aku tertawa dan melecehkan saat Dia berjalan hari itu
ke atas bukit untuk menebus jiwaku
aku bergabung dengan orang banyak tuk meludah dan mengejek
dan aku melihat kesedihan-Nya tumbuh
aku menancapkan setiap paku jauh di tangan-Nya
dengan setiap dosa di hatiku
pemberontakanku mendorong duri di kepala-Nya
dan perselisihanku merobek jubah-Nya
aku menggunakan kebencianku tuk memberi minuman pahit
dan aku menatap-Nya dengan bangga
aku memikirkan kekecewaan masa lalu
dan dengan amarahku, aku menembus sisi-Nya
aku menyangkal kekuatan-Nya dan mengabaikan nilai-Nya
dan berdiri menunggu hidup-Nya berakhir
aku menyaksikan tetes terakhir darah-Nya jatuh
tidak tahu kesedihanku akan dimulai
aku melihat sekeliling tuk menemukan penuduh-Nya
tetapi tidak ada orang di sana kecuali aku
aku melihat tanganku; yang berlumuran darah
dan kemudian aku mulai melihat
keyakinan perlahan memasuki hatiku
dan aku menjatuhkan semua senjata pilihanku:
kesombongan, kemarahan, kebencian, nafsu,
dan kemudian aku mendengar suara-Nya
"Maafkan dia Bapa, aku mati untuknya.
Aku membayar harga untuk jiwanya,
Aku menanggung penyakitnya dan semua rasa sakitnya,
dan sekarang aku telah membuatnya utuh."
Dia memandang ke bawah
ke arahku dengan mata penuh kasih
Dia melihat masa kiniku, masa depanku, masa laluku
Dia tahu aku membutuhkan Juru Selamat
dan jiwaku akhirnya menemukan-Nya
aku melihat sekeliling tuk menemukan penuduh-Nya
tetapi tidak ada orang di sana kecuali aku
***
Solo, Kamis, 8 April 2021. 9:52 am
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
antologi puisi suko
ilustr: Vatican Museums
0 comments:
Posting Komentar