Welcome...Selamat Datang...

Minggu, 24 Oktober 2021

Politik Dinasti dan Politik yang Beradab


Dinasti adalah sistem reproduksi kekuasaan yang primitif karena mengandalkan darah dan keturunan dari hanya bebarapa orang. Oleh karena itu di dalam dinasti tidak ada politik karena peran publik sangat sering tidak dipertimbangkan. Dengan itu, dinasti juga cenderung berlawanan dengan demokrasi  karena dalam demokrasi, rakyat lah yang memilih para pemimpinnya. Jadi, politik dinasti adalah proses mengarahkan regenerasi kekuasaan bagi kepentingan golongan tertentu  untuk bertujuan mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan di suatu negara. 

Politik dinasti muncul dalam dimensi yg halus, berupa gejala dinasti politik yang mendorong sanak keluarga elite-elite lama untuk terus memegang kekuasaan di pemerintahan yang diturunkan secara demokratis oleh pendahulu mereka. Pada gejala ini, penyesuaian terhadap etik demokrasi modern dilakukan dengan mempersiapkan putra-putri yang bersangkutan dalam sistem pendidikan dan rekrutmen politik yang sedemikian dini. Jadi, saat mereka muncul, kemunculannya seolah-olah bukan diakibatkan oleh faktor darah dan  keluarga, melainkan oleh faktor-faktor kepolitikan yang lebih wajar dan rasional. Meskipun terkadang ‘gelar pendidikan’ mereka dapat dibeli dengan nama keluarga mereka. 

Namun demikian  politik dinasti juga dapat tampil dalam bentuk yang lain, lebih vulgar dan identik dengan otoriterianisme. Ia muncul dari suatu sistem politik modern yang sudah ada sebelumnya dan yang sudah dibekukan dan selanjutnya  dikondisikan sedemikian rupa sehingga rakyat melalui wakilnya, hanya bisa memilih anak atau istri dari keluarga yang sedang berkuasa. Dengan demikian, yang sebenarnya terjadi adalah politik dinasti yang dipilih bukan secara sukarela oleh rakyat, tetapi secara represif.

Kecenderungan politik seperti itulah yang terjadi di Golkar pada era presiden Soeharto. Seluruh keluarganya terlibat di partai dan pemerintahan serta wakil rakyat. Pemilu hanya menjadi formalitas demokrasi semu dan bahkan palsu. Otoritarian dinasti Soeharto yang dibungkus dalam kemasan seolah demokrasi Pancasila.

Situasi politik seperti itu juga yang sekarang diulang dilakukan oleh PDIP dan Partai Demokrat, dinasti Soekarno, dinasti SBY dan yang terbaru tentu saja dinasti Jokowi. Meski apa pun alasan yang disampaikan oleh Megawati, SBY, Jokowi atau siapa pun yang lain tentang politik dinasti dan dia merasa tetap demokratis tetapi faktanya tetap terjadi yang namanya ‘petunjuk’ dan dia memanfaatkan budaya ‘pekewuh’ yang ada dalam kultur budaya Jawa. Maka tidak tercapailah situasi demokratis dalam hal ini dan lebih lanjut maka dalam partai politik yang terjadi bukan lagi keberpihakan kepada rakyat melainkan kepada keluarga.  

Tulisan sederhana ini hanya sekadar ingin berbagi wawasan tentang betapa mencemaskannya apabila politik dinasti ini terus dipelihara dan bahkan dikembangbiakkan. Negeri ini tidak akan menjadi semakin dewasa dalam politik yang demokratis dan itu berarti bertentangan dengan Pancasila.

Berpolitiklah secara cerdas dan beradab. Keterlibatan sanak keluarga di dalam kancah politik kekuasaan semestinya berproses sejak dini, bukan dengan cara 'karbitan'.  Semoga dengan perilaku politik yang cerdik dan cerdas namun tetap beradab negeri ini menjadi semakin demokratis. Merdeka!

***
Solo, Rabu, 22 Juli 2020. 11:12 am
'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
antologi puisi suko
ilustr: tribunnews.com

0 comments:

Posting Komentar