Welcome...Selamat Datang...

Jumat, 12 Juli 2019

Kutulis Puisi Cinta tentang Dia


Siang begitu panas dan ruang dosen pun terasa sangat gerah karena pendingin ruangan yang tak berfungsi dengan baik. Sudah tiga gelas air mineral tandas membasahi tenggorokanku. Menunggu memang aktivitas yang kadang terasa tidak nyaman.  Masih dua puluh menit lagi jadwal mengajarku terakhir hari itu.

Dengan tidak sabar saat jam dinding menunjuk pukul 14:50 aku menuju gedung C lantai 3 ruang 3 di mana siang itu jadwalku memberi perkuliahan bahasa Inggris untuk mahasiswa semester 1 jurusan Sistem Informatika. Meski dengan nafas tersengal, karena untuk menuju ruang tersebut tidak ada lift alias harus lewat tangga, aku ingin segera masuk ruangan karena pendingin ruang kuliah sangat dingin tetapi  nyaman. Lebih nyaman daripada di ruang dosen.

"Selamat siang semuanya," begitulah kebiasaanku menyapa para mahasiswa setiap mengawali perkuliahan.

"Selamat siang, pak," jawab mereka tak terlalu keras. Maklum waktunya memang waktu yang bikin ngantuk dan mungkin juga lapar bagi yang tidak biasa makan siang di kampus.

"Aku ingin segera masuk ruangan, bukan karena kangen kalian, melainkan karena udara luar panasnya kebangetan, maka ingin segera kunikmati ruangan ini dengan nyaman," kulanjutkan menyegarkan awal perkuliahanku dengan sedikit bercandaan.

"Huuuu...,!" begitulah tanggapan mereka secara serentak. Seperti  biasa kebiasaan orang muda saat menanggapi bercandaan yang seolah ingin mengatakan bahwa bercandaannya tidak lucu.

Aku sengaja membuat kalimat tadi seperti penggalan puisi. Para mahasiswaku juga tahu bahwa aku suka menulis puisi di media sosial, terutama di Kompasiana.

"Pak...!", seorang mahasiswi mungil manis berambut lurus berteriak menarik perhatianku dan yang lain.

"Ya,... Ada apa Adinda?" aku hafal dengan nama depan gadis manis ini. Wajar kan kalau aku hafal dengan mahasiswiku yang manis menarik hati.

"Bapak pinter dan suka menulis puisi, buatkan puisi cinta tentang saya dong. Please pak?!", Adinda bergaya merengek manja.

"Saya tidak pinter membuat puisi, hanya suka menulis puisi," aku menanggapi dan mencoba bersikap seolah rendah hati, padahal sombongku akut.

"Hati-hati pak. Dinda ada maunya tuuuh. Dia centil itu pak. Dinda kemayu. Pedekate dan sok akrab ke bapak tuh biar nilai Inggrisnya bagus." Ada-ada saja cletukan dari sebagian mahasiswa, pastinya yang cowok.

"Okey... okey... saya akan buat satu puisi spesial  untuk Dinda, tetapi janji bahwa kalian tidak akan menebar gosip yang menyulitkan saya. Ini murni puisi atas permintaan Adinda," akhirnya aku bersedia akan membuatkan puisi tentang Adinda, dengan kesepakatan yang disetujui mereka.

"Terima kasih, pak," mendadak Adinda maju menyalami aku dan menarik tangan kananku lalu dia sentuhkan punggung telapak tanganku ke pipi kanannya.  Aku terkejut dan perlahan sedikit menarik tanganku. Meski aku kali ini senang dengan apa yang dilakukan Adinda tetapi sebenarnya aku kurang setuju dengan kebiasaan seperti itu.

"Huuuu...huuuu...!" lagi-lagi para mahasiswa berteriak-teriak. Kali ini untuk meledek Adinda.

"Sudah... sudah...! Mari kita mulai perkuliahan kita," aku mencoba meredakan kegaduhan agar tidak mengganggu kegiatan perkuliahan lain yang berlangsung di ruang sebelah.

Perkuliahan siang itu berlangsung seperti biasanya namun aku sendiri jadi tidak fokus karena sudah langsung muncul imajinasi tentang Adinda yang akan kutuangkan dalam puisi. Aku ingin segera pulang dan membuat puisi cinta tentang dia.

===

Menjelang senja aku sudah di rumah. Seperti biasa ganti baju, hanya memakai celana kolor dan singlet, aku langsung aktifkan PC bututku. Tanpa menyiakan waktu, imajinasi yang sudah terkumpul di kepala langsung aku rangkai menjadi sebuah puisi.

Madah Cinta Untuk Adinda

kutuliskan syair lugas ini untuk adinda
tatkala diri terkungkung rindu nan meraja
bayang mungil parasmu selalu menggoda
menelikung lamunan dalam gundah gulana

sapa ramahmu membius bisikan nurani
sadarku akan bentang tinggi pemisah diri
andai kumampu menembus sekat kodrati
mungkinkah kusentuh tuk menggapai naluri

semilir bayu kemarau membelai manismu
laksana rusa muda ayun langkah manjamu
bercengkerama di rindang taman memadu
tak lepas mata arahkan pandang kagumku

ingin kupersembahkan madah kudus cinta
sebagai ungkapan gejolak rasa yang bergelora
meski tiada pantas aku mengais remah mesra
dambaku tuk lantunkan tembang bersahaja

bila engkau berkenan untuk memadu dendang
biarlah kisah indah ini tersimpan dalam kenang

***
Solo, Rabu, 24 Oktober 2018
'salam hangat penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko

Dengan format penyajian khas puisi karyaku, begitu kelar langsung aku tayangkan di akun Kompasianaku.  'Madah Cinta Untuk Adinda', aku merasa judul itu dan isinya cukup romantis. Kebetulan nama Adinda juga sangat pas dan puitis untuk dijadikan judul.

Sesuai dengan permintaan Adinda, setelah tayang di Kompasiana kemudian aku posting link-nya ke akun facebook miliknya. Semoga dia senang dengan puisi cinta yang kutulis sesuai pintanya.

*****
Solo, Rabu, 7 November 2018
'salam hangat penuh cinta'
Suko Waspodo
ilustr: obatrindu

0 comments:

Posting Komentar