Lebih baik menjaga mereka tanpa terkatakan, dan menghalau mereka ke dalam lipatan pikiran. Cara itu lebih baik untuk kelangsungan hidup kita sebagai pelayan yang sabar untuk panggilan takdir. Ketika dipegang erat, perasaan mempertahankan semua warna ajaib yang kita butuhkan. Mereka paling rela melakukan pengangkatan rasa sakit yang membasahi hati, tetapi harus dipertahankan hanya sebagai mimpi.
Ubah mereka menjadi rencana dan mereka segera mengutuk kita. Tanpa visi, kita hanyalah korban takdir. Ambil lengkungan pelangi bermimpi pasta gambar, mengecat dan menempelkannya ke jantung, dan tinggalkan, sebuah jejak muncul saat ia makan, menandai pelonggaran rasa sakit yang tertanam di dalam jiwa.
Tetapi sakit hati dari mimpi yang hilang memiliki gigitan penuh dengan racun, yang berputar tanpa belas kasihan dengan kekuatan badai. Ketika kita sadar akhirnya harapan hilang dan mencari tanpa henti untuk menggali lagi, yang bisa kita temukan hanyalah rasa sakit yang menusuk, yang menuntut kita pergi dan melanjutkan.
Jaga agar citra tetap jelas dan lihatlah hidup-hidup, tetapi belum diucapkan, isi dengan harapan, bawa keluar setiap malam, ulangi mimpi itu, lalu bakar itu dengan cerah. Harta ini sendiri adalah milik kita, dan memiliki keindahannya sendiri yang memberi kita makan sambil menunggu yang asli.
Tanpa takdir hidup tampak tidak adil, nyaris tak tertahankan dan masa depan memang tampak kosong. Mari kita jaga mimpi kita sehari-hari.
***
Solo, Senin, 29 April 2019. 5:04 pm
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
antologi puisi suko
kompasiana
pepnews
ilustr: Deborah Nell
0 comments:
Posting Komentar