Welcome...Selamat Datang...

Kamis, 13 September 2018

Tatkala Pesohor Menjadi Politisi


Pesohor atau selebritas menjadi politisi tentu sah-sah saja, tak ada yang berhak melarang. Di negara mana pun pasti bisa kita jumpai pesohor menjadi politisi. Salah satu contohnya Amerika Serikat pernah memiliki seorang presiden mantan bintang film, yakni Ronald Reagan. Karir politiknya sebagai presiden cukup bagus, terbukti dia menjabat selama dua periode.

Di Indonesia, paling tidak sejak era reformasi, banyak pesohor mencoba karir sebagai politisi. Sophan Sophiaan, Deddy Mizwar, Rano Karno, Miing Bagito, Eko Patrio, Rhoma Irama, Okky Asokawati, Rieke Diah Pitaloka, dan masih banyak lagi, adalah sebagian pesohor negeri ini yang pernah atau sedang mencoba peruntungannya di dunia politik. Ada yang menjadi kepala daerah, namun sebagian besar menjadi wakil rakyat.

Kecuali almarhum Sophan Sophiaan, yang selain bintang film tetapi juga putra politisi terkemuka Manai Sophiaan, hampir semua pesohor yang menjadi politisi adalah orang-orang baru di dunia politik praktis. Artinya mereka bukan kader partai yang sudah lama berkecimpung di partai yang bersangkutan. Bahkan mungkin sebelumnya mereka selalu mengatakan tidak mau dan tidak suka politik.

Keterlibatan mereka di politik praktis biasanya dipicu oleh ajakan partai untuk dicalegkan, dengan pertimbangan pada umumnya para pesohor sudah memiliki penggemar yang banyak sehingga kemungkinan mereka terpilih menjadi anggota legislatif relatif lebih mudah. 

Namun tidak sedikit pula para pesohor yang mau dicalegkan tersebut adalah mereka yang nyaris sudah habis karir keartisannya. Dengan demikian bertemulah dua kepentingan, partai yang butuh pekerja partai dengan artis yang butuh sarana mencari uang.

Walaupun pada setiap kesempatan para pesohor yang baru akan menjadi caleg atau sudah menjadi caleg selalu mengatakan bahwa mereka membawa aspirasi rakyat tetapi pada kenyataannya tak terbukti. Hampir sebagian besar mantan pesohor yang terjun menjadi politisi di negeri ini tak memiliki prestasi yang menonjol yang sungguh dinikmati rakyat.

Menarik juga kita mencermati keterlibatan Ahmad Dhani dan Neno Warisman pada hingar bingar politik akhir-akhir ini. Neno Warisman yang saat ini sudah habis karirnya sebagai penyanyi ketemu dengan kebutuhan koalisi oposisi untuk menyuarakan kepentingan mereka. 

Entah benar atau tidak, katanya Neno sebagai pencetus tagar 2019 ganti presiden, tetapi faktanya bahwa koalisi menjadikan dia sebagai media untuk mencoba meraih dukungan suara para mak-mak. Di lain pihak Neno akan bisa memperoleh ketenarannya kembali dan menangguk uang dari dunia politik.

Sementara itu, Ahmad Dhani yang pernah populer dengan bandnya Dewa 19, juga mencoba meraih dukungan politik lewat tagar 2019 ganti presiden. Karirnya sebagai musisi memang sudah habis dan rekam jejaknya juga tidak harum, maka wajar kalau keterlibatannya di politik kali ini juga mengundang kontroversi.

Siapa pun, termasuk para pesohor, tentu boleh dan berhak menjadi politisi, tetapi ketika mereka tidak memberi kontribusi yang positif bagi rakyat serta kehidupan berbangsa dan bernegara maka sudah selayaknya tidak kita dukung. Maka berhati-hatilah kita dalam menyikapi para pesohor yang menjadi politisi. Kepopuleran mereka saat ini atau sebelumnya tidak serta merta menjamin kualitas mereka sebagai politisi.

Demikianlah sharing pengamatan ini semoga bisa menambah wawasan kita dalam dunia politik, khususnya politik praktis di negeri ini. Tetaplah kritis dan cerdas. Merdeka !!!

***
Solo, Jumat, 31 Agustus 2018
'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko
ilustrasi:inilah.com 

0 comments:

Posting Komentar