Sebagian besar dari
kita hidup, bekerja dan bergiat dalam suatu organisasi: sekolah, tempat
kerja, masjid, gereja, klub, kelompok. Organisasi semacam itu dapat
menghambat kreativitas kita. Dalam artikel ini akan kita cermati 7
rintangan organisasional yang menghadang kita di jalan kita menuju ke
kreativitas.
Rintangan 1: Takut Gagal
Ketakutan kalau gagal merugikan organisasi terjadi dalam tiga cara: Pertama, karena menentukan siapa yang diberi balasan dan karena apa. Kedua, karena menciptakan tekanan untuk sukses dengan segera. Ketiga, karena menuntut hasil yang pasti.
Struktur balas (reward structure).
Dalam kebanyakan organisasi, balasan hukuman untuk kegagalan jauh lebih
besar daripada balasan hadiah untuk keberhasilan. Bahkan, hukuman
karena berbuat salah, biasanya lebih besar daripada tidak berbuat
apa-apa. Akibatnya, para anggota organisasi, seperti para pegawai
negeri, karyawan pabrik atau perusahaan, pada umumnya akan memilih
kemungkinan kerja yang aman atau tidak berbuat apa-apa. Toh masih diberi
upah. Mengapa main coba-coba!
Tekanan untuk hasil yang segera (pressure for immediate results).
Kebanyakan sukses merupakan hasil kerja lama dan atas jasa banyak
orang. Sedangkan kegagalan setiap saat dapat terjadi dan dapat dibuat
oleh satu orang saja. Dalam organisasi yang takut gagal, orang
memusatkan diri pada program pendek yang akan menghasilkan dengan
segera, meskipun biasa-biasa saja mutunya. Mereka berhasil, tetapi tidak
sukses besar.
Hasil yang pasti (certainty of predictability). Di mana kegagalan dihukum, orang akan melakukan hal yang hasilnya dapat diramalkan (predictable).
Mereka tidak menghendaki kejutan. Dalam keadaan itu program kerja yang
sudah, yang pasti mendatangkan hasil, lebih disukai daripada program
yang baru, yang belum pasti hasilnya. Karena program kerja yang sudah
rutin kalau mendatangkan kegagalan pasti tidak banyak. Dalam organisasi
semacam itu, hasil kerja dapat dikatakan baik, sejauh baik berarti tidak
menggoncangkan, tetapi tak pernah akan menghasilkan sesuatu yang
sungguh inovatif.
Tentu saja ketakutan
untuk gagal tidak seluruhnya jelek. Kecuali tidak mengenakkan,
memalukan, dan memerosotkan nama. Di bidang-bidang tertentu seperti
penerbangan, pelayaran, pertambangan, kegagalan dapat mendatangkan
malapetaka. Yang hendak dikatakan disini adalah memberi tempat yang
wajar kepada kegagalan. Tidak lebih. Kegagalan dan keberhasilan
merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Apabila kita mau berhasil, kita
harus mengalami kegagalan. Dan kegagalan hanya lenyap kalau keberhasilan
sudah final dan lengkap.
Rintangan 2: Terlalu Sibuk dengan Tata Tertib dan Tradisi
Tata tertib penting,
bahkan vital. Tetapi kalau segala-galanya terjadi seperti direncanakan,
teratur, tertib, lancar, tidak akan terjadi inovasi. Tata tertib erat
berhubungan dengan tradisi. Karena cara yang paling tertib untuk
melakukan sesuatu adalah cara yang sudah lama, yang sudah biasa, dan
dipakai sebelumnya. Hal itu membuat orang terlalu menghormati tradisi
dan menciptakan penyesuaian, juga bila tata tertib itu tidak efektif dan
tidak dibutuhkan lagi. Tradisi memang bisa membawa stabilitas. Tetapi
juga mendatangkan kemacetan dan kemandegan.
Obsesi, perhatian yang
keterlaluan pada tata tertib juga mencerminkan ketakutan kalau terjadi
kekacauan dalam hubungan antar manusia. Cara pengaturan yang tidak biasa
menakutkan. Akibatnya, misalnya, suami-isteri tidak boleh bekerja di
tempat yang sama, karena dapat membawa masalah-masalah keluarga ke
tempat kerja. Karyawan tua tidak boleh mempertangungjawabkan
pekerjaannya kepada manajer muda, supaya tidak terluka hatinya.
Penekanan pada tata tertib dan tradisi ini dapat meluas di bidang-bidang
lain dan memacetkan usaha.
Keketatan tata tertib
itu juga menuntut agar tidak terjadi luapan emosi yang kuat. Sebab dapat
mengacau. Cinta, marah, lega, tertekan, tidak ada tempat di sana.
Stabilitas emosional menjadi yang paling berharga. Kebingungan,
ketegangan, ketidakjelasan dihindari. Apabila muncul ditutup-tutupi.
Pembatasan-pembatasan itu menciptakan lingkungan kerja yang lemah,
tetapi tidak berpijak pada kenyataan. Dan lingkungan semacam itu tidak
pernah akan mendatangkan produk kreatif.
Tata tertib perlu.
Irama hidup penting. Aturan berguna. Tetapi semua itu adalah sarana,
bukan tujuan. Kalau kreativitas, inovasi yang dicari, semacam kekacauan
akan menjadi bagian hidup. Karena yang baru selalu mengejutkan dan
dihasilkan lewat jalan yang tidak biasa.
Rintangan 3: Gagal Melihat Kekuatan yang Ada.
Kegagalan untuk melihat kekuatan sendiri dan orang-orang di sekitar, dalam bahasa Inggris disebut resource myopia.
Olehnya orang tidak lagi dapat menghargai sumber daya yang ada pada
orang, barang, lingkungannya sendiri. Dia tidak percaya pada kemampuan
manusia dan irama serta gaya kerja yang berbeda dengan miliknya.
Kegagalan itu ada pada kaum realis yang pragmatis dan hanya mampu
melihat “hal seperti adanya”. Padahal pembaharuan kreativitas suka
melihat “hal-hal sebagaimana mungkin”.
Organisasi hanya
mempergunakan sebagian dari keseluruhan bakat yang ada padanya dan orang
perorangan hanya mempergunakan sebagian dari bakat-bakatnya untuk
menangani pekerjaan mereka. Hal ini biasanya terjadi karena orang diikat
pada pekerjaan tertentu dengan isi tugas yang tradisional sifatnya.
Misalnya seorang sekretaris yang cakap memimpin rapat tidak dapat
mempergunakan bakatnya, karena sekretaris tidak memimpin rapat, tetapi
membuat laporan rapat.
Garis komando dari
atas ke bawah dalam organisasi mudah sekali menjadi sumber kegagalan
melihat kekuatan yang ada, karena orang-orang yang berfungsi dalam garis
itu dipaksa untuk dapat menjalankan peran sesuai dengan kedudukannya
secara baik. Akibatnya bakat istimewa orang-orang muda yang didudukkan
dalam garis itu dapat tersia-sia.
Rintangan 4: Terlalu Pasti
Terlalu pasti (overcertainty),
merupakan penyakit khas kaum spesialis. Karena kaum spesialis tahu,
atau merasa tahu bidangnya dengan baik. Orang-orang demikian kurang
terbuka terhadap pendekatan-pendekatan baru. Ahli menjadi ahli karena di
masa yang lalu mereka berhasil dengan pendekatan tertentu. Karena
orang-orang itu telah mendapat balasan baik, entah secara material atau
moral, atas metode-metode yang mereka gunakan dalam suatu bidang
tertentu. Mereka merasa enggan untuk meninggalkan metode-metode yang
sudah terbukti sukses itu. Maka meski metode itu sudah tidak efektif
lagi, mereka tetap mempertahankannya. Hal-hal yang dulu pernah berhasil,
dijadikan dogma yang kaku dan tidak terbuka untuk tuntutan-tuntutan
baru.
Sejarah mencatat
daftar panjang tentang pembaharuan, inovasi, yang terjadi di luar
lingkungan kaum ahli. Mobil tidak ditemukan oleh para ahli angkutan pada
jamannya, yaitu para ahli kereta api. Kapal terbang tidak ditemukan
oleh para ahli mobil. Jam digital tidak ditemukan oleh para pengrajin jam. Daftar ini dapat diperpanjang dan ajarannya jelas mengesankan.
Rintangan 5: Enggan untuk Mempengaruhi
Banyak orang dengan
ide-ide cemerlang kerap tidak mau tampak sebagai orang-orang yang
lancang menekan-nekankan ide mereka dan ragu-ragu untuk berdiri
berdasarkan keyakinan mereka. Akibatnya orang-orang yang paling inovatif
dalam suatu organisasi jarang tampil sebagai orang-orang kuat. Mereka
mungkin malah membatasi diri dan tidak suka berpengaruh di kalangan
rekan-rekan. Organisasi hanya dapat inovatif kalau orang-orang kuatnya
berperanan. Kalau ide hanya datang dari orang biasa, lalu dibawa ke
atas, ide itu akan ditelan oleh kebiasaan: “akan dipertimbangkan” dan
kalau dibawa di antara reken-rekan sekerja ide itu akan ditanggapi
dengan lagak biasa: “kenapa susah-susah”.
Rintangan 6: Enggan untuk “bermain-main”
Dalam
organisasi-organisasi formal, apalagi besar, orang biasanya bertindak
terlalu resmi dan serius. Karena tidak mau tampak bodoh, mereka jarang
mencoba: “bagaimana kalau” atau “marilah kita berandai-andai …”
Organisasi kaku tidak memberi kesempatan kepada orang untuk
mengembangkan fantasi. Akibatnya pikiran-pikiran baru yang muncul dalam
otak lenyap begitu saja. Hal ini sungguh sayang. Karena ide-ide yang
pada saat ini dipakai atau program-program yang tersusun rapi, pada
mulanya merupakan buah fantasi juga.
Sikap “bermain-main” (playing) mempunyai peranan dalam kehidupan. Sikap bermain-main dan kesukaan untuk bermain-main itu penting dalam organisasi.
Pertama,
bermain-main merupakan saat bebas, gembira, aktif, gairah, hidup, dan
tidak tertekan sedih, pasif, loyo, mati. Hal ini tampak pada orang-orang
kreatif. Pada umumnya mereka memandang pekerjaan mereka sebagai
“permainan”. Karena mengerjakan pekerjaan sebagai menikmati permainan,
mereka bekerja secara bebas, gembira, aktif, gairah, hidup. Organisasi
yang tidak membiarkan sikap “bermain-main”, akan menciptakan kelesuan,
kelambanan, kejemuan, kemalasan, kemandulan, kemandegan.
Kedua, orang
dapat bermain-main karena ada waktu senggang atau ada orang lain yang
mengambil alih tugasnya. Dalam organisasi hal ini penting diperhatikan.
Dalam organisasi ada fungsi kreatif dan ada fungsi kelangsungan (survival).
Fungsi kreatif itu perlu untuk mendatangkan pembaharuan. Fungsi
kelangsungan perlu agar organisasi tetap hidup. Fungsi kreatif
berperanan sebagai otak. Fungsi kelangsungan berperanan sebagai
pelaksana. Fungsi kreatif terdapat di bagian pengembangan, penelitian,
riset, laboratorium. Fungsi kelangsungan terdapat pada produksi,
pemasaran, keuangan, administrasi. Suatu organisasi yang ingin maju
perlu memberi kemungkinan dan kesempatan kepada fungsi kreatif untuk
mencoba-coba, mempraktikkan hal-hal baru, memulai sesuatu yang lain,
untuk “bermain-main”.
Rintangan 7: Terlalu Mengharap Hadiah
Aneh sekali. Apabila
diminta untuk memecahkan masalah yang menuntut kreativitas, orang akan
lebih berhasil bila taruhannya kecil daripada bila taruhannya besar.
Para siswa-siswi yang diberi
tugas melulu karena memberi tantangan menarik, kerap lebih berhasil
daripada para siswa-siswi yang diberi janji hadiah uang. Karena
kecemasan yang diakibatkan oleh keinginan mendapat hadiah itu,
menghambat proses kerja dan menyumbat kreativitas.
Hal yang sama terjadi
dalam organisasi. Dalam televisi, acara menarik kerap lahir bukan dari
studio resmi yang harus mengikuti formula yang sudah teruji benar,
dimana taruhannya besar, tetapi dalam televisi pendidikan, atau televisi
lain dimana taruhannya kecil. Tim olahraga yang sebelum bertanding
diberi janji hadiah besar bila menang dan hukuman berat bila kalah
bertanding, pada umumnya akan bermain tegang dan tidak kreatif daripada
tim yang bertanding tanpa beban mental, tetapi hanya dipesan supaya
bermain baik dan serius.
Demikianlah apabila
kita menghendaki diri kita dan orang-orang kita tetap menjadi kreatif
dalam organisasi atau menjaga agar organisasi tetap segar dan inovatif,
ketujuh rintangan itu harus dihindari. Selamat berorganisasi dan menjadi
semakin kreatif.
Salam sukses penuh cinta.
***
Solo, Jumat, 26 Juli 2013
Suko Waspodo
0 comments:
Posting Komentar