Dengan berat hati kita harus menerima kenyataan diperbolehkannya
mantan napi korupsi menjadi calon legislatif di pileg yang akan datang.
Setelah melalui polemik dan perdebatan panjang dengan alasan apa pun
akhirnya inilah yang harus kita hadapi.
Maka para caleg mantan
napi akhirnya boleh ada di dalam daftar caleg di pemilu 2019 nanti.
Sungguh memprihatinkan, di satu sisi kita harus mewujudkan negara yang
bebas dari korupsi, di sisi lain para mantan koruptor dibiarkan
merajalela dengan kehendaknya.
Saya bukan orang yang ahli hukum
tetapi saya memahami dan menaati hukum. Saya bukan orang yang memahami
politik praktis atau menjadi politisi namun saya memahami tentang tujuan
politik yang pada dasarnya mulia.
Sebagai rakyat biasa saya
tercengang melihat situasi ini. Bagaimana mungkin kepentingan rakyat
yang lebih besar dikorbankan hanya demi kepatutan aturan hukum serta
kepentingan beberapa politisi busuk.
Dalam situasi seperti ini
maka selain secara terus menerus mendesak parpol untuk menarik calegnya
yang mantan napi korupsi, cara lain untuk memberi tanda di kertas suara
menurut saya layak diatur dalam peraturan KPU. Namun demikian cara ini
nampaknya juga akan memunculkan keberatan dari para caleg mantan napi
yang merasa diperlakukan secara diskriminatif.
Meskipun demikian
seharusnya pihak mana pun harus mendukung KPU yang dalam hal ini
membantu pelaksanaan undang-undang yang meminta para mantan napi secara
jujur dan terbuka menyampaikan kepada pemilih bahwa yang bersangkutan
adalah bekas terpidana.
Terlepas dari semua alasan dan kendala
yang ada kita harus jujur mengakui dan mendukung bahwa rakyat berhak
untuk memiliki wakilnya yang jujur, berkualitas dan memiliki rekam jejak
yang terpuji. Rakyat berhak untuk tidak dipermainkan oleh para politisi
busuk.
Oleh sebab itu cara yang patut dilakukan adalah rakyat melakukan kampanye secara aktif dan massive, untuk tidak memilih para caleg mantan napi. Bukan hanya mantan napi korupsi melainkan semua mantan napi kejahatan apa pun.
Sebagai
bentuk nyata pendidikan anti korupsi, kita tidak hanya harus memahami
peraturan yang ada tetapi harus bergerak aktif. Kalau tagar 2019 ganti
presiden diperbolehkan, padahal menimbulkan kegaduhan dan berpotensi
gerakan makar, maka kita tentu boleh dan harus membuat gerakan "Jangan
Pilih Caleg Mantan Napi" dan mungkin layak dipertimbangkan juga gerakan
"Jangan Dukung Partai Pendukung Caleg Mantan Napi".
Saya yakin
ini akan menjadi gerakan yang berdampak besar dan mendidik. Potensi
kegaduhan mungkin dari partai yang terkena dampak gerakan ini, namun
jika mereka mempersoalkan gerakan ini niscaya justru malah akan
menurunkan kredibilitas mereka di mata rakyat.
Nah, jika dengan
berbagai alasan dan kendala lalu kepentingan rakyat dikalahkan, maka
tidak ada jalan lain rakyat yang harus bergerak nyata serentak. Kita
tandai para caleg mantan napi. Kampanyekan "Jangan Pilih Caleg Mantan
Napi" dan "Jangan Dukung Partai Pendukung Caleg Mantan Napi", lewat
media apapun. Kita butuh bangsa dan negara yang bermartabat, bukan para
wakil rakyat atau pejabat yang bejat. Merdeka !!
Solo, Jumat, 21 September 2018
'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko
ilustrasi: TribunNews
0 comments:
Posting Komentar