Welcome...Selamat Datang...

Kamis, 13 September 2018

"Independent Observer", Sebuah Media Kebingungan


Sebuah koran baru berbahasa Inggris dengan nama Independent Observer baru saja terbit dan mengundang perhatian serta ramai dibicarakan. Penyebabnya koran ini diduga diterbitkan kubu Prabowo-Sandiaga untuk melawan Jokowi-Ma'ruf.

Terbitan perdananya dengan headline 'New Hope Vs Unfulfilled Promises' (Harapan Baru Vs Janji-janji yang Belum Terpenuhi) dan ilustrasinya gambar pasangan Prabowo-Sandiaga dan Jokowi-Ma'ruf. Gambar tersebut yang banyak diduga merupakan bentuk propaganda itu pun segera menyebar melalui broadcast aplikasi WhatsApp serta Twitter.

Meski namanya termuat kata 'independent' tetapi bisa diduga arah keberpihakannya. Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengakui koran Independent Observer memang diterbitkan oleh sekelompok orang yang memiliki kedekatan dengan sang ketum, Prabowo. Tetapi dia menegaskan koran tersebut tidak terafiliasi dengan Gerindra. 

Di sisi lain dia juga mengatakan tidak tahu sampai sejauh mana kedekatan penerbit koran baru tersebut dengan Prabowo dan apakah mereka sudah saling berkomunikasi secara langsung.

Melihat penerbitan koran ini di saat panasnya persaingan perebutan kursi presiden kali ini, mengingatkan kita pada Tabloid Obor Rakyat yang menyebar kampanye negatif saat menjelang pilpres 2014. Menurut Surya Paloh, Ketua Umum Parta Nasdem dan sekaligus pemilik Media Group ini, kubu Jokowi tidak terlalu ambil pusing karena sudah berpengalaman saat menghadapi Tabloid Obor Rakyat.

Tampaknya yang terlihat lagi semakin pusing justru kubu Prabowo-Sandiaga apabila koran ini memang menjadi sarana propaganda mereka. Menerbitkan media cetak dalam bahasa Inggris sesungguhnya merupakan langkah yang tidak efektif. Sasaran propaganda yang dituju pastinya rakyat Indonesia tetapi mengapa pakai bahasa Inggris. Sebagian besar rakyat Indonesia, apalagi rakyat kecil, faktanya bukan pemakai bahasa Inggris yang aktif apalagi menguasai bahasa tersebut.

Di era komunikasi modern saat ini sepertinya sudah kurang efektif melakukan propaganda dengan media cetak, tetapi mungkin pertimbangannya karena belum seluruh masyarakat Indonesia melek media on-line, namun mengapa memilih berbahasa Inggris?  Sekilas tampak ketidakwajarannya dan seperti lagi pusing tujuh keliling.

Apakah ini hanya strategi awal saja? Agar lebih terkesan soft dan intelek digunakan bahasa Inggris lebih dulu, toh belum memasuki masa kampanye, baru nanti pada saat memasuki kampanye diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Kita lihat saja perubahan selanjutnya.

Inilah sepertinya langkah baru kubu Prabowo-Sandiaga dalam rangka meraih ambisi mereka. Sebuah langkah yang terkesan asal-asalan dan kebingungan. Merdeka !

***
Solo, Minggu, 2 September 2018
'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko
foto: Jawa Pos 

0 comments:

Posting Komentar