Menyimak pemberitaan tentang keinginan kubu Prabowo-Sandi untuk
adanya satu sesi debat calon Presiden dengan menggunakan bahasa Inggris
sungguh menarik. Bukan menarik karena ini merupakan ide yang kreatif
atau cerdas melainkan menarik karena menunjukkan sisi kebodohan dan
kebingungan kubu Prabowo-Sandi.
Bodoh karena mereka tidak bisa
membedakan antara pilpres dan pemilihan calon pemandu wisata atau lomba
dalam rangka dies natalis suatu sekolah. Seorang pemandu wisata di
Indonesia memang perlu fasih berbahasa Inggris terutama apabila sasaran
wisatawan yang dipandu adalah turis asing yang merupakan pengguna bahasa
Inggris. Kemungkinan lain lagi ialah apabila ada momen peringatan ulang
tahun sekolah atau hardiknas yang diisi dengan ketrampilan berbahasa
Inggris yang merupakan kebutuhan untuk belajar siswa atau mahasiswa.
Sementara
itu kita semua tahu bahwa seorang presiden, bukan hanya Indonesia,
tidak ada keharusan mesti menguasai bahasa Inggris. Tentu berbeda
apabila seseorang ditunjuk sebagai menteri luar negeri, mungkin
sebaiknya menguasai bahasa Inggris secara aktif. Seorang pejabat negara
dan bahkan seorang presiden, dalam peristiwa tertentu, tidak harus
merasa tabu menggunakan seorang atau lebih penerjemah.
Bahkan
bukan hanya kaitannya dengan tugas di luar negeri saja yang mungkin
harus menggunakan penerjemah bahasa Inggris, seorang presiden Republik
Indonesia pun apabila ia hanya mampu berbahasa Indonesia manakala ada
kegiatan yang harus berkomunikasi dengan rakyat pedalaman, misal di
Papua, maka ia harus menggunakan penerjemah bahasa daerah setempat agar
lebih memahami permasalahan yang ada.
Usulan debat berbahasa
Inggris ini juga menunjukkan kebingungan kubu Prabowo-Sandi. Mereka
sudah kehabisan akal untuk mencoba menjatuhkan kualitas presiden Jokowi.
Jokowi dengan begitu banyak prestasinya sungguh tidak sebanding dengan
Prabowo yang nyaris tidak punya prestasi dan ditambah rekam jejaknya
yang tidak begitu menarik.
Sungguh semakin menggelikan saja usulan
kubu si Wowo ini. Bukankah sebaiknya mereka mencoba berbuat hal-hal
yang nyata bermanfaat bagi rakyat untuk menarik simpati daripada
terus-terusan nyinyir dan bahkan kadang menyebar fitnah. Rakyat negeri
ini semakin cerdas menilai bagaimana kualitas yang seharusnya dimiliki
oleh seorang pemimpin. Rakyat butuh seorang pemimpin yang negarawan
bukan penyinyir.
Ini pilpres, bro !!! Bukan lomba ketrampilan
berbahasa Inggris. Kalau memang ingin tetap berbuat nyinyir, cobalah
dengan cara yang cerdas. Merdeka !!!
***
Solo, Minggu, 16 September 2018
'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko
ilustrasi: PinterPolitik
0 comments:
Posting Komentar