Setiap orang mempunyai
kebutuhan untuk diperhatikan, dihargai, dipandang penting, dikagumi dan
dipuji. Selanjutnya, setiap orang dengan caranya sendiri berusaha
mendapatkan perhatian, penghargaan dan pujian serta melakukan hal-hal
yang membuat diri menjadi penting dan pantas dikagumi. Apabila dalam
usaha mendapatkan semua ini, seseorang sudah tidak dapat lagi melihat
batas kewajaran, ada kemungkinan dia sudah terjerat oleh mental suka tebar pesona.
Orang-orang yang terkena mental suka tebar pesona
mengalami gejala yang sama, mereka sangat peka akan segala ucapan dan
tindak pujian. Dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi mereka
berusaha untuk mengumpulkan segala pujian. Dengan berbagai akal mereka
berusaha keras untuk menunjukkan betapa hebat diri mereka, betapa tinggi
bakat yang mereka miliki, betapa luar biasa prestasi mereka, dan betapa
luas jaringan relasi mereka. Mereka sangat mengarahkan seluruh kegiatan
untuk mendapat sanjungan dan pujian. Seluruh tujuan hidup mereka
seolah-olah diperas menjadi satu: menarik perhatian, mendapatkan pujian,
menikmati sanjungan di mana saja, kapan saja dan dari siapa saja.
Dalam pergaulan mereka
suka memberi kesan baik, hebat, terhormat. Mereka hanya tahan berteman
dan bersahabat dengan orang-orang yang dapat memenuhi kehausan mereka
untuk mendapatkan pujian. Untuk mendapatkan pujian dari orang lain itu,
mereka murah melempar pujian, penghargaan dan perhatian. Namun anehnya,
mereka seperti tidak mungkin dipuaskan. Berkat kegigihan mencari, mereka
banyak sekali mendapatkan pujian yang mereka inginkan. Tetapi setiap
kali mereka mendapat pujian, demikian cepat akibat pujian itu lenyap.
Hidup mereka menjadi hambar lagi. Maka mereka mulai lagi mencari pujian
untuk mengisi hati mereka. Demikian seterusnya.
Kalau usaha
mendapatkan pujian dengan berlagak baik, hebat dan terhormat tidak
berhasil, tidak jarang orang yang terjerat mental tebar pesona
berlaku sebaliknya. Dengan berbagai cara dan akal mereka menampilkan
diri sebagai orang dungu, tolol, bodoh dan tidak berharga. Dengan lancar
mereka mengemukakan kekurangan dan cacat-cacat mereka. Enak saja di
muka umum mereka mengobral rahasia kesalahan dan dosa-dosa mereka. Semua
itu dimaksudkan untuk mendapatkan tanggapan sebaliknya. Biar orang yang
mendengar omongan mereka membantah mereka. Biar
orang yang mendengar mereka menjawab dengan kata-kata, “Bukan, kau
orang yang pandai dan hebat.” Maka terpukullah mereka apabila ada orang
yang menanggapi mereka apa adanya, tidak menangkap udang di balik batu
dan tidak mengerti maksud tersembunyi mereka.
Kita mengenal empat macam kepribadian. Pertama, kepribadian seperti kita pikirkan. Kedua, kepribadian seperti orang lain pikirkan. Ketiga, kepribadian seperti kita mengharapkan orang lain berpikir. Keempat, kepribadian seperti apa adanya. Mereka yang terkena mental tebar pesona
terlalu sibuk dengan kepribadian jenis ketiga, dan melupakan
kepribadian jenis keempat. Mereka tidak tahan menghadapi kepribadian
mereka seperti apa adanya. Mereka terlalu memimpikan kepribadian seperti
ada dalam pikiran orang lain. Dan itu pun bukan sebagaimana orang lain
memandang, melainkan sebagaimana mereka inginkan. Karena itu tidak
mengherankan bahwa hidup mereka tidak kokoh, goyah dan mudah
terombang-ambing oleh berbagai tanggapan orang yang sering tidak jelas
maksud dan tujuannya.
Kita semua harus
bangga atas segala hal yang baik yang ada pada diri kita. Kita mesti
bergembira atas segala kemampuan bakat dan keutamaan yang kita miliki.
Kalau melihat kebaikan kita, orang lain lalu menyampaikan pujian kepada
kita, wajiblah kita terima dengan senang, sambil mengucap terima kasih
kepadanya dan kepada Tuhan yang telah memberikannya kepada kita. Tetapi
pujian tidak mungkin dikejar sebagai tujuan. Pujian tidak ada pada
dirinya sendiri dan berdiri sendiri. Dia adalah akibat dari perbuatan
baik. Kalau saja kita bersedia menjalankan hal-hal yang baik dan berguna
bagi sesama, ada kemungkinan kita akan mendapatkan pujian. Barangkali
tidak hebat. Tetapi tulus.
Kecuali itu, kalau
tujuan hidup kita hanya mencari pujian, ada bahaya kita tidak mengambil
kegiatan atau melakukan hal-hal yang sebetulnya sangat perlu, tetapi
tidak akan membawa pujian orang. Lebih lanjut lagi, sikap ini malah
mengundang antipati orang terhadap kita. Mereka malah enggan memberi
pujian kepada kita, juga apabila hal yang kita kerjakan sebetulnya
pantas mendatangkan pujian.
Demi perkembangan
pribadi dan hidup kita, kita membutuhkan pujian. Pujian merupakan
pernyataan penghargaan kepada pribadi dan prestasi kita. Pujian yang
tulus memberi kekuatan kepada hati kita yang lesu, memberi keberanian
kepada hati kita yang kecut dan semangat kepada hati kita yang loyo.
Pujian menciptakan suasana hangat dan menyenangkan. Pujian memperlancar
kehidupan bersama. Dan membantu menyelesaikan banyak persoalan hidup.
Pujian memberi keseimbangan pada hidup yang kadang-kadang berat ini.
Tetapi gila pujian atau tebar pesona
merupakan penyakit. Seperti penyakit-penyakit lain, penyakit ini
merugikan. Olehnya hidup kita menjadi tidak simbang, kepribadian kita
goyah, dan peran serta kita kepada sesama palsu. Hal-hal inilah yang
sebaiknya menjadi bahan renungan bagi mereka yang dikuasai oleh mental tebar pesona, sebagai langkah untuk mengatasi kegoyahan pribadi dan ketidakseimbangan hidup mereka. Semoga bermanfaat.
Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Senin, 5 Agustus 2013
Suko Waspodo
0 comments:
Posting Komentar