Setiap tanggal 1 Oktober setiap
tahun kita peringati Hari Kesaktian Pancasila, peristiwa pengingat kemenangan
ideologi Pancasila terhadap Komunis yang diusung oleh PKI pada tahun 1965.
Tanggal bersejarah yang selalu mengingatkan betapa pentingnya mempertahankan
ideologi Pancasila yang merupakan ideologi yang paling tepat untuk
mempertahankan dan mempersatukan bangsa dan negara Indonesia.
Namun peringatan ini juga
sekaligus menjadi saat kita untuk merefleksi diri. Merefleksi apakah kita sudah
menjalankan amanat yang ada dalam Pancasila sehingga ia masih bisa sakti
sebagai ideologi bangsa dan negara ini. Sudahkah kita dan khususnya para
penyelenggara negara ini menjalankan sila-sila Pancasila secara murni dan
konsekuen sehingga NKRI tetap bisa kita jaga.
Tak ada salahnya dalam kesempatan
ini kita merefleksi pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara ini.
Ketuhanan yang Maha Esa
Banyaknya tempat ibadah di negeri
ini memang menunjukkan bahwa bangsa ini memiliki agama namun tidak sekaligus
menunjukkan bangsa ini agamis. Kenyataannya masih sering terjadi perselisihan
yang mengatas namakan agama yang dalam perilakunya justru tidak menunjukkan
perilaku yang agamis. Mengatasanamakan pembelaan terhadap suatu agama tapi
melakukan tindakan yang tidak manusiawi. Perbedaan dalam memaknai relasi dengan
Tuhan dijadikan permasalahan. Dan yang lebih memprihatinkan lagi pemerintah
tidak pernah tegas dalam menangani persoalan-persoalan yang menyangkut
penegakan kerukunan antar umat beragama. Contohnya antara lain kasus Syiah di
Madura dan Ahmadiyah. Jadi sila pertama ini masih belum dihayati apalagi
diamalkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Kita masih hanya sekedar ‘having religion’ dan bukan ‘being religious’.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Memperlakukan manusia sebagai
manusia adalah makna dasar dari sila ini. Dalam kehidupan kita sehari-hari
nyatanya masih sering terjadi tindakan-tindakan yang tidak manusiawi. Contoh
yang masih segar dalam ingatan kita adalah pengusiran kaum Syiah di Madura dari
tempat tinggal mereka dan juga penembakan preman di lapas Cebongan oleh
Kopassus. Perbedaan pendapat maupun penegakan hukum semestinya diselesaikan
menurut hukum dan oleh pihak yang berwenang bukan dengan main hakim sendiri
serta melanggar hak-hak asasi manusia. Masih banyak PR besar yang harus
diselesaikan dalam pengamalan sila kedua ini.
Persatuan Indonesia
Menjunjung tinggi dan mencintai
Indonesia sebagai kesatuan politik, kesatuan sosial dan budaya, kesatuan
ekonomi dan kesatuan pertahanan dan keamanan itulah yang mesti kita laksanakan
dalam pengamalan sila ketiga ini. Namun dalam kenyataannya masih sering terjadi
keinginan daerah-daerah tertentu untuk memisahkan diri atau minta diperlakukan
sangat istimewa. Pemerintah sebagai penyelenggara negara sering tidak tegas
dalam masalah ini. Daerah tertentu diperlakukan sangat istimewa dan bahkan
boleh membuat aturan-aturannya sendiri yang bertentangan dengan UUD 1945
sementara banyak daerah lain yang diterlantarkan dan dianaktirikan dalam pembangunan.
Persatuan dan kesatuan yang nyata tidak ditegakkan. Potensi perpecahan masih
terus berlangsung.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
Sila yang merupakan bentuk
pelaksanaan demokrasi di Indonesia ini pada kenyataannya juga belum bisa
diamalkan dengan baik. Pelaksanaan Pemilu memang berlangsung dengan semakin
baik namun tidak berarti bahwa kita sudah memiliki parlemen yang berkualitas.
Para wakil rakyat yang duduk di parlemen sebagian besar tidak mewakili
kepentingan rakyat melainkan hanya kepentingan partai dan bahkan kepentingan
memperkaya diri pribadi. Rakyat belum benar-benar terwakili dalam parlemen
melainkan hanya menjadi sarana pembenaran untuk meraih keserakahan menghabiskan
uang rakyat. Sidang-sidang di DPR masih sering hanya menjadi kepentingan partai
atau kelompok politik tertentu bukan untuk memperjuangkan atau menyuarakan
kepentingan rakyat.
Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia
Dalam kenyataan pengamalan sila
ini masih terlihat sekali bahwa rakyat negeri ini masih belum menikmati
keadilan sosial secara menyeluruh. Tingkat kemiskinan masih sangat tinggi.
Kemakmuran hanya dinikmati oleh sebagian rakyat. Pemerintah belum bisa
menyediakan lapangan kerja sehingga masih banyak tenaga kerja yang harus
mencari lapangan kerja di luar negeri dan ironisnya pemerinah tidak pernah bisa
menjamin atau melindungi mereka. Keadilan sosial masih menjadi mimpi bagi
sebagian besar rakyat negeri ini.
Itulah secara singkat refleksi
terhadap penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila. Maka terkait dengan
pertanyaan saktikah Pancasila, jawabannya akhirnya terwujud dalam bagaimana
kita dan penyelengara negara ini menerapkan sila-silanya. Masihkah kita mau
serius menerapkan Pancasila secara murni dan konsekuen dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Demikianlah sedikit tulisan kecil
sebagai ungkapan kecintaan terhadap Pancasila yang menurut penulis masih
merupakan ideologi yang paling baik dan ideal bagi bangsa Indonesia. Selamat
memperingati Kesaktian Pancasila dan semakin mengamalkan nilai-nilai yang
terkandung dalam sila-silanya. Merdeka!
Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Selasa, 1 Oktober 2013
Suko Waspodo
0 comments:
Posting Komentar