Welcome...Selamat Datang...

Senin, 27 Oktober 2014

Jokowi dan Harapan Rakyat untuk Perubahan


Bangsa Indonesia kini memiliki Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden baru. Seluruh rakyat pantas menyampaikan selamat atas pelantikannya sebagai Presiden ketujuh RI. Tentu saja, di balik ungkapan selamat itu, diiringi pula berbagai harapan yang disematkan di pundaknya.

Harapan yang terkesan klise tetapi mendasar adalah segera terciptanya perubahan dalam tata kehidupan masyarakat  ke taraf hidup yang lebih baik. Mengapa perubahan? Wajar, karena keinginan setiap orang ketika hendak memilih pemimpin baru adalah terjadinya perubahan yang dapat membawa perbaikan nasibnya. Kecuali itu, apabila seorang dicatat dalam buku sejarah bangsanya sebagai pemimpin yang berhasil dan dihormati di negaranya, bahkan dunia, diukur dari kesanggupannya dalam membawa perubahan yang signifikan bagi perbaikan nasib bangsanya.

Beberapa pemimpin dunia yang dicatat berhasil memberikan pembaruan adalah Franclin Delano Rosevelt di Amerika Serikat, Nasser di Mesir, Attaturk di Turki, Gandhi di India, Gorbachev di Uni Soviet, dan Soekarno di Indonesia. Soeharto sebenarnya juga dapat dideretkan di sini. Namun, di akhir masa jabatannya, dia mendapat catatan yang kurang bagus sebagai pemimpin rezim yang korup dan otoriter.

Indonesia sampai saat ini masih mendambakan lahirnya pemimpin perubahan itu. Pemimpin yang sanggup membawa bangsa ini menuju kemajuan yang signifikan. Rakyat kecil keluar dari balutan kemiskinan, penganggur disediakan lapangan kerja, korupsi benar-benar diberantas, moral bangsa yang bobrok dicerahkan, dan kekerdilan bangsa ini dibuat terhormat supaya disegani bangsa-bangsa lain di dunia.

Mengapa perlu pemimpin perubahan? Perubahan dan kemajuan seharusnya bukan hanya didengungkan para pemimpin. Selama banyak rakyat miskin dan penganggur masih bergumul dengan kemiskinannya, korupsi merajalela, moral bangsa bobrok, maka Indonesia sejatinya belum mengalami perubahan yang diharapkan.

Atas dasar itu, adanya pemimpin perubahan benar-benar diharapkan setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak lagi memimpin. Pemimpin perubahan tidak sekedar baik, berbudi, jujur, berintegritas, bermoral, tegas, berwibawa, berkarakter, tetapi juga harus benar-benar meningkatkan ekonomi rakyat miskin, menciptakan lapangan kerja, memberantas korupsi, mencerahkan moral bangsa, dan membawa bangsa ini disegani bangsa lain di dunia.

Apabila kita tilik dari sejarahnya, republik ini telah melahirkan sejumlah pemimpin yang memiliki keunggulan khusus. Soekarno dikagumi karena jasanya sebagai sang proklamator. Soekarno membawa bangsa ini keluar dari belenggu penjajahan dan mengantarnya menuju pintu gerbang kemerdekaan.

Presiden Soeharto terkenal dengan bapak pembangunan yang membawa perbaikan pada kehidupan ekonomi rakyat. Habibie dikagumi karena kepiawaiannya di bidang teknologi. Gus Dur dengan pluralisme dan egalitarianismenya, sedangkan Megawati sebagai ratu demokrasi karena mengakhiri masa jabatan tanpa pertumpahan darah.

SBY gencar memberantas korupsi, meski belum memuaskan. Namun, perilaku korup para elite pada masa pemerintahan mereka tetap merajalela sehingga citra Indonesia adalah negeri terkorup di dunia.

Untuk Perubahan Dibutuhkan Keberanian

Sekarang ini, untuk perubahan itu, Indonesia membutuhkan pemimpin yang kuat dan berani. Pemimpin yang terus bermimpi mengubah negeri, tetapi berani membayar harga tinggi atas risiko-risiko setiap keputusannya. Untuk kasus korupsi, misalnya saja, pemimpin tidak cukup dengan memperkuat lembaga penegak hukum, seperti KPK, MK, Pengadilan Tipikor, KY, ataupun Satgas Pemberantasan Korupsi. Sebaliknya, pemimpin itu haruslah kokoh melaksanakan yang dikatakan Ferdinand I (1503-1564), yaitu fiat justitia pereat mundus atau hendaklah hukum ditegakkan, meskipun langit runtuh  dan dunia harus binasa.

Untuk menyejahterakan rakyat miskin dan mengatasi pengangguran, pemimpin perlu menaikkan pajak pendapatan orang-orang kaya, sambil mengontrol ketat pembayaran pajak. Bukan dengan kebijakan belas kasih yang terus merendahkan martabat mereka, seperti memberi bantuan langsung tunai (BLT) di balik kebijakan menaikkan harga BBM.

Untuk perubahan, Jokowi sebagai pemimpin baru harus menunjukkan keberanian itu. Jokowi harus berani mengambil keputusan berisiko demi menyejahterakan rakyatnya, seperti Evo Morales di Bolivia, Ahmadinejad di Iran, dan Hugo Chavez di Venezuela. Jokowi akan diuji oleh waktu, apakah dia memiliki keberanian dan kesanggupan untuk hal itu.

Kita memang tidak bisa menuntut lahirnya pemimpin besar paripurna dalam diri Jokowi. Namun, setidaknya Jokowi dapat tampil sebagai pemimpin bangsa, seperti yang didambakan masyarakat polis Yunani kuno, yaitu pemimpin yang memiliki ethos, pathos, dan logos. Ethos, adalah pemimpin yang memiliki kekuatan, keyakinan, dan keberanian dengan kompetensi dan karakter kepemimpinan. Pathos, adalah pemimpin yang memiliki kemampuan empati, emosi, dan hati. Logos, adalah pemimpin yang memiliki kemampuan yang memberi kesadaran rasio serta cekatan dan efektif menciptakan perubahan akan kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Selamat bekerja presiden Jokowi. Mari kita wujudkan Indonesia hebat demi kesejahteraan rakyat.

Salam damai penuh cinta.

***
Solo, Selasa, 21 Oktober 2014
Suko Waspodo
Ilustrasi: lynk.ly

0 comments:

Posting Komentar