Penggunaan LKS di sekolah merupakan bentuk pembodohan. Mengapa demikian? Karena para murid maupun siswa/i hanya belajar menjawab soal pertanyaan dengan jawaban yang sudah diarahkan, multiple choices. Mereka tidak pernah belajar mempertajam penalaran mereka dengan soal uraian. Selanjutnya, soal-soal yang digunakan juga itu-itu saja, hanya diambil secara acak dari soal-soal tahun-tahun sebelumnya.
Dalam kegiatan
belajar mengajar pun, berlangsung proses pembodohan. Para peserta didik tidak
mengalami proses peningkatan kecerdasan maupun ketrampilan. Guru cenderung
hanya memberikan LKS dan menyuruh para siswa atau murid mengerjakannya.
Penyelesaian hanya menurut kunci jawaban yang ada. Guru tidak menjelaskan
materi pelajaran melainkan hanya mengajarkan cara menyiasati penyelesaian soal
LKS. Guru juga menjadi tidak kreatif karena jarang membuat materi soal
pertanyaan sendiri.
LKS ini juga
merupakan bentuk bisnis berkedok pendidikan. Setiap mata pelajaran/bidang studi
harus ber-LKS, bahkan bisa lebih dari satu macam LKS dari percetakan yang
berbeda. Setiap siswa/murid harus memiliki (membeli) LKS. Sekolah dan para guru
pasti selalu didatangi dan dirayu oleh percetakan melalui para salesman/saleswoman
untuk menggunakan LKS buatan mereka, dengan iming-iming “komisi” untuk
setiap LKS yang digunakan. Akibatnya siswa/murid dibebani dengan biaya
pembelian LKS. Bukankah ini penindasan?
Kita mesti kritis
terhadap kenyataan ini. Sekolah (formal) diselenggarakan mestinya untuk
mencerdaskan rakyat (manusia), bukan menjadikan mereka obyek bisnis. Negara ini
sudah dikelola oleh para makelar, demikian juga institusi pendidikan formal
kita. Untuk mengembalikan tujuan pendidikan yang sebagaimana mestinya tidak ada
cara lain kita mesti hancurkan makelarisasi pendidikan ini. Langkah awalnya
dengan menghapuskan penggunaan LKS yang bukan hasil kreatifitas guru yang
bersangkutan. Semoga apa yang saya ungkapkan ini bisa menjadi bahan refleksi
kita bersama.
Salam damai penuh cinta.
***
Solo, Minggu, 22 April 2012
Suko Waspodo
kompasiana
kompasiana
antologi puisi suko
ilustrasi: kompasiana
ilustrasi: kompasiana
0 comments:
Posting Komentar