Memiliki sikap optimis, kemampuan melihat segi-segi baik dari setiap persoalan, atau sikap positif dalam menghadapi kehidupan, merupakan satu hal yang sangat bernilai. Sikap optimis menghalangi seseorang untuk gampang menyerah atau putus asa. Sikap ini memberi kekuatan untuk berjuang. Juga memberi terang manakala hidup dalam keadaan yang gelap. Tetapi sikap optimis harus mengenal batas. Orang-orang yang kelewat optimis, sehingga melihat segalanya serba cerah, tidak lagi melihat kekurangan dan keburukan dalam segala persoalan, apa saja dan dimana saja.
Orang yang kejangkitan
sikap terlalu optimis melihat segala-galanya baik saja adanya. Bagi
mereka, pribadi dan hidup mereka sudah baik. Tidak perlu ditingkatkan.
Bagi mereka setiap orang itu baik, sosial, penuh cinta kasih dan suka
menolong. Tidak perlu dinasihati, ditegur, apalagi dimarahi. Bagi mereka
masyarakat sudah sempurna tidak perlu dibenahi dan diatur kembali. Bagi
mereka dunia ini adalah yang paling indah yang dapat diciptakan. Mereka
merasa tidak perlu membuatnya menjadi lebih baik lagi. Bagi mereka
hidup ini sudah sangat memuaskan. Tidak perlu dibuat lebih maju lagi.
Karena pandangan mereka yang terlalu optimis itu, mereka sering
kehilangan akal sehat dan tidak mampu melihat kenyataan apa adanya.
Hidup mereka cenderung menjadi hidup yang serba santai, easy going
dan jauh dari bertanggung jawab. Ketika mereka kehilangan barang yang
sangat berharga, mereka merasa dibebaskan dari tanggung jawab untuk
merawatnya. Apabila mereka gagal dalam usaha, enak saja mereka menghibur
diri: “next time better”, lain kali lebih baik, tanpa meneliti
di mana letak penyebab kegagalan mereka. Pokoknya segala peristiwa yang
dialami, termasuk yang fatal, dianggap sebagai “blessing in disguise”,
berkat tersembunyi, tanpa mengetahui dimana letak berkat itu. Karena
sikap itu, mereka yang terlalu optimis ini, mudah membiarkan hidup
mereka berlalu begitu saja tanpa isi dan arti. Mereka membiarkan
persoalan-persoalan menjadi berlarut-larut, tidak terselesaikan dengan
tuntas. Dan sementara itu mereka tidak merasa menyesal atau rugi. Sikap
ini jelas dapat membahayakan.
Orang-orang yang
terkena sikap terlalu optimis dianugerahi mata yang jernih. Sehingga
dalam segala hal mereka melihat segi baik dan positifnya. Tentu saja ini
hal yang bagus. Satu hal yang perlu mereka lakukan ialah membuat sikap
itu menjadi wajar dan seimbang. Dalam hal ini mereka perlu menggabungkan
sikap optimis tersebut dengan kenyataan yang ada. Berlandaskan
kenyataan yang ada itu, sikap optimis mendapatkan perspektifnya yang
benar. Akibatnya orang menjadi tetap gembira dalam hidup, tetapi
realistis. Selanjutnya orang terdorong untuk terus berusaha tanpa
meninggalkan sikap hati-hati. Oleh karenanya orang mampu menerima
“malapetaka” dalam hidup, tanpa kehilangan kemampuan untuk melihat titik
terang di masa depan. Kemudian orang mampu menerima segalanya dalam
hidupnya dengan senang, dengan tetap terus bekerja untuk
meningkatkannya. Orang berani terus berjuang dengan tetap
memperhitungkan bahaya-bahaya yang mungkin terjadi.
Sikap optimis yang
benar merupakan penopang yang luar biasa dalam hidup kita. Sekali lagi
yang benar. Dan inilah hal yang harus diusahakan oleh mereka yang
dikuasai oleh sikap terlalu optimis.
Demikianlah tulisan ini hanya sekadar berbagi, untuk saling asah, asih dan asuh. Semoga bermanfaat.
Salam damai penuh cinta.
Sumber bacaan: How to Use Your Complexes by J. Maurus
***
Solo, Jumat, 28 Juni 2013
Suko Waspodo
antologi puisi suko
ilustr: Brilio
ilustr: Brilio
0 comments:
Posting Komentar