Mengawali bulan Mei, tepatnya tanggal 1 Mei, setiap tahun selalu menjadi peristiwa penting bagi kaum buruh sedunia. Momentum hari buruh selalu menjadi media mereka untuk menyuarakan eksistensi serta untuk mengajukan tuntutan perbaikan hak-hak mereka. May Day memang diperingati dalam rangka terus mengingatkan pentingnya penghargaan terhadap kerja sebagi kebutuhan aktualisasi hidup manusia.
Bekerja untuk hidup atau hidup untuk bekerja? Pertanyaan pilihan ini layak untuk menyegarkan kembali dalam memaknai kerja. Jawaban yang tepat dalam konteks penghargaan terhadap nilai-nilai dasar manusia tentulah bekerja untuk hidup. Namun pada situasi sekarang bekerja lebih dilihat dalam konteks nilai ekonomi, hubungan antara buruh dan majikan, sehingga cenderung pada pilihan hidup untuk bekerja.
Hidup untuk Bekerja
Untuk kepentingan ekonomi (baca majikan) pekerja selau diperlakukan sebagai sarana pencapaian commercial profit. Pekerja diperlakukan layaknya sebagai mesin yang dijalankan secara penuh hampir tanpa berhenti dan kalau bisa dengan sumber energi yang sehemat mungkin. Kecenderungan menuntut pekerja untuk bekerja semaksimal mungkin dan dengan upah seminimal mungkin untuk pencapaian profit semaksimal mungkin.
Memperlakukan pekerja layaknya mesin merupakan pengingkaran nilai dasar manusia. Dalam kondisi saat ini dimana jumlah tenaga kerja yang melimpah melebihi lapangan kerja yang ada memang terjadi kecenderungan mengabaikan hak-hak pekerja. Para majikan bisa dipastikan akan mempekerjakan siapapun yang mau dibayar dengan upah yang murah, karena mereka melihat bahwa para pekerja (buruh) membutuhkannya untuk bertahan hidup.
Kebutuhan untuk bertahan hidup para buruh semakin menjadi berat karena terciptanya konsumerisme. Sikap konsumtif yang semakin menguat membuat pola hidup yang berubah. Tuntutan hidup bukan lagi pada hal-hal yang mendasar dibutuhkan melainkan justru untuk memenuhi keinginan. Hal inilah yang juga semakin memperkuat pola ketergantungan sepihak buruh terhadap majikan. Manusia cenderung hidup untuk bekerja, bekerja dan bekerja terus untuk memenuhi pola hidup konsumtifnya yang bisa dipastikan tidak akan ada habisnya.
Bekerja untuk Hidup
Kerja dalam sekian banyak artinya merupakan kewajiban atau tugas, sekaligus juga sumber hak-hak dipihak pekerja. Hak-hak itu perlu diselidiki dalam konteks luas hak-hak manusiawi secara keseluruhan sesuai dengan kodrat manusia. Manusia wajib bekerja, karena Sang Pencipta memerintahkannya dan karena kemanusiaannya sendiri, yang membutuhkan kerja untuk lestari hidup dan berkembang. Manusia membutuhkan bekerja untuk mengembangkan talentanya sehingga dia hidup.
Dalam konteks tersebut maka manusia senantiasa membutuhkan kerja dalam arti seutuhnya untuk aktualisasi diri sebagai manusia dan bukan hanya sekedar tuntutan kebutuhan ekonomi. Manusia satu dengan yang lain harus saling mengusahakan terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri tersebut.
Dari paparan makna bekerja diatas maka tampaklah bagaimana seharusnya situasi kerja, hubungan majikan dan buruh, berlangsung. Masing-masing pihak harus melihat pentingnya peghargaan terhadap nilai dasar kemanusiaan tersebut. Majikan harus menghargai hak-hak buruh untuk bekerja secara lebih manusiawi, sedangkan kaum buruh pun seharusnya menghargai hak-hak majikan yang telah menyiapkan investasi dalam penciptaan lapangan kerja. Hubungan saling ketergantungan harus tetap meletakkan nilai-nilai manusia di atas kepentingan ekonomi. Semakin penting memaknai dan menyadari bahwa bekerja untuk hidup dan bukan hidup untuk bekerja. Dengan bekerja membuat hidup manusia menjadi lebih bermakna. Seandainya kesadaran ini semakin ditumbuhkembangkan niscaya peringatan 1 Mei tidak perlu selalu diperingati dengan demo buruh atau pemogokan besar-besaran melainkan menjadi peristiwa untuk menyegarkan kembali semangat bekerja untuk hidup.
Selamat menyambut Hari Buruh Sedunia. Salam damai penuh cinta.
Bekerja untuk hidup atau hidup untuk bekerja? Pertanyaan pilihan ini layak untuk menyegarkan kembali dalam memaknai kerja. Jawaban yang tepat dalam konteks penghargaan terhadap nilai-nilai dasar manusia tentulah bekerja untuk hidup. Namun pada situasi sekarang bekerja lebih dilihat dalam konteks nilai ekonomi, hubungan antara buruh dan majikan, sehingga cenderung pada pilihan hidup untuk bekerja.
Hidup untuk Bekerja
Untuk kepentingan ekonomi (baca majikan) pekerja selau diperlakukan sebagai sarana pencapaian commercial profit. Pekerja diperlakukan layaknya sebagai mesin yang dijalankan secara penuh hampir tanpa berhenti dan kalau bisa dengan sumber energi yang sehemat mungkin. Kecenderungan menuntut pekerja untuk bekerja semaksimal mungkin dan dengan upah seminimal mungkin untuk pencapaian profit semaksimal mungkin.
Memperlakukan pekerja layaknya mesin merupakan pengingkaran nilai dasar manusia. Dalam kondisi saat ini dimana jumlah tenaga kerja yang melimpah melebihi lapangan kerja yang ada memang terjadi kecenderungan mengabaikan hak-hak pekerja. Para majikan bisa dipastikan akan mempekerjakan siapapun yang mau dibayar dengan upah yang murah, karena mereka melihat bahwa para pekerja (buruh) membutuhkannya untuk bertahan hidup.
Kebutuhan untuk bertahan hidup para buruh semakin menjadi berat karena terciptanya konsumerisme. Sikap konsumtif yang semakin menguat membuat pola hidup yang berubah. Tuntutan hidup bukan lagi pada hal-hal yang mendasar dibutuhkan melainkan justru untuk memenuhi keinginan. Hal inilah yang juga semakin memperkuat pola ketergantungan sepihak buruh terhadap majikan. Manusia cenderung hidup untuk bekerja, bekerja dan bekerja terus untuk memenuhi pola hidup konsumtifnya yang bisa dipastikan tidak akan ada habisnya.
Bekerja untuk Hidup
Kerja dalam sekian banyak artinya merupakan kewajiban atau tugas, sekaligus juga sumber hak-hak dipihak pekerja. Hak-hak itu perlu diselidiki dalam konteks luas hak-hak manusiawi secara keseluruhan sesuai dengan kodrat manusia. Manusia wajib bekerja, karena Sang Pencipta memerintahkannya dan karena kemanusiaannya sendiri, yang membutuhkan kerja untuk lestari hidup dan berkembang. Manusia membutuhkan bekerja untuk mengembangkan talentanya sehingga dia hidup.
Dalam konteks tersebut maka manusia senantiasa membutuhkan kerja dalam arti seutuhnya untuk aktualisasi diri sebagai manusia dan bukan hanya sekedar tuntutan kebutuhan ekonomi. Manusia satu dengan yang lain harus saling mengusahakan terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri tersebut.
Dari paparan makna bekerja diatas maka tampaklah bagaimana seharusnya situasi kerja, hubungan majikan dan buruh, berlangsung. Masing-masing pihak harus melihat pentingnya peghargaan terhadap nilai dasar kemanusiaan tersebut. Majikan harus menghargai hak-hak buruh untuk bekerja secara lebih manusiawi, sedangkan kaum buruh pun seharusnya menghargai hak-hak majikan yang telah menyiapkan investasi dalam penciptaan lapangan kerja. Hubungan saling ketergantungan harus tetap meletakkan nilai-nilai manusia di atas kepentingan ekonomi. Semakin penting memaknai dan menyadari bahwa bekerja untuk hidup dan bukan hidup untuk bekerja. Dengan bekerja membuat hidup manusia menjadi lebih bermakna. Seandainya kesadaran ini semakin ditumbuhkembangkan niscaya peringatan 1 Mei tidak perlu selalu diperingati dengan demo buruh atau pemogokan besar-besaran melainkan menjadi peristiwa untuk menyegarkan kembali semangat bekerja untuk hidup.
Selamat menyambut Hari Buruh Sedunia. Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Selasa, 30 April 2013
Solo, Selasa, 30 April 2013
Suko Waspodo
1 comments:
hidup buruh.. sejahterakan buruh..!!!
Posting Komentar