Di manakah kita membeli barang kebutuhan sehari-hari seperti
sabun mandi, pasta gigi, shampo, obat flu, sembako dan sebagainya? Bagi kita
yang tinggal di kota pasti kebanyakan membelinya di toserba atau supermarket
saat akhir pekan atau awal bulan, dalam bentuk belanja besar atau sedang. Kalau
untuk kebutuhan mendadak dalam jumlah kecil atau satuan biasanya kita belanja
di minimarket yang menjamur di mana-mana.
Di lain pihak faktanya banyak tetangga dekat di kampung atau
komplek perumahan yang membuka warung kelontong kecil atau sedang. Pernahkah
kita memilih untuk belanja di warung mereka? Pasti kebanyakan dari kita akan
menjawab jarang atau tidak pernah. Sebagian besar alasannya pasti karena lebih
murah kalau membeli di toserba atau supermarket dan sekaligus jalan-jalan ngemall serta ngadem. Ada juga yang merasa tidak nyaman karena penataan barang dagangan
di warung tetangga terkesan tidak rapi dan kotor.
Kita kadang tidak pernah berpikir bahwa, tetangga yang
membuka warung kelontong tersebut sebenarnya membutuhkan penghasilan untuk
kelangsungan hidup dan mungkin juga
untuk pendidikan anak-anak mereka. Bukankah akan sangat membantu
kehidupan mereka apabila kita membeli kebutuhan kita yang kebetulan tersedia di
warung mereka? Apalah artinya selisih harga 500 rupiah sampai dengan 1000
rupiah tetapi kita secara tidak langsung meringankan beban hidup mereka?
Demikian pula apabila ada tetangga yang membuka warung makan
untuk kelangsungan hidup mereka, apakah pernah sekali waktu kita makan atau
membeli lauk-pauk di sana? Sama saja,
pasti jawabannya tidak pernah atau jarang juga.
Padahal apabila masakannya pas dengan selera kita, tak ada
salahnya kita membeli dagangan mereka. Selain itu pasti kadang-kadang kita
tidak sempat memasak makanan sendiri atau membutuhkan lauk-pauk mendadak, maka
warung makan tetangga bisa menjadi pilihan yang cukup baik. Tetapi kenyataannya
kita enggan membeli makanan di warung tetangga dengan alasan kurang higienis
lah, kurang enak lah dan sebagainya. Kemudian memilih membeli fast food atau masakan restaurant besar.
Sementara itu manakala tetangga yang membuka warung tersebut
juga memiliki pohon buah, misalnya mangga, saat musimnya kita selalu mendapat
pembagian meski tentu saja dalam jumlah sedikit. Kita mau dipahami dan menerima
pemberian namun tidak memiliki empati dan tenggang rasa dengan kebutuhan
mereka.
Saat ada dari kita yang menderita sakit dan bahkan meninggal
dunia, siapakah yang peduli? Pasti tetangga kita dan termasuk mereka yang
memenuhi kebutuhan hidup dengan membuka warung tersebut. Apakah para pemilik
toserba, supermarket, mini market atau restaurant akan peduli dengan kesusahan
kita?
Masalah makanan memang bisa dimengerti kalau kita memiliki
selera yang berbeda maka kita tidak membeli di warung makan tetangga. Namun
untuk kebutuhan sehari-hari seperti sembako dan kelontong, bukankah banyak yang
sama antara yang dijual di warung tetangga dengan yang di supermarket?
Apabila alasannya adalah tentang penataan dagangan mereka,
kita bisa memberi masukan agar mereka lebih rapi dan bersih dalam menata barang
dagangannya. Sedangkan apabila alasannya ke supermarket untuk sekaligus
rekreasi atau refreshing toh tetap
bisa dilakukan dengan tetap memahami tetangga dengan membeli barang dagangan
warungnya.
Di sinilah empati, tenggang rasa dan sikap adil kita
ditantang. Memang uang-uang kita sendiri dan kita bebas untuk membelanjakannya
di mana saja tetapi faktanya kita adalah makhluk soasial. Kita tidak hidup
sendiri dan tidak mungkin mampu memenuhi kebutuhan kita sendiri. Adilkah kita
memelihara ego kita dengan minta dipahami tetapi tidak pernah memahami?
Kehidupan kita selalu dipahami dan acap kali dibantu oleh
tetangga tetapi kita jarang atau bahkan tidak peduli dengan persoalan hidup
mereka. Kenyataan yang sering kita alami bahwa terkadang perhatian dan empati tetangga jauh melebihi
perhatian saudara kita sendiri.
Demikianlah sedikit bahan refleksi kecil dan sederhana.
Bukan bermaksud untuk menggurui atau usil dengan kehidupan dan pilihan hidup
anda, namun hanya sekadar berbagi. Semoga bermanfaat untuk kelangsungan
bermasyarakat kita yang semakin baik.
***
Solo, Minggu, 11 November 2018
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
ilustrasi: SemogaBermanfaat (atas) dan InfoBisnis (tengah)
0 comments:
Posting Komentar