Menyimak perkembangan situasi pasca peristiwa Lapas Cebongan terus terang saya menjadi semakin ngeri dan cemas dengan pengelolaan negeri ini. Para oknum Kopassus melakukan pembantaian manusia dengan cara licik malah dielu-elukan seolah pahlawan karena yang dibantai adalah para preman. Padahal kita semua tahu bahwa penegak ketertiban bukan Kopassus melainkan Polisi. Sungguh miris kalau kita kembali mengundang militer kembali ke jalanan hanya untuk memerangi preman. Kita harus ingat bahwa di jaman Orde Baru negara ini menjadi tidak demokratis karena peran TNI (dulu ABRI) yang terlalu besar dalam pengelolaan negeri ini.
Kita semua pasti setuju bahwa preman harus diberantas, tetapi bukan dengan cara militer. Kita luruskan peran Polisi dalam menegakkan ketertiban. Kita kritisi para Polisi yang masih bernyali kecil dalam menghadapi preman. Kita kritisi juga para Polisi kotor yang suka nabok nyilih tangan preman, termasuk preman berjubah agama. Dalam hal ini juga para Polisi yang malahan menjalankan fungsi premanisme.
Kita mesti bersabar. Dalam situasi seperti sekarang inilah demokrasi kita diuji. Kita tetap harus memilah Trias Politika nya. Ada pihak yang membuat aturan sendiri (legislatif) dan dalam hal ini harus kita cermati masih banyak Tentara yang ingin masuk parlemen. Pelaksana dan penegak aturan sendiri (yudikatif) yaitu para penegak hukum; Polisi, Jaksa, Hakim. Kemudian yang menata sumber daya negara sendiri (eksekutif), disini harus dicermati pula masih banyak Tentara yang masih ingin menjadi Bupati, Gubernur dan bahkan Presiden.
Dalam situasi sekarang, kegagalan kita memfungsikan Polisi tidak serta merta dapat ditukar begitu saja dengan Kopassus hanya karena dalam kasus preman mereka berani melangkahi Polisi, Jaksa dan Hakim serta menjalankan fungsi algojo. Kita memang pantas emosi dengan perilaku para preman tetapi bukan lalu kita boleh merusak tatanan hukum. Lebih parahnya kita malah memberi tepuk tangan kepada para oknum Kopassus tersebut. Negara ini akan semakin amburadul kalau begini situasinya.
Siapa pun juga warga negeri ini yang melek pengetahuan dan masih waras harus jelas dan tegas menyikapi situasi dan tatanan negeri ini. Negara kita ini negara kesejahteraan yang menjunjung tinggi hukum dan keadilan.
Sekali lagi mari kita kritisi tindakan penegak hukum dan Polisi. Kita soroti pula peran dan tindakan Tentara. Kita pelajari hukum dan penerapannya. Jiwa corsa ada tempatnya, di medan peperangan bukan di jalanan. Kita tidak membenci militer tetapi kita anti militerisme. Siapa pun yang akan menjadi presiden kita yang akan datang harus paham hal ini. Ini negara hukum, bro!
Salam kritis penuh cinta.
Kita semua pasti setuju bahwa preman harus diberantas, tetapi bukan dengan cara militer. Kita luruskan peran Polisi dalam menegakkan ketertiban. Kita kritisi para Polisi yang masih bernyali kecil dalam menghadapi preman. Kita kritisi juga para Polisi kotor yang suka nabok nyilih tangan preman, termasuk preman berjubah agama. Dalam hal ini juga para Polisi yang malahan menjalankan fungsi premanisme.
Kita mesti bersabar. Dalam situasi seperti sekarang inilah demokrasi kita diuji. Kita tetap harus memilah Trias Politika nya. Ada pihak yang membuat aturan sendiri (legislatif) dan dalam hal ini harus kita cermati masih banyak Tentara yang ingin masuk parlemen. Pelaksana dan penegak aturan sendiri (yudikatif) yaitu para penegak hukum; Polisi, Jaksa, Hakim. Kemudian yang menata sumber daya negara sendiri (eksekutif), disini harus dicermati pula masih banyak Tentara yang masih ingin menjadi Bupati, Gubernur dan bahkan Presiden.
Dalam situasi sekarang, kegagalan kita memfungsikan Polisi tidak serta merta dapat ditukar begitu saja dengan Kopassus hanya karena dalam kasus preman mereka berani melangkahi Polisi, Jaksa dan Hakim serta menjalankan fungsi algojo. Kita memang pantas emosi dengan perilaku para preman tetapi bukan lalu kita boleh merusak tatanan hukum. Lebih parahnya kita malah memberi tepuk tangan kepada para oknum Kopassus tersebut. Negara ini akan semakin amburadul kalau begini situasinya.
Siapa pun juga warga negeri ini yang melek pengetahuan dan masih waras harus jelas dan tegas menyikapi situasi dan tatanan negeri ini. Negara kita ini negara kesejahteraan yang menjunjung tinggi hukum dan keadilan.
Sekali lagi mari kita kritisi tindakan penegak hukum dan Polisi. Kita soroti pula peran dan tindakan Tentara. Kita pelajari hukum dan penerapannya. Jiwa corsa ada tempatnya, di medan peperangan bukan di jalanan. Kita tidak membenci militer tetapi kita anti militerisme. Siapa pun yang akan menjadi presiden kita yang akan datang harus paham hal ini. Ini negara hukum, bro!
Salam kritis penuh cinta.
***
Solo, Kamis, 11 April 2013
Solo, Kamis, 11 April 2013
Suko Waspodo
0 comments:
Posting Komentar