Welcome...Selamat Datang...

Kamis, 19 September 2013

Pujian atau Sindiran?

KAMI SALUT & BANGGA PADA JIWA KSATRIA KOPASSUS KOPASSUS KSATRIA SEJATI, demikian kalimat tersebut tertera pada sebuah spanduk yang lumayan besar yang terpasang menggantung diantara dua pohon di tempat yang strategis dan mudah terbaca di dekat Stadion Manahan Solo. Spanduk tersebut tanpa identitas siapa pemasangnya. Tidak seperti biasanya tertera nama organisasi tertentu atau partai tertentu sebagai pemasangnya.

Kalimat di spanduk tersebut menggelitik saya untuk menyampaikan pendapat lewat artikel ini. Ini bermula dari kebingungan saya tentang makna kalimat tersebut terkait dengan situasi akhir-akhir ini yang berkembang di masyarakat pasca peristiwa Lapas Cebongan. Kalimat tersebut bermaksud memuji Kopassus atau menyindirnya? Kalau saya hanya melihat sepintas tanpa merenungkannya mungkin maknanya bisa pujian. Namun kalau saya merenungkannya dengan mencermati peristiwa Cebongan serta dampaknya maka kalimat tersebut juga bisa bermakna sindiran.

Kalau TNI dan secara khusus Kopassus memaknainya sebagai pujian maka ini sungguh berbahaya, karena akan berdampak pada kesombongan korps dan menimbulkan suasana persaingan dan bahkan nuansa permusuhan dengan institusi penegak hukum, secara khusus kepolisian. Saya bukan pengamat militer dan tidak pernah belajar secara khusus tentang militer namun kalau pembantaian manusia, apalagi tidak bersenjata dan tidak dalam situasi perang, menurut saya tidak layak disebut sebagai jiwa ksatria.

Saya selalu ingat kalau membaca atau menonton film tentang cerita kepahlawanan baik ala komik dunia persilatan, cerita western cowboy maupun peperangan ala Rambo sekalipun selalu bahwa tokoh protagonisnya pasti berjiwa ksatria. Para pendekar sejati tidak pernah bertempur secara tidak seimbang, artinya kalau tangan kosong maka masing-masing pihak harus bertangan kosong tetapi kalau bersenjata maka masing-masing pihak juga bersenjata. Dalam cerita western cowboy juga demikian; dalam adu kecepatan menembak pasti juga masing-masing menggunakan jenis pistol yang sama. Sedangkan dalam cerita semacam Rambo bahkan mungkin bahkan super ksatria karena dia sendirian melawan musuh dalam peperangan yang berjumlah sangat banyak, walau terkesan berlebihan. Hal ini berbeda dengan kasus di Lapas Cebongan dimana kesebelasan oknum Kopassus bersenjata melawan orang-orang yang tidak bersenjata. Layak kah Kopassus merasa peristiwa itu sebagai ujud jiwa ksatria?

Saya sebagai orang yang awam dalam militer dan selama ini bangga dengan Kopassus sebagai pasukan elit negeri ini sungguh berharap bahwa kalimat di spanduk tersebut dimaknai sebagai sindiran, artinya tidak bangga dengan apa yang dilakukan oleh oknum Kopassus pembantai di Lapas Cebongan tersebut. Kopassus seharusnya menjaga kualitas korpnya dengan mendorong penyelesaian perilaku oknum Kopassus pembantai tersebut seadil-adilnya. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan menghargai nyawa manusia sebagai hal yang paling penting untuk dilindungi. Jangan sampai teradu domba dengan kepolisian.

Kepolisian sebagai penegak hukum dan ketertiban masyarakat sudah seharusnya menjaga keamanan dan melindungi masyarakat dari kalangan maupun golongan manapun. Lindungi masyarakat dari penindasan para preman maupun tindakan premanisme. Masyarakat dan negeri ini membutuhkan TNI maupun Kepolisian yang benar. Rakyat tidak butuh pengelola negeri ini apalagi TNI dan Kepolisian yang menjalankan prinsip premanisme.

Artikel ini saya tulis bukan untuk memusuhi TNI maupun Kepolisian namun justru ungkapan kecintaan saya dan sekaligus kecemasan apa jadinya negara ini kalau kedua institusi ini teradu domba. Mari kita kembalikan fungsi masing-masing untuk mewujudkan NKRI yang semakin baik bagi semuanya. Kita membenci premanisme dan militerisme dalam segala bentuknya namun kita tetap mencintai dan bahkan butuh militer maupun polisi yang baik. Kita mencintai siapa pun yang menjunjung tinggi kemanusiaan.

Akhirnya saya berharap masyarakat tidak terpancing dengan adu domba dan main hakim sendiri. Secara khusus saya berharap pihak Kepolisian maupun Satpol PP serta masyarakat yang berwenang untuk bisa melepas spanduk yang hanya akan menimbulkan suasana panas dan perpecahan. Mari kita jaga keutuhan NKRI.

Salam kritis penuh cinta.
***
Solo, Sabtu, 13 April 2013
Suko Waspodo

0 comments:

Posting Komentar