Seperti biasanya setiap hari sabtu,
jam kerjaku hanya setengah hari dan pukul dua siang sudah beranjak pulang dari
kantor. Kebiasaanku sepulang kerja hari Sabtu, aku tidak langsung pulang ke
rumah tetapi jalan-jalan dulu. Biasanya aku sering ke lapak penjual buku bekas,
mencari buku-buku lama yang masih layak untuk bahan bacaan menambah pengetahuan
atau sekedar bacaan hiburan.
Namun siang itu aku tidak ke lapak
penjual buku bekas melainkan jalan-jalan ke Alun-alun Utara Kraton Surakarta di
mana sepanjang kaki limanya banyak pedagang batu akik. Dahulu di tempat itu
penjual batu akiknya paling hanya satu dua saja tetapi sekarang ada lebih dari
sepuluh lapak penjual batu akik. Maklum saat ini lagi trend batu akik.
Terpengaruh oleh cerita teman-teman
tentang pengaruh batu akik serta melihat begitu antusiasnya orang-orang
mengerumuni pedagang batu akik, maka aku pun mendatangi salah satu lapak akik
di situ. Luar biasa, ternyata begitu banyak macam batu akik. Untuk menarik
pembelinya, pedagangnya pun menerangkan jenis-jenis dagangannya serta dibumbui
cerita-cerita hebat tentang pengaruh positif dari setiap jenis batu akik
dagangannya.
Aku tertarik dengan batu akik
kecubung asihan, jenis akik ini memang menarik, warnanya ungu sangat indah.
Menurut penjualnya serta kata teman-teman yang sudah menggemari akik, kecubung
asihan berpengaruh dalam masalah asmara. Bisa membuat pemakainya menjadi magnet
asmara, sehingga lebih mudah mendapatkan cewek yang diinginkan. Dahulu almarhum
Presiden Soerkarno juga mengenakan akik kecubung asihan. Bahkan konon kabarnya
itulah yang menyebabkan beliau digandrungi para wanita dan mempunyai lebih dari
dua istri. Woow…!!!
“Berapa pak harganya?”, tanyaku
sambil aku mencoba mengenakan salah satu cincin akik kecubung asihan yang aku
suka dan pas di jariku.
Seraya mengamati cincin yang aku
coba kenakan, si bapak penjual mengatakan, “Satu juta rupiah”.
Tersentak aku mendengarnya. Bisa
habis uang THR ku untuk membeli sebuah cincin saja, pikirku.
Karena terlanjur jatuh hati ke cincin
itu serta tertarik dengan cerita pegaruhnya maka terjadilah tawar menawar.
Akhirnya tujuh ratus lima puluh ribu rupiah keluar dari dompetku untuk membayar
cincin akik kecubung asihan.
Dengan penuh harap mendapatkan
cewek yang aku inginkan, aku langsung mengenakannya. Sepanjang perjalanan
pulang mengendari motor aku berulang kali sambil mengamati cincin akikku.
Sesampai di rumah sambil
bersandar di kursi malas di teras rumah, aku nikmati semilir angin sambil
menggosok-gosok batu ungu di cincin yang aku kenakan. Meski terkantuk-kantuk
aku melamun seandainya aku mendapatkan cewek idamanku dengan sarana akik itu.
Tiba-tiba ada seorang cewek
mendatangi, “Mas, mohon tanya, yang tinggal di rumah depan itu pergi kemana ya?
Saya mau bertamu tapi sepi tak ada orang di sana”.
“Ohh..sekeluarga kemarin mudik ke
Wonogiri, tetapi kata mereka berencana siang ini sudah kembali pulang. Anda
dari mana?”, jawabku seraya aku sambut dia dengan ramah.
“Dari Jakarta, perkenalkan saya
Ellen, keponakan tante Endang”, cewek itu menjelaskan serta memperkenalkan
diri.
“Saya Herman”, sambil aku sambut
uluran tangannya.
Aku menawarkan dia untuk menunggu
di teras rumahku sampai keluarga tante Endang, tetangga depan rumahku, pulang.
Dan dia pun setuju.
Kami pun segera terlibat percakapan
yang asyik. Cewek Jakarta itu memang cantik, smart dan modern. Aku terpesona dan aku terus
menggerakkan tanganku agar dia memandang cincin akik kecubung asihanku.
Akhirnya cewek itu memperhatikan
juga cincinku dan kemudian sepertinya dia terpana memandang aku. Dengan pede
aku menggeser tempat dudukku untuk mendekat ke dia. Karena terlalu bersemangat
dan kurang hati-hati aku terjatuh dari kursi.
Gubraaaakk…!!!, aku terjatuh dari
kursi malasku. Tak ada siapa pun di dekatku. Malam mingguku pun akan tetap
berlalu dalam sepi.
***
Solo, Sabtu, 18 Juli 2015
‘salam hangat penuh cinta’
Suko Waspodo
Ilustrasi: youtube
0 comments:
Posting Komentar