Semenjak acara Indonesian Lawyer Club (ILC ) menjadi acara yang sengaja dikhususkan untuk mengkritik pemerintahan negeri ini , sejak itulah kesempatan diberikan oleh Karni Ilyas kepada Rocky Gerung untuk memperoleh panggung. Karni Ilyas cukup cerdas untuk menggunakan acara tersebut untuk mengaduk-aduk emosi pemirsa TV yang gemar mengikuti pergulatan politik praktis negeri ini, secara khusus semenjak era kepemimpinan presiden Joko Widodo.
Pilihan Karni Ilyas untuk selalu melibatkan RG di acara ILC memang tepat. Tepat dalam pengertian untuk mengaduk emosi pemirsanya. Rocky Gerung memang cukup cerdik (kalau tidak mau dibilang licik) dalam menyampaikan statementnya yang memang terasa sangat vulgar dan tak beretika. Mengapa vulgar dan tak beretika dinilai cerdik? Tentu saja cerdik di sini adalah untuk ukuran RG yang memang sengaja memposisikan sebagai nara sumber 'antagonis' yang dibutuhkan oleh ILC (Karni Ilyas dan TV One) untuk menjaga ratingnya agar tetap tinggi.
TV One memang beda, itulah yang juga dipakai acuan RG bahwa Rocky Gerung memang beda. Saya memang bukan dosen filsafat seperti RG tetapi saya juga tahu bahwa setiap individu manusia memang beda dengan segala keunikannya. Namun demikian apakah kemudian dibenarkan bahwa dengan segala keunikannya lalu setiap individu boleh melecehkan sesamanya manusia?
Rocky Gerung banyak diketahui bahwa dia juga seorang dosen, dan mungkin oleh sebab itu pula dia dianggap punya kompetensi untuk menjadi nara sumber atau pendebat di acara ILC. Dan memang dia berhasil untuk menjadi daya tarik di acara tersebut. Karena kita tahu bahwa ungkapan "bad news are good news", hal-hal atau peristiwa yang buruk akan menjadi pemberitaan yang bagus dan menarik. Ada satu kecenderungan buruk manusia bahwa akan menyenangkan bila melihat orang lain mengalami ketidaknyamanan sehingga dirinya sendiri bisa menyombongkan diri.
Dalam konteks itulah RG saya nilai cerdik. Dia memposisikan diri sebagai seorang pembenci seperti sebagian besar penonton acara ILC yang berseberangan dengan kebijakan pemerintah saat ini. Para penonton ILC (dan juga TV lain yang mendatangkan RG) merasa mendapat dukungan untuk terus mengkritik pemerintah secara vulgar, agar tidak termasuk dalam kelompok orang-orang 'dungu' seperti yang dikatakan oleh RG.
Semenjak sepak terjangnya di acara-acara talk show politik, apakah RG masih layak menjadi dosen? Ini menjadi pertanyaan yang terus ada di pikiran saya. Bolehkah seorang dosen melecehkan orang lain, meskipun dengan landasan keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan? Apalagi kalau landasannya ngawur dan mengada-ada? Asal beda dan lalu menilainya dengan 'dungu".
Menurut yang saya pahami, seorang guru atau dosen tidak boleh menilai (mengatakan) mahasiswanya bodoh apalagi dungu. Karena kita semua tahu bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Tidak akan ada dosen apabila tidak ada mahasiswa yang belum memahami (bukan bodoh atau dungu) tentang ilmu yang dia pelajari di bangku perkuliahannya. Apalagi di forum di luar batas wewenangnya sebagai dosen, layakkah RG menilai orang lain yang berbeda pendapat dengannya sebagai dungu? Orang kebanyakan pun tidak boleh melecehkan sesamanya apalagi seorang dosen yang mestinya memiliki tingkat intelektual dan kesantunan yang lebih tinggi.
Tampaknya sudah saatnya, penyelenggara talk show politik dan sejenisnya di TV atau media lain, untuk tidak melibatkan RG dan pembicara lain sejenisnya. Tidak selayaknya masyarakat kita dibodohi dengan pembicara talk show semacam RG. Demikian pula perguruan tinggi yang masih menggunakan RG sebagai staf pengajarnya, seharusnya mengkaji ulang keterlibatan RG di ruang perkuliahan.
Orang 'secerdik' RG tidak sepantasnya diberi panggung hanya semata demi menaikkan rating dan memperbanyak pemasang iklan. Masyarakat kita tidak semestinya dikorbankan dengan pembodohan secara keji oleh orang seperti RG. Memang 'bad news' biasanya menarik tetapi bukan lalu membiarkan diri kita menjadi 'bad people'.
***
Solo, Jumat, 6 Desember 2019. 9:03 pm
'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
antologi puisi suko
ilustr: kumparan.com
0 comments:
Posting Komentar