Mengamati perilaku Prabowo
Subianto, yang semakin memuakkan dalam menyikapi hasil pilpres yang dimenangi
oleh Jokowi, membuat diskusi saya dengan seorang kawan politisi senior dari
jaman orde baru menjadi kian menarik. Menurut kawan saya yang sangat mengenal
Prabowo ini, Prabowo ternyata memang orang yang sakit. Prabowo menderita
penyakit kejiwaan yang disebut Delusi Megalomania.
Menurut dia seharusnya KPU sejak
awal sudah tidak meloloskan Prabowo Subianto. Prabowo cenderung selalu
membenarkan diri sendiri, egois dan tidak tahan stress. Selama dalam TNI-AD
salah asuh, tidak ada yang menegur dan bertindak semaunya sendiri. Atasannya
enggan mengingatkan karena sering terjadi konflik melawan atasan. Selama hampir
20 tahun dalam lingkungan militer sifat-sifat itu berkembang tanpa kontrol. Hal
ini pasti sudah diketahui dalam test psikologi ketika seleksi capres-cawapres
tetapi yang mengherankan mengapa KPU meloloskannya ? Inilah yang justru membuat
KPU mengalami kesulitan sendiri pasca pilpres kali ini.
Penyakit kejiwaan yang diderita
Prabowo ini membuat dia menjadi merasa
memiliki suatu bentuk fantasi tentang kekuatan, kekayaan dan ‘kemaha-besaran’
di dalam dirinya. Hal ini terkadang disebabkan oleh obsesinya akan kebesaran dan kemuliaan, baik itu secara
pemikiran atau perbuatan, yang tidak tercapai.
Para penderita Delusi Megalomania,
seperti yang dialami Prabowo ini, memiliki kecenderungan akan tetap
mempertahankan suatu keyakinan walau telah terbukti bertolak belakang dengan
kenyataan, dengan tujuan memenuhi hasrat obsesi mereka dalam bentuk
fantasi. Pada taraf kritis, megalomania
dapat membahayakan penderitanya disebabkan keyakinan dirinya untuk mampu
melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh manusia normal.
Jenis penyakit kejiwaan ini,
menurut Sigmund Freud, adalah akibat dari sebuah narsisisme kedua yang muncul
pada seseorang yang mengidap penyakit mental. Berbeda dari narsisisme utama
yang biasa muncul pada bentuk narsistis kebanyakan, narsistis ini bersifat patologis
karena mengarahkan pada skizofrenia,
dengan jalan mendorong harapan dan impian dari belakang libido sehingga
terpisah dari obyeknya didunia nyata dan pada akhirnya menghasilkan
megalomania. Narsisisme kedua yang ada pada bentuk penyakit mental menurut
Freud berbentuk membesar-besarkan diri sendiri yang merupakan hasil dari
manifestasi ekstrem dari narsisisme utama yang biasa terdapat dalam diri setiap
individu.
Berdasarkan teori Freud yang
tertulis di atas maka dapat kita ketahui bahwa akar dari megalomania adalah
narsistik yang sakit. Di mana penderitanya memiliki keyakinan diri yang dibesar-besarkan,
berbentuk delusi atau waham dan diyakini secara absolut. Sikap tidak mau
menerima kritik walau salah sekalipun, dan tetap percaya terhadap apa yang
sebenarnya telah terbukti salah merupakan sifat dari kepribadian megalomania.
Hal ini terjadi karena keyakinan yang menganggap diri maha sempurna dan tidak
mungkin melakukan kesalahan. Walau kecenderungan irasionalitas merupakan
kenyataan, namun jika keadaan ini dimiliki oleh seseorang yang memiliki
pengaruh dalam sosial-politik maka akan menimbulkan masalah yang besar.
Sekarang kita bisa memperkirakan
apa yang akan terjadi apabila suatu bentuk pemerintahan dilandasi oleh
keputusan megalomania yang ditetapkan oleh pemimpin yang sakit, hal tersebut
akan mengarahkan roda pemerintahan pada arah kehancuran. Karena, keputusan yang
diambil bertujuan hanya untuk memenuhi hasrat kebesaran yang dimiliki oleh sang
pemimpin megalomania, tidak berpihak kepada yang diperintah, atau bahkan tidak
berdasar pada kenyataan sama sekali.
Itulah penyakit kejiwaan yang
diderita oleh Prabowo sejak dulu. Maka bisa kita bayangkan apabila Prabowo yang
memenangi pilpres kali ini, akan seperti apa kondisi negeri ini. Pemerintahan
pasti akan kacau-balau dan negara
menjadi hancur karena dipimpin oleh seorang presiden yang menderita penyakit
kejiwaan.
Demikianlah tulisan ini hanya
bermaksud untuk berbagi pengetahuan agar bisa membuka wawasan kita dalam
menyikapi perilaku Prabowo. Selanjutnya kita selayaknya mengucap syukur bahwa
pilpres kita tidak dimenangi oleh orang yang menderita penyakit kejiwaan Delusi
Megalomania.
Salam kritis penuh cinta.
***
Solo, Kamis, 7 Agustus 2014
Suko Waspodo
0 comments:
Posting Komentar