Welcome...Selamat Datang...

Kamis, 27 Februari 2014

Masih Sebatas Impian


Kamar ini, ya, hanya kamar ini yang selalu setia menemaniku.

Entah tatkala aku sedih, atau ketika ku tersenyum di depan meja rias yang buram tak bening lagi menatapku. Tape recorder bass minimalis pun setia mengalunkan dentingan piano Yanni dalam hari-hariku. Selalu itu, instrumentalia yang menyelusup di liang gendangan tak jemu. Mengalunkan simfoni, harmoninya masuk di telingaku.

Siang atau setengah siang, sepuluh lebih sepuluh, detik waktu berjalan di putaran jam dinding di ujung kamarku.

“Kenapa dia tak pernah lelah ya?“
Tanya bodohku dalam hati. Dia selalu tepat dalam menempatkan jarum-jarum detiknya.

Tak-tik-tak-tik-tak-tik

Tak pernah berhenti, dan tak pernah ingkar janji.

“Bagai merpati saja”
Pikirku.

Apa dia punya ilmu gendam ya, atau sejenis hipnotis. Perlahan tapi pasti kuikuti langkah mantapnya, ke atas ke arah angka tiga, empat, sembilan.. dan.. ah.. biarkan saja dia berjalan sesuai keingiannya.

Biarkan dia menunaikan tugasnya.

……………

“Ooh”
Aku tercekat.

Lembut belaian jemari itu mendarat di pipiku. Membelai rambutku yang sedikit tersibak di bahu.

Tatap mata itu lekat disampingku. Mengalahkan perhatianku pada jarum berdetak-detik sepintas lalu.

Seperti sang pangeran yang mengajak sang putri berdansa. Menurut saja aku digamitnya. Lengan kuat itu lembut dipinggangku. Jemarinya menyibak rambutku. Mengelus pipiku sepenuh cintanya, setulus hatinya.

Senyum itu, ohhh...

Lesung pipitnya yang kecil tak mampu ia sembunyikan diantara senyumnya.

Rapi giginya menyembul dari balik bibir merah keabu-abuannya.

Tak ada sejengkal hidungku di hadapnya.

Andai jam dinding itu tak menatapku, pasti aaahhh.....

“Tak ada angin tak ada hujan, inboxpun engkau sudah tak pernah lagi. Dan engkau di sampingku sekarang. Ada apa?”

Dan dia hanya tersenyum.

Semakin dekat, semakin menyesak aku di dadanya... mata kami beradu...

Perlahan kupejamkan mata ini, semakin lembut jemarinya di pipiku.

Detak-detak waktu mengantarkan naluriku...

Kusambut, lenganku ingin memeluknya,
tak sampai.

Perlahan aku buka mataku.

Aku cari dia. Di sampingku, tidak ada.

Aku sapukan pandanganku, dia tidak ada.

Aku terduduk. Sekali lagi aku melirik ke jam dinding itu. Masih sama jarumnya mengitari angka-angka pasti yang menempel padanya.

Jarum itu menunjuk dua belas nol satu.

Aku termangu.

“Mimpikah aku? Tapi dia nyata di sampingku”.

Aku usap pipiku, masih sama. Tak ada jejak  yang ia tinggalkan untukku.

Ian... ya iansaja@yahoo.com hadir di sisiku. Peng-inbox One Man’s Dream di emailku setahun yang lalu.

Aku yakin, itu dia.

.................

Aku meraih tabletku …

“OMG!”

“ iansaja@yahoo.com”
                                         
11.03 WIB
                                        setiap kali kumenatap potretmu
                                        semilir berdesir kangen  hadir
                                        setiap kali kumaknai senyummu
                                        hasrat kuat hangat mengalir

                                        indah rikmamu tergerai santun
                                        menyentuh pipi indahmu ranum
                                        jernih netramu syahdu menuntun
                                        maknai hatimu dibalik senyum

                                        terdendang lirih senandung pedih
                                        untaian syairmu bernada sendu
                                        tegar tampakmu menyimpan sedih
                                        terpaan jalan hidup menguji kelu

                                        tergetar ungkap masa lalumu
                                        kagumku terukir dalam  putih
                                        bergetar terucap janji berpadu
                                        tulus memelukmu dalam kasih

Dadaku berdegup kencang.

“Ada rasa kangen yang semakin menghebat semenjak perjumpaan sapa kita lewat YM kita saat itu. Hadir keinginan kuat untuk menemuimu. Namun aku selalu termangu dalam kerendahdirianku. Hanya One Man’s Dream Yanni. Sebuah tindakan nekat untuk mencoba meraih hatimu. Namun setelah itu pun aku kembali tergugu dalam ragu. Tak ada keberanian untuk mengungkapkan kegundahanku. Bahkan hampir setahun aku abaikan semua email darimu maupun sapaan YM mu. Aku terkungkung dalam rasa minderku”

...............

Hhhh....

Berat helaan nafas ini tersengal. Menahan bening di sudut mataku.

Ungkapkan kekagumannya padaku, pendidikanku dan karirku di chatting YM masih tersimpan di daftar inboxku.

“Aku hanya pria seniman yang mencoba meraih mimpi untuk menjadi penulis syair lagu. Namun belum pernah mencetak lagu hit bagi penyanyinya”.

Entah sudah berapa larik baris yang aku baca...

“Namun siang ini aku mencoba  memberanikan diri untuk mengungkapkan kejujuran perasaanku padamu lewat puisi. Semoga engkau memahami maksud hatiku. Maafkan aku, aku tak mampu lagi menahan rasa kangenku dan inginku untuk berjumpa denganmu. Kuharap engkau berkenan membalas emailku ini. Aku yang merindukanmu.”

Terkatup bibir tak mampu aku ucapkan lirih saja.

Rintik hujan mengiringi luruhnya titik air bening di sudut mataku.

“Ian...
Perjumpaan yang tak kunjung ada tak menyurutkan kangen rinduku padamu”

***
Solo_Magelang, Senin, 17 Februari 2014
Suko Waspodo & Umi Azzurasantika
ilustrasi: ArtPics On Fb





1 comments:

Terima kasih Umi atas kesempatan kolaborasi yg luar biasa ini. Salam hangat.

Posting Komentar