Welcome...Selamat Datang...

Rabu, 24 Oktober 2018

Memaknai "Sontoloyo"


Sontoloyo! Kata makian lunak ungkapan kekesalan ini, sejak Selasa kemarin menjadi trending di dunia perpolitikan Indonesia. Itu semua terkait dengan pernyataan Jokowi agar rakyat negeri ini bersikap hati-hati terhadap para politikus sontoloyo yang hanya mengejar kepentingan politik sesaat dan mengabaikan kepentingan rakyat. (baca juga di sini)

Mungkin telinga kita pernah atau sering mendengar kata 'sontoloyo'. Untuk  kebanyakan orang kata itu memiliki arti negatif karena kalau diucapkan dengan nada tinggi kepada seseorang atau sekelompok orang bisa bermakna makian kekesalan. Padahal arti sesungguhnya tidaklah demikian.

Makna atas suatu kata memang bisa berbeda di tiap daerah. Mungkin untuk anda yang berasal dari pulau Jawa pasti sudah pada tahu, namun bagi anda yang bukan dari Jawa atau tidak tinggal di pulau Jawa bisa salah mengerti makna sesungguhnya dari kata itu.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia sontoloyo bermakna konyol, tidak beres, dan bodoh. Kata yang dipakai sebagai kata makian. Ada tersisip makna kekesalan bagi yang mengucapkannya.

Padahal dalam bahasa Jawa, Sontoloyo adalah sebuah nama julukan atau profesi bagi seseorang atau lebih yang menggembala kawanan bebek, dalam bahasa jawa: "wong sing angon bebek".

Biasanya orang yang disebut sontoloyo menggunakan perlengkapan diri seperti ini:

Memakai caping (topi khas untuk di sawah, bentuknya kerucut terbuat dari anyaman bambu) untuk melindungi diri dari panas terik maupun hujan.

Membawa tongkat tipis tapi panjang dan diujung tongkat ada plastik atau apapun itu yang bentuknya seperti rumbai-rumbai yang melambai-lambai. Ini bertujuan untuk memudahkan menggiring kawanan bebek sampai tujuan dan tidak tercerai-berai.

Tugas atau pekerjaan sontoloyo adalah bertanggungjawab atas semua bebek yang digembalakannya. Bentuk tanggungjawab ditunjukkan dengan bagaimana seorang sontoloyo itu mengarahkan  kawanan bebeknya untuk dapat mencari makanan dan berkembang biak sebanyak-banyaknya. Dia mencarikan tempat yang terbaik dan aman bagi kawanan bebek yang mana di tempat tersebut mereka dapat makan dengan nyaman, dan tidak terusik oleh siapapun.

Pada saat menggiring kawanan bebek, sontoloyo berada di belakang mereka, atau dengan kata lain, dia selalu memperhatikan bebek yang berada paling belakang. Karena biasanya bebek yang jalannya lambat kalau tidak diawasi dengan baik, dia akan tertinggal dari kawanannya dan kemungkinan bisa terpisah atau bahkan mungkin dimakan ular sawah tanpa sepengetahuan si sontoloyo.

Seorang sontoloyo juga harus bertanggungjawab untuk memasukkan kawanan bebek kembali ke kandang di malam hari. Bahkan apabila ada bebek yang kelihatan kurang sehat, maka sontoloyo akan lapor ke majikan pemilik bebek untuk minta uang dan membeli obat.

Mengawali kembali tugas esok harinya, seorang sontoloyo harus bersiap-siap untuk kembali menggembalakan kawanan bebek yang sudah kelaparan. Namun biasanya sebelum berangkat, sontoloyo memeriksa kandang dan sekalian memunguti telur bebek yang ditelurkan kawanan bebek dalam semalam. Telur-telur itu selanjutnya dikumpulkan lalu diserahkan ke majikan pemilik bebek yang kemudian sontoloyo akan mendapatkan bagian dari bagi hasil dengan pemilik bebek selain upah yang diterimanya.

Itulah paparan tentang apa dan siapa itu sontoloyo. Persoalan kemudian istilah sontoloyo itu dijadikan ungkapan untuk memaki orang itu merupakan perkembangan kebiasaan penggunaan istilah itu yang hingga saat ini belum diketahui alasannya.

Kesimpulan yang bisa kita ambil dari perkembangan penggunaan kata ini bahwa sontoloyo sejatinya adalah sebutan untuk penggembala bebek atau orang-orang yang dengan setia menggiring bebek dari pagi sampai sore ke daerah perairan sekaligus mengumpulkan telur-telurnya. Profesi dengan aktifitas ini sampai sekarang masih berlangsung di wilayah pedesaan.

Dari paparan di atas kita bisa memaknai bahwa sesungguhnya tidak ada hal yang salah atau buruk dengan sontoloyo. Tetapi karena sontoloyo sering menjadi idiom yang menggambarkan hal-hal negatif, komunitas ini sekarang sudah tidak pernah lagi disebut demikian. Kata penyebutannya tidak lagi memiliki kekhasan kultural alias berlaku secara umum. Selanjutnya sontoloyo disebut saja sebagai 'wong angon bebek'.

Komunitas asli sontoloyo yang dalam arti sesungguhnya adalah orang-orang bersahaja yang bekerja menghabiskan tenaga serta waktu untuk menghidupi keluarganya sebagai penggembala bebek, sekarang ini harus menanggung akibat menghindari sebutan khas profesinya. Sungguh memprihatinkan.

Untuk mempertahankan kekhasan budaya dan keunikan kosakata bahasa Jawa yang sangat beragam, ada baiknya kita mulai menghindari penggunaan kata sontoloyo untuk makian ungkapan kekesalan. Mungkin lebih pas memakai kata apa adanya sesuai maksud kekesalan itu, misalnya bodoh, tolol, pemalas, brengsek dan sebagainya. Merdeka !

***
Solo, Rabu, 24 Oktober 2018
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko
ilustrasi: ensiklo.com 

0 comments:

Posting Komentar