Pesohor atau selebritas menjadi politisi tentu sah-sah saja, tak ada
yang berhak melarang. Di negara mana pun pasti bisa kita jumpai pesohor
menjadi politisi. Salah satu contohnya Amerika Serikat pernah memiliki
seorang presiden mantan bintang film, yakni Ronald Reagan. Karir
politiknya sebagai presiden cukup bagus, terbukti dia menjabat selama
dua periode.
Di Indonesia, paling tidak sejak era reformasi,
banyak pesohor mencoba karir sebagai politisi. Sophan Sophiaan, Deddy
Mizwar, Rano Karno, Miing Bagito, Eko Patrio, Rhoma Irama, Okky
Asokawati, Rieke Diah Pitaloka, dan masih banyak lagi, adalah sebagian
pesohor negeri ini yang pernah atau sedang mencoba peruntungannya di
dunia politik. Ada yang menjadi kepala daerah, namun sebagian besar
menjadi wakil rakyat.
Kecuali almarhum Sophan Sophiaan, yang
selain bintang film tetapi juga putra politisi terkemuka Manai Sophiaan,
hampir semua pesohor yang menjadi politisi adalah orang-orang baru di
dunia politik praktis. Artinya mereka bukan kader partai yang sudah lama
berkecimpung di partai yang bersangkutan. Bahkan mungkin sebelumnya
mereka selalu mengatakan tidak mau dan tidak suka politik.
Keterlibatan
mereka di politik praktis biasanya dipicu oleh ajakan partai untuk
dicalegkan, dengan pertimbangan pada umumnya para pesohor sudah memiliki
penggemar yang banyak sehingga kemungkinan mereka terpilih menjadi
anggota legislatif relatif lebih mudah.
Namun tidak sedikit pula
para pesohor yang mau dicalegkan tersebut adalah mereka yang nyaris
sudah habis karir keartisannya. Dengan demikian bertemulah dua
kepentingan, partai yang butuh pekerja partai dengan artis yang butuh
sarana mencari uang.
Walaupun pada setiap kesempatan para pesohor
yang baru akan menjadi caleg atau sudah menjadi caleg selalu mengatakan
bahwa mereka membawa aspirasi rakyat tetapi pada kenyataannya tak
terbukti. Hampir sebagian besar mantan pesohor yang terjun menjadi
politisi di negeri ini tak memiliki prestasi yang menonjol yang sungguh
dinikmati rakyat.
Menarik juga kita mencermati keterlibatan Ahmad
Dhani dan Neno Warisman pada hingar bingar politik akhir-akhir ini. Neno
Warisman yang saat ini sudah habis karirnya sebagai penyanyi ketemu
dengan kebutuhan koalisi oposisi untuk menyuarakan kepentingan mereka.
Entah
benar atau tidak, katanya Neno sebagai pencetus tagar 2019 ganti
presiden, tetapi faktanya bahwa koalisi menjadikan dia sebagai media
untuk mencoba meraih dukungan suara para mak-mak. Di lain pihak Neno
akan bisa memperoleh ketenarannya kembali dan menangguk uang dari dunia
politik.
Sementara itu, Ahmad Dhani yang pernah populer dengan
bandnya Dewa 19, juga mencoba meraih dukungan politik lewat tagar 2019
ganti presiden. Karirnya sebagai musisi memang sudah habis dan rekam
jejaknya juga tidak harum, maka wajar kalau keterlibatannya di politik
kali ini juga mengundang kontroversi.
Siapa pun, termasuk para
pesohor, tentu boleh dan berhak menjadi politisi, tetapi ketika mereka
tidak memberi kontribusi yang positif bagi rakyat serta kehidupan
berbangsa dan bernegara maka sudah selayaknya tidak kita dukung. Maka
berhati-hatilah kita dalam menyikapi para pesohor yang menjadi politisi.
Kepopuleran mereka saat ini atau sebelumnya tidak serta merta menjamin
kualitas mereka sebagai politisi.
Demikianlah sharing
pengamatan ini semoga bisa menambah wawasan kita dalam dunia politik,
khususnya politik praktis di negeri ini. Tetaplah kritis dan cerdas.
Merdeka !!!
***
Solo, Jumat, 31 Agustus 2018'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko
ilustrasi:inilah.com
0 comments:
Posting Komentar