Kekerasan di sekolah kembali
terulang, kali ini sungguh memprihatinkan, pem-bully-an sadis dan bahkan yang sungguh mengejutkan kejadian
tersebut sambil direkam videonya oleh seorang murid dengan handphone. Kalau pertanyaan yang muncul ‘siapa yang salah?’, maka
jawabannya pasti, ‘gurunya’, karena peristiwa tersebut terjadi di lingkungan
sekolah. Apalagi peristiwanya
berlangsung saat pelajaran dan para murid ditinggalkan oleh gurunya.
Kurikulum 2013 yang menempatkan
tugas utama seorang guru sebagai fasilitator harus ditinjau kembali. Tugas
seorang guru tidak sama dengan dosen. Perannya sebagai seorang pendidik harus
lebih diutamakan, artinya senantiasa memberi keteladanan. Sekolah, dari mulai TK sampai dengan SMA maupun
SMK dan bahkan perguruan tinggi harus menjadi
pusat pendidikan karakter, bukan hanya tempat pengajaran.
Sekolah yang berkualitas bukan
hanya dilihat dari lulusannya yang memiliki nilai-nilai akademis yang tinggi
melainkan juga lulusan yang berkarakter.
Kegiatan di sekolah tidak hanya diisi dengan mengerjakan LKS belaka, sementara gurunya
sibuk dengan diklat atau seminar untuk mengumpulkan sertifikat untuk mengejar
sertifikasi. Bahkan ada yang lebih parah
lagi, para guru sibuk dengan jalan-jalan di mall
pada jam-jam efektif sekolah.
Profesi guru memang menuntut
totalitas karena menyangkut kualitas manusia yang dihasilkan dari proses
pendidikannya. Sekarang ini semakin banyak orang yang memilih profesi guru
karena memang imbalan gajinya, khususnya guru negeri, sudah sangat baik. Namun
ironisnya mereka banyak yang tidak memahami perannya sebagai guru dan hanya
mengejar gaji serta status sebagai PNS.
Seleksi serta pengangkatan guru
seharusnya diperketat dengan mempertimbangkan kualitas pribadi serta motivasinya.
Apabila ditengah perjalanan profesinya ternyata seorang guru tidak mampu
menjadi teladan dan bahkan membuat runyam seperti kasus di atas maka sudah
sepantasnya untuk yang bersangkutan diberhentikan dari tugasnya.
Siapa pun yang memilih profesi guru
harus mengutamakan pendidikan dan keteladanan. Para murid, siswa-siswi serta mahasiswa-mahasiswi bukanlah obyek melainkan
subyek yang harus semakin berkarakter dan berkembang positif manakala mereka menempuh pendidikan. Guru
tidak cukup sebagai fasilitator saja tetapi penentu kualitas pendidikan
seutuhnya.
Tulisan sederhana ini hanya
sekedar ungkapan keprihatinan terhadap kualitas pendidikan di negeri ini.
Semoga bisa menjadi bahan refleksi kita yang masih peduli dengan masa depan
bangsa.
Salam pendidikan penuh cinta.
***
Solo, Jumat, 17 Oktober 2014
Suko Waspodo
Ilustrasi: gambardanfoto.com
0 comments:
Posting Komentar