Welcome...Selamat Datang...

Sabtu, 23 Agustus 2014

Beberapa Tantangan Utama Pemerintahan Jokowi

Indonesia memasuki masa transisi pemerintahan baru. Pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, sedang mempersiapkan segala hal terkait pemerintahannya nanti. Akhir-akhir ini yang santer menjadi pembicaraan di media maupun masyarakat adalah siapa saja yang akan duduk di kabinet membantu mereka. Dalam tulisan ini kita tidak akan membahas tentang hal tersebut lagi melainkan ingin mencoba sekedar mengingatkan mengenai beberapa tantangan utama yang akan dihadapi pemerintahan Jokowi.

Inilah beberapa tantangan utama tersebut:

Pertama, reformasi birokrasi pemerintahan yang belum menimbulkan dampak positif terhadap pembangunan, karena reformasi birokrasi yang berhasil akan berakibat pada meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi. Selain itu logikanya,  reformasi birokrasi yang berjalan seharusnya menimbulkan efisiensi, transparansi dan pencapaian tujuan secara jelas berdasarkan tupoksinya. Kenyataan sampai saat ini, reformasi birokrasi belum mampu mengikis praktek KKN dan like and dislike, karena banyak posisi penting di birokrasi pemerintahan tidak dilakukan fit and proper test.

Kedua, segera merevisi ulang RAPBN 2015 yang disiapkan oleh pemerintahan sebelumnya. Hal itu kita anggap penting karena dinilai akan menyisakan 'bom waktu' bagi pemerintahan Jokowi-JK. Yang perlu direvisi salah satunya adalah  anggaran kunjungan luar negeri para pejabat eksekutif dan legislatif yang mencapai Rp 32 triliun jelas merupakan pemborosan. Output dan outcome bagi masyarakat tidak ada, kecuali menambah 'pengalaman pesiar' bagi mereka yang ditugaskan saja.

Ketiga, kepemimpinan Jokowi diharapkan melahirkan kebijakan yang mampu menekan pendapatan negara baik pajak maupun bukan pajak dalam APBN dan APBD dengan tidak membebani rakyat miskin. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan  konsolidasi pembebasan lahan pertanian milik rakyat, konsolidasi tata ruang dan wilayah termasuk di dalamnya tata guna lahan.

Keempat, kesenjangan kemakmuran yang semakin melebar dari rasio 0,37 pada tahun 2009 menjadi 0,41 pada tahun 2013. Menurunkan kesenjangan kesempatan jauh lebih penting daripada menurunkan kesenjangan pengeluaran. Kesenjangan kesempatan tersebut adalah kesenjangan dalam mengakses pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja. Penciptaan pekerjaan di sektor formal bagi angkatan kerja berusia muda sudah menjadi kebutuhan yang mendesak. Indonesia yang tengah memasuki fase bonus demografi dan tenaga kerja muda dan produktif seperti saat ini hanya akan bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi apabila mereka bekerja di sektor formal yang memberikan kepastian dan stabilitas sosial.

Kelima, belenggu impor pangan yang ditandai dengan nilai impor produk pertanian melonjak 346% atau 4 kali lipat selama periode 2003-2013. Hal ini terjadi karena lahan usaha tani menyusut sebanyak 5 juta hektar menjadi 26 juta hektar. Dalam periode 2003-2013, Indonesia kehilangan 5,07 juta rumah tangga usaha petani. Kondisi ini diperparah dengan teknologi pertanian yang diterapkan di Indonesia tidak banyak berkembang.

Keenam, persaingan ekonomi global yang semakin keras dan diakui atau tidak Indonesia masih mempunyai kerentanan ekonomi serta isu-isu yang menjadi penghambat investasi, sehingga investasi global masih terhambat oleh ekonomi biaya tinggi, akibat belum tuntasnya reformasi birokrasi di sektor ini. Hal-hal lain yang menyesakkan untuk segera diatasi juga adalah: buruknya infrastruktur, perizinan, isu perpajakan dan perburuhan. Investasi yang masuk selama ini berhenti di portofolio sehingga tidak berdampak ke sektor riil dan penciptaan lapangan kerja.

Langkah Jokowi untuk memimpin negara ini sampai tahun 2019 tidaklah ringan karena banyak tantangan berat siap menghadangnya di depan mata. Oleh sebab itu kita wajib mendukung dan membantu pemerintahan Jokowi-JK jika kita ingin bangsa dan negara ini menjadi semakin mandiri dan hebat.

Salam damai penuh cinta.

***
Solo, Sabtu, 23 Agustus 2014
Suko Waspodo

0 comments:

Posting Komentar