tidak berlaku prinsip Robin Hood atau maling budiman. Membantu rakyat kecil dengan uang hasil rampokan. Koruptor harus dihukum seberat-beratnya. Negeri ini tidak akan beranjak maju kalau korupsi masih merajalela dan sanksi hukumnya begitu ringan. Rakyat harus kritis dan tidak terbuai dengan kegiatan karitatif para koruptor yang menutupi kebusukannya.

Akhirnya tulisan ini hanya sekedar ungkapan keprihatinan terhadap perilaku korup dan manipulative sebagian besar penyelenggara negeri ini serta harapan untuk kehidupan rakyat kecil yang semakin baik. Semoga bisa menjadi bahan refleksi kita bersama.

Salam damai penuh cinta.

***
Solo, Kamis, 14 November 2013
Suko Waspodo

0 comments:

Posting Komentar