Aliran berbusa dari batu. Dengan gemuruh guntur mulai bergegas. Ek jatuh bersujud saat kilatan petir. Dan bangkai gunung mendatangi ledakan. Dengan kekaguman yang meluap-luap, takjub hilang. Pengembara mendengar suara. Dari tebing ke tebing dia mendengarnya terlempar. Namun tidak tahu ke mana itu terikat. Dengan demikian air tembang itu mengalir deras. Dari sumber yang tidak pernah dikenal sebelumnya.
Bersatu dengan yang ditakuti. Utas putaran kehidupan itu dengan tenang. Siapa yang bisa menolak nada pelantun? Siapa dari sihirnya yang membebaskannya? Dengan tongkat seperti yang dilimpahkan para dewa. Dia menuntun chord dada yang naik-turun. Dia merendamnya di alam di bawah. Dia menanggungnya, bertanya-tanya, ke surga. Pada skala perasaan yang bergetar bergoyang.
Seperti saat di depan mata yang terkejut. Dari beberapa kerumunan sukacita, secara misterius. Dengan langkah raksasa, dalam penyamaran roh. Muncul dewa yang luar biasa. Kemudian busurlah setiap kebesaran bumi. Sebelum orang asing itu lahir di surga. Bisu adalah bunyi kegembiraan yang tidak dipikirkan. Sementara dari setiap wajah topengnya terkoyak. Dan dari kekuatan kejayaannya. Setiap pekerjaan kepalsuan dibutuhkan untuk terbang.
Jadi dari setiap beban bebas. Ketika dipanggil oleh suara tembang. Manusia melambung ke martabat roh. Menerima kekuatan yang sangat dahsyat. Di antara para dewa sekarang rumahnya. Berusaha duniawi untuk mendekati. Semua kekuatan lain sekarang harus bodoh. Tidak ada nasib yang dapat merambah wilayah kekuasaannya. Kerutan suram kepedulian menghilang. Sementara pesona musik masih ada di sini.
Seperti setelah kerinduan yang panjang dan tanpa harapan serta kepahitan. Seorang anak dengan air mata yang membakar pertobatan. Menempel sayang ke hati ibunya. Jadi untuk masa mudanya yang bahagia. Untuk mengangkat murni dan bebas dari noda. Semua kesombongan aneh dan salah mengusir. Tembang memandu pengembara kembali lagi. Di lengan penuh kasih alam yang setia, dari awal dingin menjadi hangat.
***
Solo, Selasa, 23 Juli 2019. 2:47 pm
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
ilustr: Debra Hurd
0 comments:
Posting Komentar