Suara alunan musik dangdut dari perangkat audio menggema dari arah rumah salah satu warga yang mengadakan pesta pernikahan sore hari kemarin. Para tamu undangan mulai berdatangan melewati jalan depan rumah saya, baik tamu undangan jauh maupun tetangga dekat. Tiba-tiba ada salah satu tetangga mampir ke rumah saya dan menyampaikan tujuan kedatangannya untuk meminjam uang guna pelengkap atau bahkan syarat untuk menghadiri pesta pernikahan tersebut. Karena tetangga tersebut sahabat saya waktu sekolah dan sudah seperti saudara sendiri maka saya pinjami dia lima puluh ribu rupiah. Dia masukkan uang itu ke amplopnya dan langsung melanjutkan perjalanan ke pesta itu.
Setelah sahabat saya berlalu maka terlintas lagi perenungan saya selama ini tentang makna sebuah pesta. Pesta, khususnya pernikahan, makna dan tujuan awalnya untuk syukuran. Ungkapan rasa syukur dan ungkapan terima kasih bagi saudara dan handai taulan karena sudah boleh mengalami peristiwa penting bagian dari hidup, pernikahan. Bisa juga dimaknai sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa mempelai sudah resmi menjadi suami isteri.
Dari peristiwa yang dialami sahabat saya tadi dan mencermati setiap kali acara pernikahan maupun undangan yang saya terima terkait pesta pernikahan muncul satu perasaan, yakni penindasan. Mengapa begitu? Peristiwa yang dialami oleh sahabat saya tadi bukankah penindasan? Dia sedang dalam situasi kesulitan keuangan tapi harus berhutang hanya untuk menghadiri pesta pernikahan. Saya yakin kalau dia mau jujur dengan suara hatinya, dia pasti keberatan mengeluarkan uang, apalagi berhutang untuk keterpaksaan hadir di pesta itu. Lebih lanjut bisa terjadi kebutuhan keluarganya pasti terkurangi pada saat dia harus mengembalikan pinjaman tadi. Penindasan banget kan?
Situasi itulah yang sekarang terjadi saat penyelenggaraan pesta, mulai dari pesta kelahiran anak, ulang tahun , pernikahan dan bahkan pesta ulang tahun pernikahan. Mulai dari rakyat kecil, artis bahkan sampai tingkat pejabat negara. Suasana penindasan bagi tamu undangan untuk mengeluarkan biaya. Suasana itu diungkapkan secara halus maupun secara terang-terangan. Dalam bentuk gambar celengan atau bahkan pernyataan tidak menerima kado pada kertas undangannya, artinya meminta tamu undangan untuk memberinya uang.
Dalam hal menjamu tamu undangan juga sering terjadi peristiwa yang luar biasa aneh sekaligus sadis. Seringkali terjadi jumlah hidangan sengaja dibuat lebih sedikit dari kemungkinan jumlah tamu undangan dan pada saat pesta berlangsung penyajian makanan sengaja diulur waktunya agar para tamu undangan tidak tahan menunggu dan segera meninggalkan pesta. Tak peduli apakah mereka menggerutu atau tidak yang penting amplop uang mereka sudah masuk tempat yang disediakan. Sudah tidak lagi punya urat malu.
Situasi dan makna pesta jaman sekarang sangat jauh bebeda dengan jaman dulu. Jaman dulu berpesta identik dengan mengeluarkan biaya yang sangat besar, kalau perlu sampai menjual sawah atau barang berharga yang dimiliki demi untuk ungkapan syukur dan membahagiakan orang lain yang diundang maupun warga sekitar. Pesta bisa berlangsung sampai tiga hari tiga malam bahkan dengan pertunjukan seni ciri khas daerah tersebut. Misalnya pementasan wayang kulit, wayang golek atau seni musik daerah. Perjamuan dalam bentuk makanan dan minuman melimpah ruah bahkan kalau perlu seluruh warga kampung disediakan makanan dan minuman selama pesta berlangsung. Sungguh indah dan meriah. Berbeda sekali dengan situasi dan makna pesta jaman sekarang seperti saya ungkapkan di atas.
Kepentingan ekonomi sangat terasa pada penyelenggaaraan pesta jaman sekarang. Penyelenggaraanya hampir bisa dipastikan demi mencari untung materi. Bukan keuntungan menambah persaudaraan seperti pesta jaman dulu. Seperti sering terjadi, setelah penyelenggaraan pesta yang bersangkutan malah untung bisa membeli motor baru atau memperoleh uang muka untuk kredit rumah. Makna pesta benar-benar telah rancu dan sarat kepentingan ekonomi.
Penindasan dalam pengertian seperti saya paparkan di atas seharusnya tidak dilakukan. Seandainya yang bersangkutan tidak mampu menyelengarakan pesta maka sebaiknya tidak usah menyelenggarakan pesta. Apabila pesta tersebut terkait pernikahan, cukuplah acara akad nikah sesuai dengan agama yang dianut. Bukankah yang lebih penting adalah pernikahannya? Bahkan seandainya memiliki dana lebih baik digunakan untuk persiapan rumah tangga yang bersangkutan.
Bagi siapapun yang memperolah undangan suatu pesta sebaiknya tidak usah memaksakan diri hadir kalau harus menyiapkan uang sedangkan situasi kantong atau keuangan keluarga sedang cekak. Kebutuhan dan kepentingan keluarga harus diutamakan. Seandainya pesta tersebut adalah pesta pernikahan cukuplah hadir dalam akad nikahnya saja dan tidak perlu memaksakan diri membawa bingkisan. Hal ini bukan bermaksud membentuk pribadi atau masyarakat yang pelit namun demi keadilan, karena pesta pada umumnya sudah ditujukan menyimpang dari maksud awalnya. Jangan mendukung penindasan dengan menjadi terpaksa dalam memenuhi suatu tuntutan yang tidak adil. Membiarkan berlangsungnya penindasan juga merupakan kesalahan.
Sebaiknya pesta dikembalikan seperti maksud dan makna awalnya. Membagi kebahagian dan rasa syukur bersama orang lain dengan konsekwensi membutuhkan biaya dan bukan menindas orang lain dengan memaksa mengeluarkan uang untuk hadir dalam suatu pesta ungkapan syukur. Memaksa baik secara langsung maupun tidak langsung berarti membatasi kebebasan orang lain alias penindasan. Selamat menikmati kehidupan yang indah.
Setelah sahabat saya berlalu maka terlintas lagi perenungan saya selama ini tentang makna sebuah pesta. Pesta, khususnya pernikahan, makna dan tujuan awalnya untuk syukuran. Ungkapan rasa syukur dan ungkapan terima kasih bagi saudara dan handai taulan karena sudah boleh mengalami peristiwa penting bagian dari hidup, pernikahan. Bisa juga dimaknai sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa mempelai sudah resmi menjadi suami isteri.
Dari peristiwa yang dialami sahabat saya tadi dan mencermati setiap kali acara pernikahan maupun undangan yang saya terima terkait pesta pernikahan muncul satu perasaan, yakni penindasan. Mengapa begitu? Peristiwa yang dialami oleh sahabat saya tadi bukankah penindasan? Dia sedang dalam situasi kesulitan keuangan tapi harus berhutang hanya untuk menghadiri pesta pernikahan. Saya yakin kalau dia mau jujur dengan suara hatinya, dia pasti keberatan mengeluarkan uang, apalagi berhutang untuk keterpaksaan hadir di pesta itu. Lebih lanjut bisa terjadi kebutuhan keluarganya pasti terkurangi pada saat dia harus mengembalikan pinjaman tadi. Penindasan banget kan?
Situasi itulah yang sekarang terjadi saat penyelenggaraan pesta, mulai dari pesta kelahiran anak, ulang tahun , pernikahan dan bahkan pesta ulang tahun pernikahan. Mulai dari rakyat kecil, artis bahkan sampai tingkat pejabat negara. Suasana penindasan bagi tamu undangan untuk mengeluarkan biaya. Suasana itu diungkapkan secara halus maupun secara terang-terangan. Dalam bentuk gambar celengan atau bahkan pernyataan tidak menerima kado pada kertas undangannya, artinya meminta tamu undangan untuk memberinya uang.
Dalam hal menjamu tamu undangan juga sering terjadi peristiwa yang luar biasa aneh sekaligus sadis. Seringkali terjadi jumlah hidangan sengaja dibuat lebih sedikit dari kemungkinan jumlah tamu undangan dan pada saat pesta berlangsung penyajian makanan sengaja diulur waktunya agar para tamu undangan tidak tahan menunggu dan segera meninggalkan pesta. Tak peduli apakah mereka menggerutu atau tidak yang penting amplop uang mereka sudah masuk tempat yang disediakan. Sudah tidak lagi punya urat malu.
Situasi dan makna pesta jaman sekarang sangat jauh bebeda dengan jaman dulu. Jaman dulu berpesta identik dengan mengeluarkan biaya yang sangat besar, kalau perlu sampai menjual sawah atau barang berharga yang dimiliki demi untuk ungkapan syukur dan membahagiakan orang lain yang diundang maupun warga sekitar. Pesta bisa berlangsung sampai tiga hari tiga malam bahkan dengan pertunjukan seni ciri khas daerah tersebut. Misalnya pementasan wayang kulit, wayang golek atau seni musik daerah. Perjamuan dalam bentuk makanan dan minuman melimpah ruah bahkan kalau perlu seluruh warga kampung disediakan makanan dan minuman selama pesta berlangsung. Sungguh indah dan meriah. Berbeda sekali dengan situasi dan makna pesta jaman sekarang seperti saya ungkapkan di atas.
Kepentingan ekonomi sangat terasa pada penyelenggaaraan pesta jaman sekarang. Penyelenggaraanya hampir bisa dipastikan demi mencari untung materi. Bukan keuntungan menambah persaudaraan seperti pesta jaman dulu. Seperti sering terjadi, setelah penyelenggaraan pesta yang bersangkutan malah untung bisa membeli motor baru atau memperoleh uang muka untuk kredit rumah. Makna pesta benar-benar telah rancu dan sarat kepentingan ekonomi.
Penindasan dalam pengertian seperti saya paparkan di atas seharusnya tidak dilakukan. Seandainya yang bersangkutan tidak mampu menyelengarakan pesta maka sebaiknya tidak usah menyelenggarakan pesta. Apabila pesta tersebut terkait pernikahan, cukuplah acara akad nikah sesuai dengan agama yang dianut. Bukankah yang lebih penting adalah pernikahannya? Bahkan seandainya memiliki dana lebih baik digunakan untuk persiapan rumah tangga yang bersangkutan.
Bagi siapapun yang memperolah undangan suatu pesta sebaiknya tidak usah memaksakan diri hadir kalau harus menyiapkan uang sedangkan situasi kantong atau keuangan keluarga sedang cekak. Kebutuhan dan kepentingan keluarga harus diutamakan. Seandainya pesta tersebut adalah pesta pernikahan cukuplah hadir dalam akad nikahnya saja dan tidak perlu memaksakan diri membawa bingkisan. Hal ini bukan bermaksud membentuk pribadi atau masyarakat yang pelit namun demi keadilan, karena pesta pada umumnya sudah ditujukan menyimpang dari maksud awalnya. Jangan mendukung penindasan dengan menjadi terpaksa dalam memenuhi suatu tuntutan yang tidak adil. Membiarkan berlangsungnya penindasan juga merupakan kesalahan.
Sebaiknya pesta dikembalikan seperti maksud dan makna awalnya. Membagi kebahagian dan rasa syukur bersama orang lain dengan konsekwensi membutuhkan biaya dan bukan menindas orang lain dengan memaksa mengeluarkan uang untuk hadir dalam suatu pesta ungkapan syukur. Memaksa baik secara langsung maupun tidak langsung berarti membatasi kebebasan orang lain alias penindasan. Selamat menikmati kehidupan yang indah.
Salam kritis penuh cinta.
***
Solo, Selasa, 26 Februari 2013
Suko Waspodo
0 comments:
Posting Komentar