Welcome...Selamat Datang...

Kamis, 19 September 2013

Lebih Pintar SBY daripada Jokowi

Hiruk pikuk KLB Partai Demokrat sudah agak mereda karena SBY sudah terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum dan bahkan sudah menyampaikan pidato politiknya tentang langkah-langkah selanjutnya. Semua yang terjadi di Bali tersebut sudah bisa diduga oleh semua pengamat politik Kompasianer maupun non-Kompasianer. Lalu mengapa saya menulis artikel ini?

Banyak yang kebakaran jenggot dengan langkah yang diambil SBY karena dianggap telah mengabaikan urusan negara dan lebih mementingkan mengurus partainya. Tetapi bukankah ini langkah SBY yang pintar? Dia menggunakan referensi apa yang dikerjakan oleh pendahulunya di negeri ini. Soeharto sebagai Presiden merangkap sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar membesarkan Golkar menjadi penentu perjalanan negeri ini dan super korup demikian juga saat ini SBY dengan Partai Demokratnya. MSP saat menjadi presiden juga merangkap sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan. JK saat menjadi wakil presiden juga merangkap sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Undang-undang juga tidak melarang rangkap jabatan ini. Berarti SBY pintar kan? Nyaman juga. Buktinya badannya semakin gemuk.

Dilain pihak JOKOWI sebaliknya malah mengambil langkah kepemimpinan yang bodoh karena memilih yang tidak nyaman. Tidak mau mengikuti langkah Gubernur pendahulunya yang omong doang dan ongkang-ongkang tapi malahan blusukan. Langkah yang tidak populer, yang hanya dicintai oleh rakyat kecil tapi dicemooh oleh para pelaku politik praktis dan penguasa negeri ini. Memilih untuk tidak hanya pidato untuk mengeluh tetapi malahan mendengarkan keluhan rakyat kecil. Tidak nyaman. Badannya tambah kurus dan dahinya semakin berkerut.

Ada ungkapan bahasa jawa yang cukup popular “jamane jaman edan, yen ora ngedan ora keduman” , jaman sudah gila kalau tidak gila-gilaan tidak akan dapat bagian. Dalam kaitan ungkapan ini pun SBY dan para pendahulunya sebagai Presiden lebih pintar, pilih ngedan ben keduman, memilih gila-gilaan yang penting dapat bagian penjarahan negeri ini. Dilain pihak saat memimpin sebagai Walikota Solo satu setengah periode dan saat ini sebagai Gubernur DKI, JOKOWI pilih ra ngedan lan ra keduman, memilih tidak gila-gilaan dan tidak mendapat bagian penjarahan negeri ini. Gajinya direlakan untuk menunjang program peningkatan pendidikan dan kesehatan rakyat kecil yang miskin dan tertindas.

Dari sedikit paparan di atas sudah menunjukkan siapa yang pintar serta yang ngedan diantara SBY dan JOKOWI. Pemilihan presiden negeri ini sudah semakin dekat maka sudah saatnya rakyat semakin kritis terhadap tuntutan haknya sebagai pemilik sah negeri ini. Menyiapkan calon presidennya yang ngedan atau yang waras. Rakyat seharusnya semakin sadar bahwa hak-haknya sudah habis-habisan dijarah oleh para penguasa yang ngedan.

Inilah sekedar ungkapan keprihatinan saya terhadap negeri saya tercinta ini.

Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Minggu, 31 Maret 2013
Suko Waspodo

0 comments:

Posting Komentar