Pemerintahan mendatang, di bawah
Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dinilai banyak pengamat akan menghadapi
tantangan ekonomi yang cukup berat. Mereka mengungkapkan bahwa selain dibayangi
angka inflasi yang tinggi, pemerintah juga perlu mewaspadai dan mengantisipasi
normalisasi moneter dunia, dengan dinaikkannya suku bunga di Amerika Serikat
yang direncanakan akan dilakukan tahun 2015, dan tentunya akan memiliki dampak
bagi perekonomian nasional.
Koordinasi dan bauran kebijakan
baik di sektor fiskal, moneter dan riil perlu terus ditingkatkan sebagai
manivestasi kedisipilinan serta kehati-hatian dalam pengelolaan kebijakan
perekonomian nasional. Oleh karena itu dalam pemerintahan mendatang, Presiden
terpilih Jokowi disarankan untuk mempertahankan kebijakan ekonomi yang disiplin
dan berhati-hati. Hal ini perlu dilakukan agar perekonomian nasional akan terus
tumbuh kuat, berkualitas dan semakin bertenaga dalam mewujudkan pembangunan
yang sedang berjalan.
Para pengamat ekonomi mengatakan
bahwa di tingkat global, saat ini ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi
sejumlah negara di Eropa berada di bawah perkiraan Bank Sentral Eropa (ECB). Bahkan,
secara rata-rata pertumbuhan PDB di kawasan Eropa diperkirakan hanya mencapai
0.1 persen pada kuartal kedua, yang berati lebih rendah dari kuartal pertama
sebesar 0,2 persen.
Lebih lanjut dikatakan, ekonomi
Jerman berkontraksi 0.2 persen, Perancis melaporkan stagnasi pertumbuhan dengan
ancaman defisit di atas 4 persen, sementara Italia kembali meneruskan tren
kontraksi mengarah ke resesi yang telah dialami dalam beberapa kuartal
terakhir. Adapun di Eropa Timur khususnya Polandia, Ceko, dan Rumania juga
menunjukkan perlambatan. Bahkan ekonomi
Rumania dilaporkan berkontraksi 1 persen pada kuartal 2/2014.
Kondisi di atas juga diperburuk oleh
situasi politik Zona Euro dengan kian memburuknya perseteruan Rusia dan Ukraina.
Hal ini yang menyebabkan potensi terhentinya bantuan Internasional ke kawasan
ini.
Tercatat juga, indeks kepercayaan
konsumen di 18 negara yang tergabung dalam Zona Euro juga mengalami pertumbuhan
negatif yang semakin dalam. Pada bulan
Agustus 2014, indeks kepercayaan konsumen terus merosot hingga minus 10 persen
dari posisi Juli 2014 yang mencapai minus 8,4.
Karena itu bisa kita pahami jika
Bank Sentral Eropa (ECB) pada Juli lalu mengumumkan, kawasan Zona Euro kembali
dibayang-bayangi risiko deflasi yang berpotensi menjerumuskan ekonomi kawasan
tersebut. Bahkan ECB telah melaporkan inflasi yang sangat rendah bulan Juli lalu
di level 0.4 persen, yang merupakan inflasi terlambat sejak tahun 2009.
Inilah situasi ekonomi global
yang tidak ringan yang akan dihadapi pemerintahan presiden Jokowi. Maka dia
sangat perlu untuk mempersiapkan secara hati-hati kabinetnya yang menyangkut
bidang ekonomi beserta kebijakannya.
Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Senin, 25 Agustus 2014
Suko Waspodo
0 comments:
Posting Komentar