Sontoloyo! Kata makian lunak ungkapan kekesalan ini, sejak
Selasa kemarin menjadi trending di dunia perpolitikan Indonesia. Itu
semua terkait dengan pernyataan Jokowi agar rakyat negeri ini bersikap
hati-hati terhadap para politikus sontoloyo yang hanya mengejar
kepentingan politik sesaat dan mengabaikan kepentingan rakyat.
(baca juga di sini)
Mungkin
telinga kita pernah atau sering mendengar kata 'sontoloyo'. Untuk
kebanyakan orang kata itu memiliki arti negatif karena kalau diucapkan
dengan nada tinggi kepada seseorang atau sekelompok orang bisa bermakna
makian kekesalan. Padahal arti sesungguhnya tidaklah demikian.
Makna
atas suatu kata memang bisa berbeda di tiap daerah. Mungkin untuk anda
yang berasal dari pulau Jawa pasti sudah pada tahu, namun bagi anda yang
bukan dari Jawa atau tidak tinggal di pulau Jawa bisa salah mengerti
makna sesungguhnya dari kata itu.
Menurut kamus besar bahasa
Indonesia sontoloyo bermakna konyol, tidak beres, dan bodoh. Kata yang
dipakai sebagai kata makian. Ada tersisip makna kekesalan bagi yang
mengucapkannya.
Padahal dalam bahasa Jawa, Sontoloyo adalah sebuah
nama julukan atau profesi bagi seseorang atau lebih yang menggembala
kawanan bebek, dalam bahasa jawa: "wong sing angon bebek".
Biasanya orang yang disebut sontoloyo menggunakan perlengkapan diri seperti ini:
Memakai
caping (topi khas untuk di sawah, bentuknya kerucut terbuat dari
anyaman bambu) untuk melindungi diri dari panas terik maupun hujan.
Membawa
tongkat tipis tapi panjang dan diujung tongkat ada plastik atau apapun
itu yang bentuknya seperti rumbai-rumbai yang melambai-lambai. Ini
bertujuan untuk memudahkan menggiring kawanan bebek sampai tujuan dan
tidak tercerai-berai.
Tugas atau pekerjaan sontoloyo adalah
bertanggungjawab atas semua bebek yang digembalakannya. Bentuk
tanggungjawab ditunjukkan dengan bagaimana seorang sontoloyo itu
mengarahkan kawanan bebeknya untuk dapat mencari makanan dan berkembang
biak sebanyak-banyaknya. Dia mencarikan tempat yang terbaik dan aman
bagi kawanan bebek yang mana di tempat tersebut mereka dapat makan
dengan nyaman, dan tidak terusik oleh siapapun.
Pada saat
menggiring kawanan bebek, sontoloyo berada di belakang mereka, atau
dengan kata lain, dia selalu memperhatikan bebek yang berada paling
belakang. Karena biasanya bebek yang jalannya lambat kalau tidak diawasi
dengan baik, dia akan tertinggal dari kawanannya dan kemungkinan bisa
terpisah atau bahkan mungkin dimakan ular sawah tanpa sepengetahuan si
sontoloyo.
Seorang sontoloyo juga harus bertanggungjawab untuk
memasukkan kawanan bebek kembali ke kandang di malam hari. Bahkan
apabila ada bebek yang kelihatan kurang sehat, maka sontoloyo akan lapor
ke majikan pemilik bebek untuk minta uang dan membeli obat.
Mengawali
kembali tugas esok harinya, seorang sontoloyo harus bersiap-siap untuk
kembali menggembalakan kawanan bebek yang sudah kelaparan. Namun
biasanya sebelum berangkat, sontoloyo memeriksa kandang dan sekalian
memunguti telur bebek yang ditelurkan kawanan bebek dalam semalam.
Telur-telur itu selanjutnya dikumpulkan lalu diserahkan ke majikan
pemilik bebek yang kemudian sontoloyo akan mendapatkan bagian dari bagi
hasil dengan pemilik bebek selain upah yang diterimanya.
Itulah
paparan tentang apa dan siapa itu sontoloyo. Persoalan kemudian istilah
sontoloyo itu dijadikan ungkapan untuk memaki orang itu merupakan
perkembangan kebiasaan penggunaan istilah itu yang hingga saat ini belum
diketahui alasannya.
Kesimpulan yang bisa kita ambil dari
perkembangan penggunaan kata ini bahwa sontoloyo sejatinya adalah
sebutan untuk penggembala bebek atau orang-orang yang dengan setia
menggiring bebek dari pagi sampai sore ke daerah perairan sekaligus
mengumpulkan telur-telurnya. Profesi dengan aktifitas ini sampai
sekarang masih berlangsung di wilayah pedesaan.
Dari paparan di
atas kita bisa memaknai bahwa sesungguhnya tidak ada hal yang salah atau
buruk dengan sontoloyo. Tetapi karena sontoloyo sering menjadi idiom
yang menggambarkan hal-hal negatif, komunitas ini sekarang sudah tidak
pernah lagi disebut demikian. Kata penyebutannya tidak lagi memiliki
kekhasan kultural alias berlaku secara umum. Selanjutnya sontoloyo
disebut saja sebagai 'wong angon bebek'.
Komunitas asli sontoloyo
yang dalam arti sesungguhnya adalah orang-orang bersahaja yang bekerja
menghabiskan tenaga serta waktu untuk menghidupi keluarganya sebagai
penggembala bebek, sekarang ini harus menanggung akibat menghindari
sebutan khas profesinya. Sungguh memprihatinkan.
Untuk
mempertahankan kekhasan budaya dan keunikan kosakata bahasa Jawa yang
sangat beragam, ada baiknya kita mulai menghindari penggunaan kata
sontoloyo untuk makian ungkapan kekesalan. Mungkin lebih pas memakai
kata apa adanya sesuai maksud kekesalan itu, misalnya bodoh, tolol,
pemalas, brengsek dan sebagainya. Merdeka !
***
Solo, Rabu, 24 Oktober 2018
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
kompasiana
antologi puisi suko
ilustrasi: ensiklo.com